TRY MY LOVE 7
April 4, 2011 at 4:32pm
TRY MY LOVE
Chapter 7
Cast:
Author (Jesica) as Park Jae Shi
Han Geng as himself
Wei Li Zhi as herself
Ji Ro Wang
Dennies Oh
Kim Ri Na
Jay Chow as himself
--Wei Li Zhi, Bei Jing, 2009—
Percakapan dengan tanda * berarti berbahasa mandarin.
“*Kalau kukatakan, sampai sekarang, aku masih menyukaimu, bagaimana?”
“*Eh?”
“*Li Zhi?” Kak Jay memiringkan kepala dan menatapku. “Kau dengar, kan?”
“*Maaf… aku.. aku lapar…” tukasku, mencoba mengalihkan pembicaraan. Aku tidak siap dengan serangan tiba-tiba semacam ini.
“*Baiklah, ayo kita makan saja…” ujar Kak Jay sambil tersenyum sabar.
Ia menarik tanganku, persis ketika kami masih kecil dan bertetangga dulu. Apakah tidak apa-apa, aku digandeng cowok selain Ji Ro? Karena Kak Jay hanya seperti kakak bagiku, mungkin tidak apa-apa.
“*Pesan apa?” tanyanya, memberikan buku menu padaku.
“*Eh, aku…” mataku tertuju kea rah lain. Di luar restoran, ada dua sosok yang sedang bertengkar. Kak Dennies dan Ri Na. sepertinya nafsu makanku sudah menguap. “*Aku.. tidak jadi makan…”
“*Eh? Kenapa?”
“*Aku mau kesana sebentar. Maaf, Kak…” sambil mengambil tasku, aku bangkit dan berjalan kelura. Setibanya di luar restoran, aku berusaha berjarak sedekat mungkin dengan dua orang itu dengan memposisikan diriku di tiang yang berada dekat mereka.
“Sudah kubilang, dari kemarin, kita harus bicara…” ujar Kak Dennies. Suaranya terdengar kesal.
“Dan sudah kujawab juga, tidak ada yang kusembunyikan, jadi tidak perlu seserius itu…” balas Ri Na.
“Jae Shi bilang dia tidak pernah menerima email dariku berisi pemberitahuan tentang pindahnya alamat emailku. Aku waktu itu ingat masih menyimpan email itu di draftku. Dan kau mengatakan sudah mengiriminya. Aku percaya padamu karena kulihat draftku kosong. Kau membohongiku?”
“Aku? Bukannya anak itu?”
“Dan foto itu? Untuk apa kau bilang pada Jae Shi soal kita sudah bertunangan?”
“Aku kan hanya ingin membalasnya…”
“Membalas? Apa? Untuk sesuatu yang tidak pernah ia lakukan? Kau yang mengirimiku email itu, kan? Email yang mengatakan kalau Jae Shi minta putus dariku. Ia bahkan tidak tahu aku mengganti alamat emailku. Mana mungkin ia bisa mengirimkan email semacam itu?”
“Dennies. Kau menuduhku?”
“Aku bertanya padamu. Dan bisa kupastikan, kau membohongiku… Aku kecewa padamu, Ri Na…”
“Lihat aku! Kenapa bisa!? Aku lebih cantik, lebih modis, kau lebih cocok untukku! Kenapa bisa kau malah memilih anak ingusan seperti itu?!”
Wah, percaya diri sekali dia…
“Aku tidak pernah menganggapnya anak kecil. Bagiku, ia terlihat lebih dewasa darimu. Aku tidak tahu, kebodohan apa yang kulakukan selama ini. Seharusnya aku tidak menyakiti Jae Shi seperti itu…”
Aku tidak perlu mendengar kelanjutannya. Pria itu sudah belajar banyak dari kesalahannya. Dan Ri Na sudah selayaknya mendapat malu. Perbuatannya benar-benar parah dan memalukan. Mengirim email yang meminta putus? Itu benar-benar cara licik.
“*Li Zhi…” panggil Kak Jay.
“*Sudah kuduga, kebenaran akan menang…” ujarku, membuat tanda victory dan tertawa.
“*Wah, aku tidak mengerti apa yang terjadi…” Kak Jay tersenyum dan mengekor di belakangku. “*Kuantar pulang? Kali ini tidak boleh menolak…” ujar Kak Jay sebelum aku sempat menggeleng. “*AKu tidak mau melihatmu dikerjai lagi oleh penggemar Ji Ro..”
“*Ah, rupanya Kak Jay menyadarinya juga?” ujarku, tertawa. “Itu santapan sehari-hari. Sekarang juga sudah tidak separah dulu, jadi sebenarnya tidak perlu khawatir…”
“*Aku tidak bisa tidak mencemaskanmu.. karena…” sebelum ia mengucapkan kelanjutannya, tanganku sudah keburu maju membekap mulutnya.
“*Jangan katakan…” pintaku. Jangan katakan karena kau menyukaiku. Aku tidak mau mendengar itu lagi. Aku tidak mau hubunganku dengan Kak Jay berubah. “*Maaf, Kak…”
“*Li Zhi…?”
Dari jauh, kulihat sosok Jae Shi berdiri di depan pintu rumah. Ia melihat Kak Jay dan dengan segera mengangguk sopan.
“*Kukenalkan, temanku, Park Jae Shi…”
“*Jae Shi saja…” ujar Jae Shi, mengulurkan tangannya cepat.
“*Jay…” ujar Kak Jay sambil tersenyum. “*Kalau begitu, aku pulang dulu, Li Zhi…” ia mengelus kepalaku sebelum beranjak pergi.
“*Ia pasti sangat menyukaimu…” komentar Jae Shi sambil tersenyum bingung. “*Kurasa Ji Ro lebih baik tidak tahu tentangnya…”
“*Ya, Ji Ro tidak perlu tahu. Lagipula, ia tidak lebih dari sosok kakak untukku. Mirip Kak Dennies, ia tetanggaku dulu…” jawabku seadanya.
Jae Shi hanya tersenyum dan mengangkat bahu. Bisa kulihat ia sebenarnya agak meragukan jawabanku tentang Kak Jay. Ia berjalan mendahuluiku ke kamar, menunjuk ke sudut kamar tempat sebuah dus tergeletak.
“Apa itu?” tanyaku.
Dus itu berwarna putih, dibungkus pita kuning dan ada sebuah kartu ucapan di atasnya. Kuangkat kartu itu. Tidak ada nama pengirim, hanya sebuah tulisan berkata. Aku ingin melihatmu memakainya.
“Siapa?” tanyaku, bingung. Jelas itu bukan tulisan tangan Ji Ro. Aku tidak mengenalinya.
--Park Jae Shi, Bei Jing, Wei’s House,2009--
“Kurir mengantarnya. Aku bisa mengenali tulisan itu. Dari Kak Dennies…” jawabku.
Li Zhi menatapku kaget. Mendadak, ruangan itu terasa hening dan sepi.
“Ya, Tuhan! Tidak kusangka ia bisa bergerak begitu cepat!” serunya sambil menutup mulut kaget.
Kutatap sahabatku itu dengan pandangan bingung. “Kau tahu? Dari mana? Apa maksudmu?”
“Sebenarnya, tadi aku menguping…” ia terdiam dan menghela nafas, “Baiklah, kebetulan bertemu mereka saat bersama Kak Jay tadi, jadi jangan menatapku seperti aku kurang kerjaan begitu.. Dan kemudian, aku mendengar mereka bertengkar…”
“Bertengkar?”
“Ya, dan tampaknya, yah, mereka putus…” sambung Li Zhi dengan entengnya. Kutatap Li Zhi dengan pandangan tidak percaya. “Sudah kukatakan, semuanya serba kebetulan… Aku tidak mengikuti mereka kok… hanya saja, mereka celah yang tepat untuk kabur dari Kak Jay.”
Lagi-lagi Li Zhi menutup mulutnya, sadar telah membocorkan informasinya yang sedari tadi ia tutupi dariku. “Oke, rahasiakan ya… aku tidak mau Ji Ro tahu…”
“Aku paham…” jawabku menyetujui. “Pasti soal penyerangan fans Ji Ro…”
“Jae Shi. Coba buka dus itu…” pinta Li Zhi dengan bersemangat.
Kami membuka dus itu dan sama-sama terkejut. Isinya mini dress hitam selutut yang dilengkapi gesper putih di bagian pinggangnya.
“Kelihatannya merek mahal…” ujar Li Zhi kagum. “Tampaknya ia benar-benar ingin berbaikan denganmu…”
“Aku tidak mungkin memakainya…” keluhku. Walaupun baju itu benar-benar keren dan menggoda untuk dicoba.
Li Zhi menatapku bingung, seolah apa yang kukatakan barusan sangat bodoh. “Kau ngawur,” tukasnya sambil tertawa. Ia mengangkat baju itu dan mengepaskannya di badanku. “Bagaimana mungkin dia bisa tahu ukuranmu? Ooh.. kurasa ia benar serius menyukaimu…”
“Li Zhi? Aku tidak mungkin memakai baju itu. Niatku untuk berbaikan akan terlihat. Dan aku juga akan dianggap materialistis…”
“DIa tidak menyertakan nama pengirim di kartunya, bukan?” Ketika kepalaku menggeleng, Li Zhi meneruskan. “Salahnya tidak menyertakan kartu itu. Kau harus memakai baju ini. Dan kemudian…”
“Kemudian dia akan merasa bangga karena aku mau memakainya…”
“Salah. Malah sebaliknya. Tapi, kau harus berkata begini…” Li Zhi membisikkan sebuah kalimat di telingaku. Dan kami tertawa bersama. “Sejak kapan kau jadi begini pintar?”
“Sejak kau jadi terlalu bodoh karena sibuk memikirkan pria yang tidak pantas kau cemaskan itu…” jawabnya sambil tersenyum dan mulai memilih baju juga.
Konser akan dilakukan besok, pada saat countdown tahun baru. Tiba-tiba dadaku dipenuhi debaran rasa tidak sabar yang menggebu-gebu.
--Park Jae Shi, Bei Jing Exhibition Centre, 2009--
“*Semangat ya!!” seru Li Zhi sambil memeluk Ji Ro di belakang panggung.
Ji Ro yang dimake up dan mengenakan pakaian konser sungguh berbeda dengan Ji Ro yang biasanya. Ia terlihat serius ketika bicara dengan Wu Zhun dan anggota Suju M. Mereka terlihat semakin kompak dari hari ke hari.
“*Selain kami, personel SHE juga akan tampil. Masih mau meminta tanda tangan?” tanya Ji Ro sambil tersenyum lebar.
“*Nanti saja. Seusai konser juga bisa…” jawabku sambil tertawa. Ji Ro memang selalu penuh perhatian.
“*Li Zhi. Aku sudah memuji kalau kau terlihat cantik belum?” tanya Ji Ro lagi. Li Zhi tertawa dan menggenggam tangan Ji Ro.
“*Sudah yang ketiga kalinya malam ini…” tukas Li Zhi sambil tertawa. Ia memang terlihat luar biasa malam ini. Mengenakan rok mini, sepatu bot, dan cardigan putih. Sekalipun bergaya tomboy, Li Zhi tetap terlihat menarik dan feminine.
“*Kalau keren? Sudah belum?” kali ini, ketika Li Zhi menggeleng, mereka bersama tertawa dan bergandengan lagi. “*Baik, doakan aku ya…”
“Jae Shi…” Han Geng datang dan menarikku ke arahnya, menjauh dari Li Zhi dan Ji Ro.
“Ada apa?”
“Seusai konser, ada yang ingin kukatakan padamu…” ujar Han Geng sambil tersenyum misterius. “Karena itu, kau harus menonton sampai selesai…”
“Ada apa? Baiklah, tentu saja!” jawabku.
Pria itu tersenyum dan menghilang ke balik layar panggung. Malam ini, untuk keperluan konser, ia juga tampak berbeda dari Han Geng yang biasa berada di sampingku. Dan jarak kami terasa jauh.
“Jadi? Apa kau sudah bertemu Kak Dennies? Atau mungkin Han Geng yang lebih dulu melancarkan aksinya?” tanya Li Zhi menggodaku.
“Hei Hei… Tidak ada apa-apa antara aku dan Han Geng… Dia orang yang sangat baik yang secara tidak sengaja terlibat. Itu saja…”
“Jadi kau mau menyangkal? Akui saja, kau tertarik juga kan, padanya?”
“Li Zhi? Dia kan artis…” ucapanku terhenti, menyadari wajah Li Zhi mengkeruh. “Maaf… maksudku adalah, aku tidak yakin Han Geng bisa sama sabarnya dengan Ji Ro…”
“Begitu?” tanya Li Zhi. Ia tersenyum memaklumi. “Aku ke sana sebentar, ada Kak Jay…” ujarnya. Lalu, ia segera saja menghilang di tengah kerumunan manusia.
“Kyaaa!!!!!!!! Fahrenheit!”
“Woaaa….!!!! Super Junior!”
“Kyaaa…. Itu Shi Wonn!! Henry!!!!”
“Donghaeeee!!!!!! Zhou Mii!!!! Han Geng!!!!”
“Astaga!! Itu ada KYu Hyun!!!”
Jeritan para fans timbul tenggelam, meramaikan keriuhan yang membahana di sekitar panggung. Sambil berjalan ke kursi VIP yang disediakan untukku, mataku mulai terbiasa dalam kegelapan yang diisi dengan cahaya dari light stick yang digerakkan pelan oleh para fans.
Tiga lagu dinyanyikan dengan indah oleh Fahrenheit, tiga lagu dinyanyikan dengan keren oleh Suju M, dan dua lagu sisanya dinyanyikan Suju M dan Fahrenheit berbarengan. Kolaborasi mereka menciptakan harmonisasi yang unik. Bahkan Fahrenheit ikut menarikan beberapa gerakan Suju M.
Begitu konser usai, aku bangkit dari kursiku. Astaga, kemana Li Zhi? Yang jelas, aku tidak mau ia dan Kak Jay-nya membuat masalah baru. Aku harus mencarinya dan kemudian bersama-sama, kami akan ke belakang panggung.
Pelan, kuputar nomor telepon Li Zhi. Ia menjawab, mengatakan kalau ia berada di dekat belakang panggung bersama KAk Jay. Astaga, memangnya tidak apa mereka berduaan di depan Ji Ro? Aku tahu kalau Ji Ro itu orangnya sabar, tapi kan… Dengan gugup, kupercepat langkahku menuju belakang panggung.
“Hei, Jae Shi… Sudah kuduga kau akan berada di sekitar area belakang panggung…” suara Kak Dennies terdengar di belakangku, membuatku memutar tubuh untuk menatapnya. “Kau memakainya? Baju dariku?”
Tiba-tiba di otakku terulang kembali kalimat dari Li Zhi.
“Salah. Malah sebaliknya. Tapi, kau harus berkata begini…”
“Oh ya? Dari Kakak? Maaf… kukira ini dari Han Geng… kalau saja aku tahu…” gumamku, sengaja tidak meneruskan kalimatku.
Bisa kulihat ekspresi senang memudar dari wajahnya. “Apa yang harus kulakukan agar kau memaafkanku?”
“Tidak ada sebenarnya…” Ia memandangku kaget. “Karena aku sudah memaafkanmu…”
“Kalau begitu, bisakah kau kembali padaku?”
Apakah aku masih menyukaimu? Apakah perasaan kita masih sama?
“Apakah perasaan Kakak masih sama padaku??”
“Jae Shi? Apa maksudmu, tentu saja…”
“Aku tidak yakin dengan perasaanku. Karena itu, biarkan aku memikirkannya…”
“Jae Shi?” ia meraih tanganku dan menggenggamnya. “Aku tahu aku membuatmu kecewa. Tapi… sekarang semuanya sudah jelas. Ri Na menghapus email itu dan mengatakan sudah mengirimkannya. Ia juga mengirimkan email yang mengatakan kalau kau minta putus dariku…”
Oh ya? Ri Na? Kenapa Li Zhi tidak cerita apapun padaku?
“Tapi, keadaan sudah jauh berubah…” jawabku. “Dan sekalipun menyukaimu, aku sudah tidak yakin, sanggup meneruskan hubungan ini denganmu. Masih ada kemungkinan munculnya Ri Na yang lain…”
“Jae Shi…” ia menarik dan menyentak tanganku, membuatku nyaris kehilangan keseimbangan. Dengan tangan yang satu, ia meraih pinggangku. “Akan kubuktikan. Aku memang masih menyukaimu…” ujarnya sambil menatap mataku dalam-dalam.
Kak Dennies mendekatkan wajahnya, membuatku merasa linglung di tempatku berdiri. “Jangan…” desisku, berusaha melepaskan diri. Tetapi ia tetap menatapku dengan tajam, tatapan yang membius. Wajahnya semakin dekat.
“Jangan mencium pasangan orang lain sembarangan…” ujar sebuah suara lain.
Sensasi yang hangat terasa di bibirku. Han Geng berdiri di belakangku, membekap mulutku dengan tangan kanannya, sementara tangan yang lain memegang bahuku.
“Kau lagi…” desis Kak Dennies, marah.
“Ya, memang inilah aku…” jawab Han Geng, tidak mau kalah.
-to be continued-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar