SING OUT LOUD,LOVE-SIDE STORY 2
February 28, 2012 at 9:36am
SING OUT LOUD,LOVE-SIDE STORY 2
SIDE STORY 2
Cast :
Adriana Wijaya as Lee Ha-na
Heo Young Saeng
—Lee Ha Na, Apartment, Seoul, March 2011—
“Kau tidak kedinginan? Pakai saja syalku…”
Aku mendesah sambil menatap syal putih bergaris-garis hitam yang kugantung di samping lemari pakaianku. Pelan tanganku terulur untuk menyentuh syal itu. “Apa kau sudah melupakan syalmu sendiri?” tanyaku setengah menggumam.
Aku tidak bisa melupakan kejadian hari itu. Setiap kali memandang syal itu, aku akan mengingatnya. Setiap kali melihat pria itu, aku akan mengingatnya. Setiap kali melihat tanganku sendiri, aku akan mengingat bagaimana ia menggandeng tanganku.
“Dasar bodoh…” kumasukkan syal itu ke dalam kantong kertas bergaris-garis. “Kalau kukembalikan, bagaimana reaksinya?” sambil berpikir, pelan-pelan kuhela nafasku.
Siang itu, harapanku kembali padam. Buyar begitu saja. Pria itu lagi-lagi menghilang seperti angin pada saat jam istirahat tiba.
“Ke mana dia?’ tanyaku sambil memandang sekeliling.
“Dia sedang ada urusan.” Jawab Jung-min sambil menatapku lama. Matanya terlihat jahil seperti biasa. “Kenapa tidak mencariku? Tidak rindu padaku?” tanyanya sambil mengedipkan sebelah mata. “Kau tahu aku selalu ada waktu untukmu…” tanpa ragu tangannya berpindah ke bahu untuk merangkulku.
“Terima kasih banyak,” jawabku sambil tersenyum manis. Secepat itu pula kusingkirkan tangannya halus, tepat ketika mata Lee-ah menatapku dan tersenyum penuh arti. Haahh… kemana pria itu di saat aku ingin melihatnya?
—Heo Young Saeng, DSP Entertainment, March 2011—
“Apa ada yang mencariku tadi?”
Manajerku mengangguk sementara tangannya masih sibuk menelusuri tabby –nya. “Ada yang mau memakaimu sebagai bintang iklannya.” Ia menjelaskan sementara tangannya masih menatap benda di tangannya. “Persyaratannya lumayan.”
Kuputar bola mataku. “Tidak ada pekerjaan lagi kan, setelah ini? Apa aku boleh pulang duluan? Ada yang perlu kukerjakan…”
“Tidak masalah,” Akhirnya pria itu tersenyum dan mengangguk. “Jangan lupa besok ada pemotretan dan show case. Kulihat kau sering pergi akhir-akhir ini. Apa kau punya pacar?”
Aku hanya tersenyum simpul mendengar pertanyaannya. Pria itu tidak lagi mendesakku. “Aku tidak lupa. Tenang saja, aku akan muncul tepat waktu besok. Nah, sekarang aku pulang dulu…”
“Ah… hampir saja lupa…” Kakiku terhenti di pintu ketika mendengar pria itu mulai menggumam. ‘Sepertinya nona Ha-na mencarimu tadi…”
Ha-na? “Kenapa dengannya?” Kepalaku berputar terlalu cepat untuk merespon nama itu. Manajerku tersenyum penuh arti.
“Bukankah hanya kau yang tahu mengapa ia mencarimu?”
Aku menahan senyumku dan mengangguk. “Kuharap alasannya sama seperti alasan yang kupikirkan…” gumamku sambil berjalan pergi.
—Lee Ha Na, Apartment, Seoul, March 2011—
“Selamat pagi semuanya…” Kuletakkan tas di atas meja dan seketika itu mataku menatap sekaleng jus jeruk yang diletakkan di sana. Ada secarik kertas yang diletakkan di bawah kaleng itu. Tertulis: Untuk Ha-na. Hanya itu, namun perasaanku melambung bahagia. Jangan-jangan Young-saeng? Kuminum jus itu dengan perasaan gembira.
“Sudah kuduga, kau akan menyukainya…” ujar seseorang di belakangku. Mataku membelalak kaget saat melihat Jung-min memandangiku dengan senyuman lebar di wajahnya. “Ini… darimu?” tanyaku ragu. Melihat cowok itu mengangguk, seberkas rasa kecewa muncul di dadaku. Buru-buru kusingkirkan perasaan itu. “Thanks…” ujarku sambil berusaha tersenyum.
Dasar Ha-na bodoh… mungkinkah Young-saeng memang perhatian begitu padamu? Syalnya saja sudah jamuran di rumahmu! Omelku dalam hati.
“Hei….”Malam itu aku sudah hampir terlelap ketika tahu-tahu ponselku berbunyi. Peneleponnya ternyata Young-saeng. Mataku terasa berat saat kubuka. Jam menunjukkan pukul dua belas lewat dua menit.
“Ada apa?” tanyaku, suaraku terdengar malas-malasan. “Kau tahu hari ini jam berapa?”
“Ya, aku tahu. Bagaimana kalau kita kencan saja?” tanyanya. Kulirik kalenderku. Apa dia mau membohongiku? Lelucon satu April? April Mop? “Aku akan menunggumu di Restoran Perancis yang terletak di ujung jalan rumahmu. Kau tahu tempatnya. Jam tujuh pagi. Sarapan bersama. Bagaimana?”
“Terserah…” sahutku. Mataku terlalu mengantuk sampai aku sama sekali tidak kesal dengan upaya payahnya untuk membohongiku. “Aku mau tidur lagi…”
“Oke, selamat tidur…” KLIK.
Paginya, aku terbangun ketika jam dinding menunjukkan pukul enam pagi. Setengah menguap, kuamati wajahku yang tampak lelah. Tanggal satu April terlihat jelas di kalenderku ketika kutarik robek kertas tanggalan sebelumnya. “Lelucon yang menyebalkan…” Omelku pada ponselku. “Dasar Young-saeng bodoh…” gumamku kesal sambil mendelik. Ponselku yang malang menjadi sasaran kemarahanku. Biar saja!
Di kantor, para personel SS501 memulai aksi jahilnya seharian. Kecuali Young-saeng. Aku tidak melihatnya seharian. Kebohongan konyol seperti uang jatuh, ristleting terbuka menjadi salah satu kasus yang terjadi hampir seharian ini.
“Jadi? Kenapa aku tidak melihat Young-saeng?” tanyaku pada Hyun-joong.
“KEnapa? Kau merindukannya?”
“Jangan konyol…” ucapku sambil menarik nafas. “Kau tahu jelas maksudku. Aku mau marah padanya! Dia memberikan kebohongan yang… menyebalkan…”
Hyun-joong mengedikkan bahu dan memutar bola matanya. “Pagi-pagi dia sudah pergi… Katanya sudah ada janji dengan seseorang.” Wajah Hyun-joong berubah ketika ia pelan-pelan berpikir. “Maksudmu… dia juga bohong padaku? Wah, sialan!”
Kuhela nafas dengan kesal. Apa maunya cowok itu? Seharian kuhabiskan waktuku untuk memaksakan diri tertawa bersama Lee-ah. Hanya Tuhan yang tahu berapa kali ia dikerjai oleh Hyun-joong dan teman-temannya hari ini.
“SAmpai jumpa besok… Terima kasih untuk kerja kerasnya…” Setelah mengucapkan pamit dan membungkukkan badan, kuamati ruangan sekitar. Young-saeng belum tampak di manapun. Apa yang terjadi?
“Eh… Ha-na…” Lee-ah menyentuh lenganku perlahan. “Aku hanya penasaran satu hal. Tadi kau cerita padaku… tentang kebohongan Young-saeng padamu…” Mataku melotot dan Lee-ah tertawa kecil. “Aku tahu, tidak usah marah begitu. Aku hanya bilang apa yang kupikirkan. Terserah padamu mau mendengarku atau tidak…”
“Teruskan…” pintaku.
“Begini, bagaimana kalau seandainya pria itu tidak berbohong padamu?”
Satu pertanyaan itu menyentak kuat ke dalam otakku. “Kalau dia tidak berbohong…” lidahku mulai bicara. “Berarti… apa dia akan menungguku sampai sekarang?” tanyaku ragu.
Lee-ah menatap dalam ke mataku lalu mengangguk dan tersenyum lebar. “Pergilah, temui dia…”
Kusambar jaket dan tasku lalu berlari secepat kilat menuju lift. Jantungku berdebar keras di tempatnya. kalau dia tidak berbohong…. Kalau dia tidak berbohong… apakah dia masih menungguku? Apakah dia tidak akan marah padaku karena sudah menunggu begitu lama?
—Heo Young Saeng, DSP Entertainment, March 2011—
Apa dia masih belum datang? Jemariku bergerak gelisah di atas tuts piano. Pilihan hari yang buruk, sesalku. Jangan-jangan dia mengira aku… berbohong karena April Mop?
Tanganku bergerak menuju ponselku, hendak meneleponnya. Tidak-tidak… kuurungkan niatku dan kuletakkan lagi ponsel itu di meja. Aku bisa merusak semua ini kalau meneleponnya. Kutanamkan lagi harapan dalam dadaku. Ia akan datang, pasti.
BLAM!
Pintu terbuka dan seketika itu juga harapanku terjawab. Ha-na berdiri di depan pintu, memandang kaget ke arahku. Wajahnya pucat dan lelah, kelihatannya ia habis berlari ke sini. “Young-saeng!” serunya kaget. “Aku tidak percaya kau masih menungguku di sini! Dari jam tujuh pagi? Apa saja yang kau lakukan? Kenapa tidak meneleponku saja?!”
Sementara bibirnya masih mengomel, kutarik tangannya untuk duduk di salah satu kursi yang terletak di depan grand piano besar. “Kau sudah menungguku selama ini. tidak masalah bagiku untuk menunggu beberapa jam untukumu…”
“Apa…” Ia memiringkan kepalanya bingung. Matanya menatap sekeliling ruangan. “Kenapa tempat ini sepi sekali?” tanyanya.
“Aku membuat lagu ini untukmu…” ujarku sambil menekan nada-nada pertama. Untuk membuat lagu ini sempurna baginya, beberapa kali aku terpaksa pulang lebih cepat dari yang lainnya, bahkan kabur di saat istirahat makan siang tiba. Gadis itu terdiam dan menatapku ragu. “Kau akan tahu artinya setelah mendengarkan…”
Waktu adalah yang tersisa untuk kita
Selama ini kubiarkan kau menunggu
Dan kini kusesali itu
Tanganku terulur untuk meraihmu
Apakah sekarang kau melihatnya?
Bersamamu menghabiskan waktu
Bersamamu tertawa berdua
Entah sejak kapan menjadi anganku
Jawablah aku
Dan terimalah aku…
Ketika lagu selesai mengalun, gadis itu masih di sana. Tidak merespon. Kuangkat wajahku untuk memandangnya, dan seketika itu pula aku terkejut. Ha-na menangkup wajahnya dengan kedua tangan. Bahunya bergerak naik turun seiring tangisannya.
“Kukira… kau masih menyukai… Lee-ah…”
“Tidak…” Kuulurkan tanganku untuk menyentuh pundaknya. “Aku pasti bodoh sekali kalau selama ini tidak menyadari arti kehadiranmu di sisiku…” jawabku sambil meraihnya dalam pelukanku. “Aku menyukaimu, Aku menyukaimu. Lee-ha-na… jadilah kekasihku…”
Samar-samar, bisa kulihat kepala Ha-na mengangguk dalam temaram cahaya lampu restoran. Dan perlahan, bibir kami bertemu.
-selesai-
SIDE STORY 2
Cast :
Adriana Wijaya as Lee Ha-na
Heo Young Saeng
—Lee Ha Na, Apartment, Seoul, March 2011—
“Kau tidak kedinginan? Pakai saja syalku…”
Aku mendesah sambil menatap syal putih bergaris-garis hitam yang kugantung di samping lemari pakaianku. Pelan tanganku terulur untuk menyentuh syal itu. “Apa kau sudah melupakan syalmu sendiri?” tanyaku setengah menggumam.
Aku tidak bisa melupakan kejadian hari itu. Setiap kali memandang syal itu, aku akan mengingatnya. Setiap kali melihat pria itu, aku akan mengingatnya. Setiap kali melihat tanganku sendiri, aku akan mengingat bagaimana ia menggandeng tanganku.
“Dasar bodoh…” kumasukkan syal itu ke dalam kantong kertas bergaris-garis. “Kalau kukembalikan, bagaimana reaksinya?” sambil berpikir, pelan-pelan kuhela nafasku.
Siang itu, harapanku kembali padam. Buyar begitu saja. Pria itu lagi-lagi menghilang seperti angin pada saat jam istirahat tiba.
“Ke mana dia?’ tanyaku sambil memandang sekeliling.
“Dia sedang ada urusan.” Jawab Jung-min sambil menatapku lama. Matanya terlihat jahil seperti biasa. “Kenapa tidak mencariku? Tidak rindu padaku?” tanyanya sambil mengedipkan sebelah mata. “Kau tahu aku selalu ada waktu untukmu…” tanpa ragu tangannya berpindah ke bahu untuk merangkulku.
“Terima kasih banyak,” jawabku sambil tersenyum manis. Secepat itu pula kusingkirkan tangannya halus, tepat ketika mata Lee-ah menatapku dan tersenyum penuh arti. Haahh… kemana pria itu di saat aku ingin melihatnya?
—Heo Young Saeng, DSP Entertainment, March 2011—
“Apa ada yang mencariku tadi?”
Manajerku mengangguk sementara tangannya masih sibuk menelusuri tabby –nya. “Ada yang mau memakaimu sebagai bintang iklannya.” Ia menjelaskan sementara tangannya masih menatap benda di tangannya. “Persyaratannya lumayan.”
Kuputar bola mataku. “Tidak ada pekerjaan lagi kan, setelah ini? Apa aku boleh pulang duluan? Ada yang perlu kukerjakan…”
“Tidak masalah,” Akhirnya pria itu tersenyum dan mengangguk. “Jangan lupa besok ada pemotretan dan show case. Kulihat kau sering pergi akhir-akhir ini. Apa kau punya pacar?”
Aku hanya tersenyum simpul mendengar pertanyaannya. Pria itu tidak lagi mendesakku. “Aku tidak lupa. Tenang saja, aku akan muncul tepat waktu besok. Nah, sekarang aku pulang dulu…”
“Ah… hampir saja lupa…” Kakiku terhenti di pintu ketika mendengar pria itu mulai menggumam. ‘Sepertinya nona Ha-na mencarimu tadi…”
Ha-na? “Kenapa dengannya?” Kepalaku berputar terlalu cepat untuk merespon nama itu. Manajerku tersenyum penuh arti.
“Bukankah hanya kau yang tahu mengapa ia mencarimu?”
Aku menahan senyumku dan mengangguk. “Kuharap alasannya sama seperti alasan yang kupikirkan…” gumamku sambil berjalan pergi.
—Lee Ha Na, Apartment, Seoul, March 2011—
“Selamat pagi semuanya…” Kuletakkan tas di atas meja dan seketika itu mataku menatap sekaleng jus jeruk yang diletakkan di sana. Ada secarik kertas yang diletakkan di bawah kaleng itu. Tertulis: Untuk Ha-na. Hanya itu, namun perasaanku melambung bahagia. Jangan-jangan Young-saeng? Kuminum jus itu dengan perasaan gembira.
“Sudah kuduga, kau akan menyukainya…” ujar seseorang di belakangku. Mataku membelalak kaget saat melihat Jung-min memandangiku dengan senyuman lebar di wajahnya. “Ini… darimu?” tanyaku ragu. Melihat cowok itu mengangguk, seberkas rasa kecewa muncul di dadaku. Buru-buru kusingkirkan perasaan itu. “Thanks…” ujarku sambil berusaha tersenyum.
Dasar Ha-na bodoh… mungkinkah Young-saeng memang perhatian begitu padamu? Syalnya saja sudah jamuran di rumahmu! Omelku dalam hati.
“Hei….”Malam itu aku sudah hampir terlelap ketika tahu-tahu ponselku berbunyi. Peneleponnya ternyata Young-saeng. Mataku terasa berat saat kubuka. Jam menunjukkan pukul dua belas lewat dua menit.
“Ada apa?” tanyaku, suaraku terdengar malas-malasan. “Kau tahu hari ini jam berapa?”
“Ya, aku tahu. Bagaimana kalau kita kencan saja?” tanyanya. Kulirik kalenderku. Apa dia mau membohongiku? Lelucon satu April? April Mop? “Aku akan menunggumu di Restoran Perancis yang terletak di ujung jalan rumahmu. Kau tahu tempatnya. Jam tujuh pagi. Sarapan bersama. Bagaimana?”
“Terserah…” sahutku. Mataku terlalu mengantuk sampai aku sama sekali tidak kesal dengan upaya payahnya untuk membohongiku. “Aku mau tidur lagi…”
“Oke, selamat tidur…” KLIK.
Paginya, aku terbangun ketika jam dinding menunjukkan pukul enam pagi. Setengah menguap, kuamati wajahku yang tampak lelah. Tanggal satu April terlihat jelas di kalenderku ketika kutarik robek kertas tanggalan sebelumnya. “Lelucon yang menyebalkan…” Omelku pada ponselku. “Dasar Young-saeng bodoh…” gumamku kesal sambil mendelik. Ponselku yang malang menjadi sasaran kemarahanku. Biar saja!
Di kantor, para personel SS501 memulai aksi jahilnya seharian. Kecuali Young-saeng. Aku tidak melihatnya seharian. Kebohongan konyol seperti uang jatuh, ristleting terbuka menjadi salah satu kasus yang terjadi hampir seharian ini.
“Jadi? Kenapa aku tidak melihat Young-saeng?” tanyaku pada Hyun-joong.
“KEnapa? Kau merindukannya?”
“Jangan konyol…” ucapku sambil menarik nafas. “Kau tahu jelas maksudku. Aku mau marah padanya! Dia memberikan kebohongan yang… menyebalkan…”
Hyun-joong mengedikkan bahu dan memutar bola matanya. “Pagi-pagi dia sudah pergi… Katanya sudah ada janji dengan seseorang.” Wajah Hyun-joong berubah ketika ia pelan-pelan berpikir. “Maksudmu… dia juga bohong padaku? Wah, sialan!”
Kuhela nafas dengan kesal. Apa maunya cowok itu? Seharian kuhabiskan waktuku untuk memaksakan diri tertawa bersama Lee-ah. Hanya Tuhan yang tahu berapa kali ia dikerjai oleh Hyun-joong dan teman-temannya hari ini.
“SAmpai jumpa besok… Terima kasih untuk kerja kerasnya…” Setelah mengucapkan pamit dan membungkukkan badan, kuamati ruangan sekitar. Young-saeng belum tampak di manapun. Apa yang terjadi?
“Eh… Ha-na…” Lee-ah menyentuh lenganku perlahan. “Aku hanya penasaran satu hal. Tadi kau cerita padaku… tentang kebohongan Young-saeng padamu…” Mataku melotot dan Lee-ah tertawa kecil. “Aku tahu, tidak usah marah begitu. Aku hanya bilang apa yang kupikirkan. Terserah padamu mau mendengarku atau tidak…”
“Teruskan…” pintaku.
“Begini, bagaimana kalau seandainya pria itu tidak berbohong padamu?”
Satu pertanyaan itu menyentak kuat ke dalam otakku. “Kalau dia tidak berbohong…” lidahku mulai bicara. “Berarti… apa dia akan menungguku sampai sekarang?” tanyaku ragu.
Lee-ah menatap dalam ke mataku lalu mengangguk dan tersenyum lebar. “Pergilah, temui dia…”
Kusambar jaket dan tasku lalu berlari secepat kilat menuju lift. Jantungku berdebar keras di tempatnya. kalau dia tidak berbohong…. Kalau dia tidak berbohong… apakah dia masih menungguku? Apakah dia tidak akan marah padaku karena sudah menunggu begitu lama?
—Heo Young Saeng, DSP Entertainment, March 2011—
Apa dia masih belum datang? Jemariku bergerak gelisah di atas tuts piano. Pilihan hari yang buruk, sesalku. Jangan-jangan dia mengira aku… berbohong karena April Mop?
Tanganku bergerak menuju ponselku, hendak meneleponnya. Tidak-tidak… kuurungkan niatku dan kuletakkan lagi ponsel itu di meja. Aku bisa merusak semua ini kalau meneleponnya. Kutanamkan lagi harapan dalam dadaku. Ia akan datang, pasti.
BLAM!
Pintu terbuka dan seketika itu juga harapanku terjawab. Ha-na berdiri di depan pintu, memandang kaget ke arahku. Wajahnya pucat dan lelah, kelihatannya ia habis berlari ke sini. “Young-saeng!” serunya kaget. “Aku tidak percaya kau masih menungguku di sini! Dari jam tujuh pagi? Apa saja yang kau lakukan? Kenapa tidak meneleponku saja?!”
Sementara bibirnya masih mengomel, kutarik tangannya untuk duduk di salah satu kursi yang terletak di depan grand piano besar. “Kau sudah menungguku selama ini. tidak masalah bagiku untuk menunggu beberapa jam untukumu…”
“Apa…” Ia memiringkan kepalanya bingung. Matanya menatap sekeliling ruangan. “Kenapa tempat ini sepi sekali?” tanyanya.
“Aku membuat lagu ini untukmu…” ujarku sambil menekan nada-nada pertama. Untuk membuat lagu ini sempurna baginya, beberapa kali aku terpaksa pulang lebih cepat dari yang lainnya, bahkan kabur di saat istirahat makan siang tiba. Gadis itu terdiam dan menatapku ragu. “Kau akan tahu artinya setelah mendengarkan…”
Waktu adalah yang tersisa untuk kita
Selama ini kubiarkan kau menunggu
Dan kini kusesali itu
Tanganku terulur untuk meraihmu
Apakah sekarang kau melihatnya?
Bersamamu menghabiskan waktu
Bersamamu tertawa berdua
Entah sejak kapan menjadi anganku
Jawablah aku
Dan terimalah aku…
Ketika lagu selesai mengalun, gadis itu masih di sana. Tidak merespon. Kuangkat wajahku untuk memandangnya, dan seketika itu pula aku terkejut. Ha-na menangkup wajahnya dengan kedua tangan. Bahunya bergerak naik turun seiring tangisannya.
“Kukira… kau masih menyukai… Lee-ah…”
“Tidak…” Kuulurkan tanganku untuk menyentuh pundaknya. “Aku pasti bodoh sekali kalau selama ini tidak menyadari arti kehadiranmu di sisiku…” jawabku sambil meraihnya dalam pelukanku. “Aku menyukaimu, Aku menyukaimu. Lee-ha-na… jadilah kekasihku…”
Samar-samar, bisa kulihat kepala Ha-na mengangguk dalam temaram cahaya lampu restoran. Dan perlahan, bibir kami bertemu.
-selesai-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar