-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
NINTEENTH SCENE
*urutan dari kiri ke kanan: nama di QSD, nama asli, nama di FF)
Bidam: Kim Nam Gil (memakai nama asli di FF)
Deokman: Lee Yo Won (memakai nama asli di FF)
ChenMyeong: Park Ye Jin (Lee Ye Jin)
Kim Yong Soo : Park Jung Chul(nama asli): Jung Yong Soo (nama di FF)
San Tak: Kang Sung Pil (memakai nama asli di FF)
Wolya: Joo Sang Wook (memakai nama asli di FF)
Young Mishil: UEE: Kim Yoo Jin (Mishil legal daughter)
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
─Lee Yo Won, Seoul, 2008─
“Kau akan tinggal di rumahku!!” seru Yoo Jin tiba-tiba sambil menghambur masuk ke ruangan Kim Nam Gil.
Kim Nam Gil memandang ke arah Yoo jin, dan kemudian ke arahku dengan pandangan tidak percaya. ”Kau?! Mana mungkin aku tinggal di rumahmu!!”
Aku ikut memandang Yoo Jin dengan pandangan tidak percaya. Apa-apaan sih? Beberapa hari ini tingkahnya aneh. Kemarin tiba-tiba membanjiriku dengan begitu banyak pertanyaan tentang Kim Nam Gil, dan siang ini, tahu-tahu ia memulai pembicaraan kami dengan aneh.
”Yo won, sudah puas bicara dengan pacarku kan? Eh, kita ke rumah cowok itu yuk...”
“Ke rumah cowok mana? Pacarmu?” seingatku ia sudah biasa main ke rumah pacarnya, Kak Sang Wook.
“Bukan. Maksudku, Kim Nam Gil…” jawabnya sambil tersenyum polos. Aku memandangnya dengan tatapan kaget.
“Kim Nam Gil?” dengan terbata-bata, kulanjutkan kalimatku. ”Ada urusan apa dengannya? Kau mau beralih padanya?”
”Enak saja! aku masih sayang sama Kak Sang Wook tahu!!” jawabnya dengan pipi bersemu merah dan dengan jenaka ia memukul ringan bahuku. ”Jadi, ayo dong, aku cuma mau melihatnya saja kok...”
”Aku tidak tahu rumahnya...” jawabku malas. ”Ada urusan apa sih?”
”Ada deh,” jawabnya asal. ”Aku tahu kok, rumahnya... waktu kecil kan aku pernah ke sana dan diusir... Eh, kau tahu tidak, ia sejak kecil tampan loh...”
”Mana kutahu!” jawabku sengit. Otakku berputar, memang dulu waktu bertemu cowok itu di kafetaria, kayaknya Kim Nam Gil juga mengakui kejadian itu di masa kecilnya. Dan sampai sekarang aku tidak mengerti, kenapa ia bisa diusir. Lagipula, masa sudah diusir malah mau datang lagi? Memangnya kurang kerjaan?! Lagipula Kim Nam Gil kan sedang di rumah sakit...
”Jadi tidak mau menemaniku. Yo Won?” ia mulai memasang tampang memelas. Hentikan, aku tidak suka melihatnya.
”Hei, tidak mungkin tahu. Cowok itu sedang tidak di rumahnya, tapi di rumah sakit...”
”Apa?” Matanya membelalak kaget. ”Dimana? Dimana dia?!” tanyanya bertubi-tubi. Terpaksa aku menelepon Ye Jin, memintanya menanyakan pada Kak Yong Soo letak rumah sakit Kim Nam Gil.
Tidak berhenti sampai di sana, setelah mengetahui letak rumah sakit itu, ia terlibat pembicaraan lama di telepon, entah dengan siapa. Dan kemudian, ia mengajakku ke rumah sakit dengan sopirnya. Dan di sinilah aku berada sekarang. Memandangnya dengan tatapan bingung, dan dengan situasi seaneh ini, kurasa aku tahu satu hal. Aku menyesal membawanya ke sini.
─Kim Nam Gil, Seoul, 2008─
”Kau Yoo Jin kan?” tanyaku. Gadis itu mengangguk cepat, lalu tertawa dan memelukku. Aku sedikit kaget sampai terlambat menghindar.
”Mulai hari ini, kalau kau tinggal bersamaku, kita akan jadi adik kakak!!” serunya girang dan bergelayut di lengaku.
Kupandang Lee Yo Won, meminta penjelasannya, mengapa mengajak gadis ini kemari dan apa hubungannya denganku. Tetapi kulihat, Yo Won sama bingungnya denganku.
”Lepaskan dulu...” tukasku, lalu ia mundur dengan wajah polos. ”Sekarang jelaskan, apa maksudmu dengan jadi adik-kakak?” bahkan Sung Pil yang berada di sampingku ikut bingung.
”Dari tadi kau tidak bicara, Sung Pil?”
“Aku bingung, Yoo...”
“Nah, bisa kau buat aku mengerti, nona?” tanyaku menuntut.
“Kau bukan anak kandung mereka kan?” tanyanya tajam. Aku tersentak mundur. Yo Won memandangku dengan kaget. Ia lantas memandang Yoo Jin dengan tatapan marah.
”Kau bicara apa, Yoo Jin!!” bentak Yo Won. ”Kalau tahu begini, sekalipun memaksa, tidak akan kubawa kau ke sini!!” ia mulai mengomel sementara wajahnya terlihat pucat pasi.
”Teruskan,” perintahku.
Ia tersenyum sekilas, memamerkan lesung pipinya. ”Karena ada orang lai di sini, aku tidak bisa bicara banyak. Tapi. Sederhananya, aku adalah saudaramu, keluargamu...”
”Kalau kau berbohong...” kurasakan nada suaraku begitu dingin dan suaraku terdengar parau. ”Aku, tidak akan...”
”Kau tidak akan menyesali keputusanmu,” suaranya terdengar yakin. ”Pertama, ayo kita temui Mamaku dulu...”
”Siapa?” tanyaku, tidak yakin dengan pertanyaanku sendiri.
”Mamaku, orang yang punya hubungan darah denganmu...”
”Sebentar,” aku mengangkat tangan kananku, memintanya diam. ”Aku butuh waktu, oke? Jadi, akan kupikirkan. Tidak sekarang....”
”Oke, tidak sekarang,” ulangnya, lalu tersenyum maklum. ”Pintu rumahku terbuka untukmu, dan ini...” ia menyerahkan sebuah kartu nama ke tanganku.
”Go Hyun Jung?” tanyaku. “Ini kartu nama…?”
”Mamaku,” sahutnya. ”Hubungi ia begitu kau berubah pikiran. Atau kalau kau mau lebih dulu menemuiku, sebaiknya lewat Yo Won... Aku menunggu, Kak...” senyumnya terlihat tulus.
Aku tidak bisa menjawab apapun. Apakah aku harus menemui wanita yang secara tiba-tiba mengatakan aku anaknya, setelah belasan tahun membuangku? Sama sekali tidak ada memori apapun tentangnya di otakku.
”Yo Won...” entah kenapa bibirku bergerak begitu saja tanpa perintahku. ”Boleh kuminta nomor teleponmu?”
”Untuk apa?” tanyanya, sambil mengambil handphonenya dari saku celana jeansnya.
”Kurasa...aku akan membutuhkannya nanti...” jawabku asal.
”Berikan nomormu, dan akan kuberikan milikku...” jawabnya.
--to be continued--
Tidak ada komentar:
Posting Komentar