Selasa, 08 Juli 2014

TRY MY LOVE 2

TRY MY LOVE 2

March 27, 2011 at 1:34pm
TRY MY LOVE
Chapter 2
Cast:
Author(Jesica) as Park Jae Shi
Han Geng as himself
Wei Li Zhi as herself
Ji Ro Wang
Yuli (admin Lee) as Lee Yoo Hee
Kim Nam Gil as himself

--Li Zhi, Seoul, 2009--

“Apa kau jadi menghabiskan liburanmu di China?” Yoo Hee, sepupuku, mengelap tangannya di celemek, dan menatapku dari pintu dapur. Tunangannya, Kim Nam Gil berdiri di sebelahnya dan Yoo Hee membalas tatapannya mesra.

Karena memutuskan untuk melanjutkan studi di Korea, Mama menitipkanku di rumah Yoo Hee. Sepupuku itu tidak keberatan karena selama ini ia memang merasa rumahnya agak terlalu besar untuk didiaminya sendirian.

Hmm… sebenarnya tidak sendirian juga. Hanya saja, Papa dan Mamanya terlalu sibuk mengurus bisnis sehingga jarang berada di rumah. Otomatis, Yoo Hee lebih sering menghabiskan waktunya sendirian. Atau mungkin, berdua Nam Gil.

“Jadi dong, aku bahkan akan mengajak Jae Shi bersamaku…” jawabku sambil tersenyum.
Layar notebookku berkedip, pertanda email baru dari Ji Ro sudah tiba. Dengan gembira ia mengatakan kalau ia sangat merindukanku. Hore!!

“Jadi, kau masih pacaran dengan penyanyi itu?”

“Masih,” jawabku. “Memangnya kenapa?”

“Kalian hebat juga, ya…” puji Nam Gil sambil tersenyum. Hmm… betul kata Yoo Hee, senyumnya memang menarik.

“Kalau bukan Ji Ro, aku tidak akan bisa mempercayainya…”

Masih segar dalam ingatanku, secara ajaib, nomor tiketku terpilih untuk naik ke atas panggung dalam konser Fahrenheit malam itu. Kakiku gemetar, dan tanganku terasa dingin. Tetapi, Ji Ro menggandengku. Bahkan ia memintaku menunggunya di belakang panggung setelah konsernya usai.

“Ayo kita bertemu lagi…” ajaknya malam itu. Dan kami bertukar nomor. Setelah berulang kali kencan rahasia, akhirnya hubungan kami resmi diketahui umum. Ji Ro meminta pers untuk tidak menggangguku, dan sejauh ini, semuanya lancar.

Rasanya seperti mimpi. Di Korea, kehidupanku terasa begitu bebas, dan alami. Pers tidak mengejarku, dan tidak ada bisikan-bisikan iri maupun gossip dari para gadis yang melihatku di jalan. Dan lebih menyenangkan lagi karena mereka bahkan tidak mengenali dan mencapku sebagai kekasihnya Ji Ro Wang.

Jae Shi salah satu pribadi yang dengan mudah menjadi akrab denganku. Ia jujur menyebutkan kalau ia salah satu fans Fahrenheit, dan menyukai kisahku dengan Ji Ro. Awalnya ia gadis yang ramah dan ceria dengan senyumannya. Namun, mendadak semuanya hilang karena secarik surat. Dan itu membuatku kesal.



--Jae Shi, Seoul, 2009--

“Kau tidak lupa dengan rencanaku, kan?” Tanya Li Zhi, mengingatkanku akan pembicaraan kami hari sebelumnya.

“Aku tidak mungkin melupakannya. Dan keren sekali, aku bisa ketemu Ji Ro Wang yang terkenal itu. Waah.. aku harus membawa buku tanda tangan juga…”

“Aduuh… serius sedikit dong…” ujarnya dengan wajah menggemaskan.

Li Zhi memang tidak cocok menampakkan wajah yang kesal. Ia sangat manis, feminim, dan sulit sekali marah. Tapi, entah kenapa ia bisa begitu marah pada Kak Dennies.

“Aku serius. Dan menurutku, kita tidak usah mengganggunya. Biar saja ia bahagia dengan Ri Na…” ujarku sambil tersenyum. Kuharap suaraku tidak terdengar bergetar barusan.

“Kau harus bicara dengannya… Mungkin ada salah paham di antara kalian. Kan tidak mungkin ia tiba-tiba memutuskan hubungan kalian secara sepihak. Lagipula, ia yang mengatakan kalau ia menyukaimu…. Ayolah, Jae Shi…” Li Zhi masih berusaha membujukku.

“Aku akan bersenang-senang di sana,” tekadku. “Dan mencari cinta yang baru…”

“Jae Shi…”

Li Zhi menatapku dalam-dalam, jelas tidak percaya satu pun perkataanku. Ia benar, aku memang agak tidak mempercayai cinta sekarang. Rasanya hatiku sudah mendingin.

“Kau masih menyukainya, akui saja…”

“Li Zhi… ayo kita bahas topik lain,” pintaku. Aduuh… air mata… Kudongakkan kepalaku, menatap langit-langit, berusaha mencegahnya jatuh. “Masih…” jawabku akhirnya, menghembuskan nafas dengan keras, merasakan rasa sakit itu masih tertinggal di dadaku.

“Ayo kita temui dia…” pintanya lagi.

Kali ini, setengah mengangguk, dengan pasrah kuiyakan permintaannya. Siapa yang tidak ingin bertemu dengannya? Aku masih menyukainya, tentu saja. Namun, melihatnya bersama wanita lain? Apa rasanya akan sama?

“Dan kalau itu juga tidak berhasil, kita harus mencari cara untuk membuatnya sadar kalau ia seharusnya menyesal melepaskanmu…”

“Kurasa tidak juga, Ri Na memang cantik, dan tinggi, dan putih, dan…”

“Jae Shi, berhenti merendahkan diri sendiri. Semua wanita di dunia ini punya kelebihan masing-masing. Dan satu hal, kau tidak sepicik dirinya, merebut kekasih orang lain…”

“Kalau aku ke sana dan merebut Kak Dennies, berarti aku juga jadi sama dengannya?” tanyaku, mengejutkan Li Zhi sejenak.

“Oh, aku belum berpikir sampai ke sana. Tapi…” ia memutar bola matanya dan tersenyum. “Kurasa, kasusnya agak berbeda. Pria itu hak mu dari awal…”

“Jadi, aku ke sana untuk mengambil hakku?” tanyaku, tidak bisa menahan senyum.

Li Zhi ikut tertawa di sampingku. “Benar, mengambil hak mu kembali. Ayolah, aku tidak suka melihat wajahmu yang muram. Siapa tahu, sepulang dari China, aku bisa melihat senyummu yang dulu…”

Pemikiran yang bagus.

“Oke, aku suka ide itu,” jawabku menyetujui. “Tapi, bagaimana kalau ternyata semuanya sia-sia?”

“Tidak akan ada yang sia-sia selama kita telah berusaha. Kalau kau hanya diam di sini, muram, dan menangis sepanjang hari, itu baru sia-sia…”

Sekali lagi, pemikiran yang bagus. Kurasa aku semakin menyukai sahabatku ini sekarang.

“Baiklah, aku ikut…”

Li Zhi menghembuskan nafas lega dan tersenyum. “Bagus, itu baru Jae Shi yang kukenal. Dan siapkan buku tanda tanganmu, siapa tahu kita bisa bertemu banyak artis di sana…” tawanya.



--Li Zhi, Seoul, 2009--

“Kau tidak apa-apa?” Tanya Jae Shi cemas. Kami berjalan memasuki gerbang kedatangan. Beberapa jam duduk di dalam pesawat sungguh melelahkan.

“Tentu saja. Aku baik-baik saja, kok..” jawabku sambil tersenyum.

Aku sangat senang bisa kembali ke China, dan bertemu Ji Ro. Tetapi, di dalamnya terdapat konsekuensi lain. Kembali ke China berarti siap menghadapi pers, siap diekspos, siap dibicarakan para gadis yang cemburu di jalan.

“Kau memikirkan para fans Ji Ro, ya?” Seperti biasanya, Jae Shi selalu peka terhadap pikiran orang lain, salah satu hal yang kusukai darinya.
“Terlihat jelas, ya?” tanyaku, berusaha tersenyum. Tapi, wajahku malah terasa kaku.

“Kau terlihat gugup…” tukas Jae Shi jujur. “Tapi, kurasa bertemu dengan Ji Ro bisa membantumu menghapus sebagian rasa gugup itu…”

“Ya, kau benar…”

Aku rela dihantui pers seumur hidup asalkan bisa bersama Ji ro. Bersamanya aku bisa menjadi diriku sendiri, dan walaupun ia terkenal, ia tidak pernah menyombongkan dirinya di depanku. Bahkan, ketika aku berada di sampingnya, ia nyaris tidak pernah memalingkan wajahnya, membuatku kadang merasa luar biasa jengah dan gugup.


“Itu dia!” seruku sambil menunjuk sebuah papan yang terayun-ayun di depan lautan manusia.

Di papan itu ditulis satu kata yang menghubungkan kami berdua. ICHIRO. Karena aku sangat menyukai strawberry (dalam bahasa Jepang, ichigo) dan Jiro selalu memanggilku Ichigo ketika kami hanya berduaan. Kami sudah menetapkan untuk menamakan anak lelaki kami Ichiro.

“Romantis,” puji Jae Shi tulus sambil mengamati papan yang dipenuhi gambar hati berwarna pink, warna kesukaanku.

(dialog dengan tanda * berarti berbahasa mandarin)

*“Hai, aku sangat merindukanmu” Ji Ro langsung memelukku begitu aku dan Jae Shi tiba di hadapannya.

*”Aku juga…” ujarku. Kami melepaskan pelukan, dan kuulurkan tanganku kea rah Jae Shi. “*Kenalkan, sahabat pertamaku di Korea, selain sepupuku, tentu saja, namanya Park Jae Shi…”

“Hello, Miss Park…” ujar Ji Ro dalam bahasa Inggris.

“*Jae Shi saja. Aku bisa bahasa Mandarin sedikit…”

“*Oh, wow,” hanya itu tanggapan Ji Ro. Ia lantas mengedipkan mata padaku. “*Pantas saja ia jadi teman pertamamu… Biar kutebak, cuma dia yang memahami bahasa mandarin di kelas?”

“*Tepat,” balasku sambil tertawa. “*Aku tidak merepotkanmu, kan? Aku bisa minta dijemput keluargaku tentu saja…”

“*Tidak, akulah yang harus melihatmu pertama kali saat menginjakkan kaki di sini…” ia memeluk pinggangku cepat. “*Dan kebetulan yang luar biasa, karena tepat saat liburan berakhir, dan tur di China selesai, aku juga pulang ke Taiwan…”

“*Horeee…” seruku senang. “*Jadi, kita bisa bersama?”

“*Tentu saja…” jawab Ji Ro sambil mencubit hidungku dan tertawa. “*Loh, di mana temanmu?”

Dengan panik kuedarkan pandangan ke sekeliling ruang tunggu yang penuh sesak. Jae Shi berada tidak jauh dari kami. Ia jatuh terduduk, dan di depannya ada seorang pemuda yang membantunya berdiri.

“Kau tidak apa-apa?” tanyaku dalam bahasa Korea ke Jae Shi.

Pemuda yang membantu Jae Shi menarik tangannya. Bisa kulihat ia terdiam sejenak dan mengangkat wajahnya bingung.

“Tidak apa-apa…” Jae Shi berdiri dan menundukkan kepala dengan canggung. “*Maaf, aku memang sering ceroboh. Tidak sengaja jatuh dan menabrakmu…”

“Tidak apa-apa. Kau bisa bahasa Korea?” Tanya cowok itu kagum. “Dan mandarin juga?”

Kali ini giliranku dan Jae Shi yang terkejut saat menyadari wajah di balik topi itu begitu familiar.

“Masa sih?” ujar Jae Shi bingung. “Apa ini memang benar dia?” bisiknya di dekatku.

Aku masih terdiam dan mengamati sorot wajah di depanku. “Kurasa benar dia…” gumamku.

“Mu-mungkin aku salah, tapi.. apa kau Han Geng?” Tanya Jae Shi dengan ragu.

Cowok itu menatapnya kaget dan sejenak mengangguk ragu. “Kalian mengenaliku?” tanyanya.

Tidak mungkin ada gadis Korea yang tidak tahu mengenai Super Junior.

“*Han Geng?” suara Ji Ro dari belakangku membuatku semakin terkejut. “*Astaga, jadi kaulah orangnya…”

“*Eh, kau mengenalnya juga?” kali ini rasa terkejut semakin besar melandaku. Kenapa Ji Ro juga bisa mengenal Han Geng?

-to be continued-

Tidak ada komentar: