TRY MY LOVE 17
July 3, 2011 at 11:02am
TRY MY LOVEChapter 17
Cast:
Author (Jesica) as Park Jae Shi
Han Geng as himself
Wei Li Zhi as herself
Ji Ro Wang
Kim Ri Na
Dennies Oh
Shi Won
Park Dae Jia
Kim Nam Gil
Lee Yoo Hee
―Park Jae Shi, Karaoke Lounge, 2010―
“Kau membuntuti aku dan Han Geng?” Kak Dennies menampilkan senyumannya tanpa terlihat bersalah sedikitpun. “Sejak kapan?”
“Agak terlalu berlebihan kalau dibilang membuntuti. Hanya kebetulan melihatmu masuk kemari pada saat aku sedang jalan-jalan sendirian di Mall tadi…” jawabnya, tersenyum.
“Begitu…” Baiklah, mungkin aku agak terlalu kasar tadi. Biar bagaimana pun, sejak dulu Kak Dennies selalu saja mencemaskanku secara berlebihan. “Maaf… aku sudah berprasangka buruk…”
“Kau haus?” ia menyodorkan sebotol teh merek kesukaanku. Matanya menyipit memandang ruangan di belakangku. “Dulu kita juga sering bernyanyi bersama ya…” kenangnya.
“Ya…” Kuputuskan untuk sedikit mengalah padanya. Aku malas bertengkar dengannya setiap kali bertemu. “Terima kasih, ya… Aku masuk dulu. Yang lainnya menungguku…”
“Apa aku tidak bisa bergabung?” tanyanya sambil tersenyum jahil. Ia menatapku sekilas lalu mengangkat kedua tangannya. “Baiklah, aku tidak akan minta macam-macam. Bersenang-senanglah. Hanya saja… aku mau tanya satu hal padamu…”
“Apa?”
“Hari itu… kenapa kau tidak langsung menolak saat aku menciummu di bus?” tanyanya sambil menatap mataku dalam-dalam. “Kau memanfaatkanku?”
Deg!
Dia benar. Aku tidak langsung menolak saat itu.
Kak Dennies benar.
Kenapa?
Karena saat itu, aku memanfaatkannya.
Aku tidak mau dua gadis itu melihatku.
Dan karena itu, aku memanfaatkan Kak Dennies.
Sejenak, udara terasa membeku di sekitarku.
“Aku tidak mau membicarakan masalah itu lagi…”
“Karena aku benar, bukan? Kau tidak langsung menolakku… Ya, aku ingat jelas setiap kejadiannya…”
“Apa yang kalian bicarakan?”
Dengan terkejut, kubalikkan tubuhku, memandang ke asal suara itu. Sejak kapan ada Han Geng di sana? Apa ia mendengarnya?
“Han Geng…”
“Oh, Jae Shi tidak cerita padamu?” Kak Dennies tersenyum masam sambil memandangku. “Ada fans mu yang mengejeknya. Aku hanya membantu Jae Shi untuk tidak dikenali dua gadis itu…”
“Dengan menciumnya?” Suara Han Geng terdengar berat dan dalam. Rasanya aku bahkan tidak mampu mengangkat kepalaku.
“Baiklah, mungkin kalian bisa bicara berdua. Yang pasti, Jae Shi, kau memanfaatkanku atau tidak, aku tidak menyesalinya. Aku senang bisa berada di sana waktu itu…”
“Hentikan…” kututup telingaku dengan kedua tanganku.
“Dan aku juga membantumu supaya tidak jatuh dari bus…” ia berjalan pergi sambil setengah melambai.
Han Geng ada di belakangku. Dan bahkan kepalaku tidak bisa kutolehkan untuk menatapnya. Bisa kurasakan tatapannya dalam menembusku sekarang, dengan pandangan yang menyelidikiku.
“Ada fansku yang menghinamu?” tanyanya. Suaranya terdengar lembut. “Karena itu kau tidak percaya diri bersamaku?”
“Maaf, Han Geng…”
“Apa yang dia katakan benar? Apa ada yang luka? Katanya kau hampir jatuh dari bus…” Han Geng memelukku dari belakang. Jantungku hampir copot dari tempatnya.
Kenapa ia masih bisa berlaku selembut ini padaku?
“Jelaskan saja padaku. Aku mau mendengar cerita itu dari sudut pandangmu…”
“Aku…”
“Hei! Kalian berdua lama sekali! Sekarang sudah giliranmu, nih!” Eun Hyuk menjulurkan kepalanya dari pintu dan menarik Han Geng masuk. Ia melepaskan pelukannya dariku. Dengan kepala tertunduk, aku mengekor mengikutinya masuk.
Suara Han Geng terdengar lirih saat menyanyikan Forever Love. Rasanya sebagian hatiku ikut pedih mendengar lagu itu.
Mencintaimu bukan karena kecantikanmu.
Pelan, air mata menetes dari sudut mataku, namun dengan cepat kuhapus air mata itu. Otakku kembali memutar peristiwa hari itu. Kak Dennies benar. Sekalipun tidak mau mengakuinya, aku memang memanfaatkannya dalam momen yang singkat itu. Di luar kesadaranku, aku memanfaatkannya.
Kalau tidak, mengapa aku bisa menunggu sampai dua gadis itu pergi, baru memintanya melepaskanku? Apa yang kupikirkan saat itu? Bukan maksudku untuk menghianati Han Geng. Tapi, yang terpikir saat itu adalah bagaimana caranya agar dua gadis itu tidak mengenaliku. Dan entah mengapa Kak Dennies adalah satu-satunya jalan saat itu.
Bagaimana mungkin aku lebih memilih egoku daripada perasaan Han Geng?
“Jae Shi! Giliranmu, bukan?” Dae Jia menepuk pundakku pelan, menyadarkanku dari lamunanku.
“Oh, eh, iya…” setengah kacau, kuraih mic yang diserahkan Han Geng padaku.
“Kau tidak apa-apa?” Tanya Han Geng, masih sama lembutnya.
Perasaan bersalah semakin menusukku. “Tidak apa-apa…” jawabku, ragu akan diriku sendiri.
Alunan lirik yang kunyanyikan perlahan membawaku kembali ke masa lalu. Saat pertama kali aku bertemu dengannya. Menjaga jarak dengannya, dan semua caranya yang luar biasa untuk membantuku di Bei Jing.
Aku menyukaimu.
Sangat menyukaimu sampai terkadang hati ini terasa sakit dan galau.
Aku menyukaimu.
Sampai terkadang ketakutan merambah hatiku, mengingat jarak seringkali memisahkan kita.
Dan rasa tidak percaya diri kerap mengurungku dan di saat itu, aku berharap ada kau bersamaku.
Tetapi, kenapa aku justru sering merasa lemah tanpamu? Karena keberadaanmu, kadang kala aku merasa kuat. Dan di satu sisi, merasa tidak yakin. Mengapa perasaanku menjadi begini rumit? Ternyata memang suatu hubungan tidak cukup dipertahankan hanya dengan rasa cinta.
“Aku tidak bisa…” gumamku, menggeleng, menghentikan nyanyianku di tengah-tengah. “Maaf, aku pulang saja…” dengan gemetar kutinggalkan tempatku berdiri dan menyambar tasku, berlari keluar dari pintu.
“Jae Shi!” Han Geng mengejarku dan menangkap lenganku. “Ada apa? Kau merasa tidak enak badan?”
“Kenapa kau masih begini baik padaku?” tanyaku dengan kepala tertunduk. Hatiku terasa diremas oleh kebaikannya. “Padahal memang benar, aku berciuman dengan cowok lain…”
“Jae Shi, tatap mataku…” ia mengangkat daguku dan memaksa mataku menatapnya. “Sudah kubilang, aku mau mendengar semuanya…”
“Bagaimana kalau itu benar?” Kalimat berhamburan keluar dari bibirku. “Aku tidak kuat mendengar gadis-gadis itu mencemoohku, mengatakan kalau aku menjatuhkan pamormu. Dan saat itu, aku memilih egoku. Kak Dennies menciumku, dan aku membiarkannya!”
“Kenapa?” Tanya Han Geng lagi. Tatapannya masih terlihat sabar.
“Karena aku melihatnya sebagai jalan untuk menyelamatkan egoku! Tidakkah aku egois? Mustinya kau marah padaku. Salahkan saja aku…” kupukuli dadanya, merasa kesal dengan diriku sendiri. “Kalau kau sebaik ini, rasanya perasaanku semakin tidak karuan…”
“Tidak egois. Tentu saja tidak. Kau hanya terlalu terguncang sampai tidak bisa mendorong pria itu menjauh. Bukankah kalau kau mendorongnya saat mereka ada di situ, kau akan dicemooh semakin parah? Kau tidak memanfaatkannya. Kau tidak egois. Kau hanya berpikir logis…”
“Huhuhu…” Han Geng mendorong kepalaku menyender di dadanya perlahan. “Kenapa kau malah membelaku…”
“Karena memang begitu kenyataannya…”
“Maaf ya…” tangisku meledak lagi di dadanya. Aku menyukainya. Sangat menyukainya. Ini hanya salah satu kebaikannya yang menghangatkan hatiku. “Tapi seharusnya memang aku lebih memilih mendorongnya, kan…”
“Kau mana bisa melawan seorang pria?” tanyanya, membuatku mendongak memandangnya. Wajahnya terlihat buram oleh air mata. “Astaga, kau lucu sekali dengan hidung memerah begini…” ia menyeka air mataku dengan kaosnya. Dan disentuhnya sudut bibirku dengan jemarinya. “Pantas bibirmu luka…” ia mengusapnya pelan.
“Aku seharusnya bisa mendorongnya…” ujarku sambil menggigit bibir supaya tidak menangis.
“Oh ya?” Han Geng mendorongku merapat ke tembok sementara ia memandangi bibirku terus. “Coba kau lepaskan dirimu dariku…”
“Eh…”
Belum sempat menjawab, bibirnya keburu membungkamku dengan ciuman. Awalnya lembut, namun perlahan semakin menuntut. Kakiku terasa lemas di tempatku berdiri. Bagaimana caraku bisa melepaskan diri?
“Ng… Geng…”
Kucoba menggerakkan lenganku yang ditahannya di dinding. Tidak bergeser sedikit pun. Sementara itu, ia membuka mulutku dengan lidahnya, membuatku berseru kaget.
“Ayo… katamu bisa mendorongku?” sambil berbisik pelan, diteruskannya tekanan yang menuntut itu.
Aku kehabisan nafas.
“Jae Shi!” dengan terkejut, Han Geng langsung menahan bahuku begitu aku merosot di dinding. Lengan Han Geng yang menyanggaku terasa kuat dan membantuku memperbaiki posisiku berdiri.
“Aku tidak bisa berdiri…” gumamku, terengah-engah dan malu.
“Apakah aku pencium yang baik?” tanyanya, berbisik dengan suara berat yang menggoda di telingaku. Aku tidak bisa menjawabnya. “Dan aku benar, kau tidak bisa mengalahkan tenaga pria, bukan?”
“Ya…” angguku, setuju. Wajahku terasa panas luar biasa.
Walaupun efek ciumannya masih terasa mengejutkan sampai sekarang, pria ini membuatku merasa lebih baik. Mungkin Han Geng benar, aku berpikir logis saat itu dengan tidak mendorongnya untuk mencegah masalah. Dan untuk satu hal, memang benar aku tidak dapat mengalahkan tenaga pria.
Diam-diam aku berharap apa yang Han Geng pikirkan tentangku benar. Mungkinkah ia lebih mengenali diriku daripada aku sendiri?
“Tapi, walaupun tidak marah padamu, aku marah padanya…. Dan pada diriku sendiri. Ia membantumu supaya tidak jatuh, kan?” Han Geng berbisik pelan sambil membantuku duduk di salah satu kursi yang tersedia di lounge. “Dan aku cemburu…” akunya malu.
“Han Geng…” tanganku pelan menyentuh rambutnya saat kepalanya tertunduk malu di kursi.
“Dan barusan aku agak lepas kontrol…” Bisa kulihat telinganya memerah. “Padahal sudah kuputuskan untuk tidak terburu-buru ketika pacaran denganmu….”
“Aku merusak semuanya…” gumamku. “Aku jadi merasa tidak enak pada yang lain. Aku sudah merusak suasana. Padahal tadi menyenangkan sekali…”
“Suaramu saat menyanyikan lagu Joo terdengar bagus. Aku bisa mendengar Dae Jia dan Hea In memujimu tadi. Bahkan Hea In merencanakan duet dan membentuk grup nyanyi bersamamu…”
“Astaga. Itu kan berlebihan…” pikirku, menutupi pipiku yang terasa panas dengan tanganku.
“Apakah perasaanku tersampaikan, tadi?” Tanya Han Geng, menatap mataku dalam-dalam. “Aku sengaja memilih lagu itu juga untukmu, Jae Shi…”
Aku mengangguk dan tersenyum menatapnya. Ponselku kembali bergetar. Kali ini Li Zhi yang meneleponku.
“Ya, ada apa Li Zhi?”
“Sebenarnya aku mau bicara padamu. Kau di mana?”
“Sekarang? Ngg… bersama Han Geng di tempat karaoke…”
“Oh… Kalau begitu, lain kali saja…” ujar Li Zhi buru-buru. “Aku tidak mau mengganggu….”
“Eh, tapi…”
TUUT-TUUT-TUUTT…..
“Kenapa Li Zhi?” Han Geng memandang wajahku yang terpaku menatap layar ponselku.
“Entahlah. Dia bilang mau cerita padaku, tapi karena aku sedang bersamamu, ia langsung mematikannya. Aneh sekali, tidak seperti Li Zhi yang biasanya…”
“Kalau begitu, pulang nanti kau harus meneleponnya…” Han Geng tersenyum menasehatiku. “Nah, kita masuk lagi saja ke dalam…”
“Tapi… tadi itu memalukan sekali…” tolakku.
“Tidak apa-apa…”
Kadang kala susah juga membantah Han Geng.
Begitu pintu ruangan terbuka, yang terdengar adalah suara Eun hyuk yang menyanyi dengan penuh semangat. Dan ia mengakhiri lagunya dengan kalimat khasnya. “Shin Woo!! Aku mencintaimu!!!” seru Eun hyuk keras-keras di mic. Shin Woo yang duduk di kursi terlihat menahan malu dengan wajah merah padam.
“Hai, selamat datang kembali!” sambut yang lainnya gembira.
“Ayo Jae Shi, duduk di sebelahku. Kau harus duet denganku! Barangkali kita bisa mengalahkan Super Junior!” seru Hea In bersemangat.
“Maaf, aku merusak suasana…” ujarku menunduk malu.
“Tidak apa kok! Sudahlah, jangan terlalu serius begitu! Setelah Hea In, ayo bernyanyi bersamaku!” ajak Dae Jia penuh semangat.
“Apa-apaan kalian, masa memonopoli pacarku. Jae Shi kan mau bernyanyi bersamaku…” ujarnya memprotes, disambut dengan tawa dariku.
Akhirnya setelah bernyanyi bersama Hea In, aku juga bernyanyi bersama Dae Jia dan Shin Woo. Menyenangkan sekali. Terutama, ketika pada bagian akhir Dong Hae, Eun Hyuk, Shi Won, dan Han Geng bersama-sama menyanyikan lagu “U” dalam versi Korea dan Mandarin. Mereka benar-benar keren!
―Park Jae Shi, Park’s House, 2010―
“Sudah sampai. Kuharap Papamu tidak marah kau pulang jam segini…” Han Geng melirik jam tangannya. Sekarang baru pukul enam lewat sepuluh.
“Kurasa tidak apa-apa…”
“Ahhh… aku harus segera menghapus pemikiran negatif Papamu tentangku…” ia menyenderkan kepalanya di bahuku. “Kurasa Beliau agak tidak menyukaiku…”
“Aku akan bicara pada Papaku…”
“Benarkah?” tanyanya dengan mata berbinar. “Ah, tidak. Aku yang harus bisa meyakinkannya… Bahwa aku pantas mendapatkanmu…”
“Kenapa kau begitu baik padaku, Han Geng? Rasanya aku jadi takut semua ini Cuma mimpi…”
“Harus. Supaya pacarku ini tidak lagi merasa tidak percaya diri di depanku…” ia menepuk kepalaku lembut. Kemudian, ia berjalan keluar dan membukakan pintu untukku. “Aku senang sekali hari ini, Jae Shi…”
“Aku juga…” ujarku. “Sampai jumpa lagi…”
“Secepatnya bukan? Kau jangan menolak lagi kalau kuajak kencan, ya?” ia memandangku dengan tatapan meminta kepastian.
“Kudengar kau sedang ada masalah dengan kontrakmu di SM. Semoga masalahmu cepat selesai…”
“Kalau aku bukan bagian Super Junior… Apakah kau akan kecewa?” di luar dugaan, Han Geng menatapku dalam-dalam sambil menanyakan hal itu.
“Kau ingin keluar?” tanyaku, kaget.
“Apa kau akan kecewa seandainya demikian? Sekarang situasinya sedang tidak menguntungkan untukku…”
“Aku akan mendukungmu…” jawabku. Aku sendiri terkejut mengapa aku bisa begitu mantap mengucapkannya. “Kau sudah mendukungku, aku juga akan mendukungmu. Aku bukannya menyukaimu karena kau anggota Super Junior. Aku…”
“Hm?”
“Tidak jadi deh. Memalukan…” kupalingkan wajahku karena malu.
“Ayolah, lanjutkan saja. Aku senang mendengarnya. Ia tersenyum sambil menatapku langsung ke mata.
“Aku menyukaimu karena kau Han Geng. Kau pria yang membantuku tanpa berpikir dua kali sewaktu kita bertemu di Bei Jing. Dan kau yang berhasil meyakinkanku kalau tidak semua pria itu seperti Kak Dennies. Walaupun waktu itu dengan Ri Na aku sempat tidak percaya padamu…”
“Intinya adalah…” cowok itu menggenggam tanganku dan tersenyum senang. “Kau menyukaiku, kan?”
“Ya…” anggukku, malu. “Nah, selamat malam…”
“Malam,” ia mengecup keningku ringan sebelum akhirnya memasuki mobilnya dan melaju dalam kegelapan malam.
Ya, aku akan mendukungnya.
Seandainya ia bukan lagi anggota Suju, aku akan tetap menyukainya.
Aku yakin itu.
“Mana pria itu? Apa dia tidak mengantarmu pulang?” Papaku menghentikan kegiatannya membaca Koran dan memandangku dari atas sampai bawah. “Kelihatannya dia tidak macam-macam. Syukurlah…”
“Papa, kenapa sih?” sambil memandang Papa, kuambil tempat di sofa sebelahnya dan duduk bersamanya. “Aku sayang Papa, tapi aku juga sayang sama Han Geng…”
“Kukira yang kau suka itu Dennies. Aku lebih memilih anak itu. Dia anak yang baik. Dan dia tumbuh dalam pengawasanku juga. Sedangkan anak itu sama sekali tidak kukenal…”
“Dia bukan ‘si anak itu’, Pa. Dia Han Geng. Dan sekarang ini dia pacarku….”
“Dia terlalu berlebihan untuk jadi pacarmu…” akhirnya Papaku menurunkan korannya dan melipatnya. “Dunia selebritis itu keras. Kau pasti akan tersangkut gossip kalau berhubungan dengannya…”
“Aku siap dengan risiko itu….” Maksudku, secepatnya aku akan menyiapkan diriku. Sedikit berbohong tidak apa kan?
“Kenapa kau keras kepala sekali, sih? Apa karena dia idolamu?”
“Ya! Dia memang idolaku! Tapi di samping itu, dia pria yang kupilih! Masa Papa tidak percaya sama seleraku! Mama saja mendukungku, kok…”
“Yah, Mama memang sudah bicara ke Papa…” Papa berdehem pendek sambil menatap ke samping.
“Pasti Mama setuju, kan?”
“Mamamu memang bilang sepertinya dia anak yang baik. Tapi kau tahu, Jae Shi. Dia selebritis. Pacaran dengannya akan membuat kehidupanmu terganggu dan terekspos ke publik. Apalagi sekarang dia sedang ada masalah kontrak kan dengan production housenya?”
“Astaga. Tidak kusangka Papa tahu juga soal itu…”
Papa berdehem malu. “Karena ini menyangkut putri Papa, mana bisa Papa tidak tahu apapun tentangnya. Apa dia sudah cerita soal itu padamu?”
“Sudah Pa…” jawabku, setengah membujuk .”Papa jangan terlalu keras padanya, ya? Papa kenapa malah memilih Kak Dennies? Kak Dennies malah menghianati ku dengan Ri Na dulu. Papa tidak tahu itu sih…”
“Masa sih?” Papa memandangku tidak percaya. “Kau mau membohongi Papa, ya?”
“Tidak kok! Benar deh!” dengan serius kutatap Papaku. “Dan waktu aku sedih, yang menolongku dan mengembalikan rasa percaya diriku adalah Han Geng! Jadi, Papa jangan terlalu galak padanya. Aku sangat menyukainya, Pa…”
“Hem…” Papaku menarik nafas dengan tidak sabar. “Biar Papa pikirkan dulu. Rasanya semuanya jadi rumit. Papa mau bicara pada Dennies kalau begitu…”
“Astaga! Untuk apa lagi Pa? Papa mau membuka luka lamaku? Aku dan Kak Dennies sudah mencoba dan gagal. Sekarang, yang ada di masa depanku itu Han Geng!”
“Sudahlah, Jae Shi. Sebaiknya biarkan Papamu berpikir dulu. Dari dulu kau tahu kan dia dekat dengan Dennies….” Entah sejak kapan Mama sudah berdiri di sebelah sofa Papa.
“Aku tahu, Ma. Tapi, kalau begini, tidak adil untuk Han Geng…”
“Mama akan membantu membujuknya. Oke?” Mama menyentuh pundakku lembut. “Apa kau sudah makan malam?”
“Sudah Ma…”
“Kalau begitu, istirahatlah…”
“Ya,” anggukku.
Setibanya di kamar, kuraih ponselku untuk menelepon Li Zhi. Namun ponselnya dimatikan. Kuputuskan untuk menelepon ke rumahnya. Yang mengangkat adalah seorang pria. “Kim Nam Gil di sini…”
Bisa kutebak, yang mengangkat adalah tunangan sepupunya Li Zhi. Aku pernah bertemu sekali dengannya waktu bermain ke rumah Li Zhi dulu. Orang itu sangat tampan dan berkharisma.
“Ah, selamat malam. Bisa saya berbicara dengan Li Zhi?”
“Li Zhi dan tunanganku, Yo Hee sedang berangkat ke bandara. Ada yang bisa disampaikan?” tanyanya ramah,
“Astaga. Kenapa? Ada masalah apa dengannya? Ini Park Jae Shi, temannya Li Zhi… Maaf saya lupa memperkenalkan diri tadi…”
“O… iya, Jae Shi yang itu, ya?”
Wah, dia masih mengingatku!
“Setahu saya, Yoo Hee sedang mengantar Li Zhi ke bandara. Sebentar lagi mungkin dia pulang. Ah, itu dia. Sebentar…” terdengar suara pelan dari seberang. “Temannya Li Zhi ingin bicara denganmu…”
“Ada apa? Bisa dibantu?” suara itu terdengar ramah di telingaku.
“Apakah Li Zhi sedang ada masalah? Tadinya ia menelepon saya, namun tiba-tiba mematikannya karena tahu saya sedang bersama pacar saya. Apakah masalahnya serius?”
“Oh… ini tentang pacarnya…”
“Ji Ro? Kenapa dengan Ji Ro?” tanyaku, mendadak merasa panik.
-to be continued-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar