Senin, 03 Mei 2010

Fanfic The Future and the Past 11

-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
ELEVENTH SCENE
*urutan dari kiri ke kanan: nama di QSD, nama asli, nama di FF)
Bidam: Kim Nam Gil (memakai nama asli di FF)
ChenMyeong: Park Ye Jin (Lee Ye Jin)
Deokman: Lee Yo Won (memakai nama asli di FF)
Bakui: Jang Hee Woong (memakai nama asli di FF)
Park Jung Chul: Kim Yong Soo: Jung Yong Soo
San Tak: Kang Sung Pil (memakai nama asli di FF)
Ho Jae: Go Yoon Hoo (memakai nama asli di FF)
Young Mishil: UEE: Kim Yoo Jin (Mishil legal daughter)
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

─Kim Nam Gil, Seoul, 2008─

“Selamat pagi, yoo!!” sapa suara itu.

Aku tidak perlu bertanya siapa peneleponku itu, yang mau kutanyakan, adalah, “Kenapa kau harus membangunkanku jam segini?” erangku sambil berusaha membuka mata dan akhirnya duduk di tempat tidurku.

“Sekarang kan sudah jam 5, yoo!!” serunya. Suaranya tampak riang gembira.

Aaargh, jadi malas memarahinya. ”Memangnya kau biasa bangun jam segini?” tanyaku malas. Tanganku sibuk mengucek mataku. Hah! Sialan! Masa bodoh! Aku harus tidur satu jam lagi. ”Bangunkan aku jam 6!” gerutuku dan kumatikan ponselku dengan segera.

Sung Pil memenuhi janjinya. Dan kalau boleh kupuji, ia cukup tepat waktu melakukannya. Ponselku berbunyi tepat pukul enam, dan kali ini mataku tidak seberat tadi. Perasaanku juga jauh lebih nyaman. ”Ya, ada apa?” tanyaku.

”Aku harus bilang sebelum lupa, yo! Yeom Jong bilang ada festival olahraga di SMA West High, yo… dan kurasa ia bilang banyak gadis cantik di sana yo… Asyik, kan, yoo...”

”Terus apa hubungannya denganku?” tanyaku bingung. Rasanya si ’yoo and yoo and yoo’ ini mulai melucu padaku. Hhh...

“Kan banyak gadis cantik, di sana yoo... Apa kau tidak tertarik, yoo?” tanyanya polos. Rasanya detik itu juga aku ingin menjitaknya, tetapi kuurungkan niatku itu. sebaiknya sabar, untuk menghadapi orang sepolos ini.

”Tidak juga,” jawabku malas, kusibak gorden dan sambil berjalan ke arah kamar mandi, kuambil beberapa helai baju yang kelihatannya nyaman digunakan. ”Memangnya apa saja sih yang ada di festival itu selain gadis cantik?”

”Pertandingan basket dan lainnya...?”

”Tidak deh...” jawabku, benar-benar merasa tidak tertarik.

Sekumpulan anak SMA membuatku malas memikirkannya. Mereka belum benar-benar matang. Dan pemikiran mereka belum terlalu dewasa. Dan pertemuanku dengan anak SMA selalu berakhir dengan tidak menyenangkan, apalagi West High. Eh, tunggu, apa yang dia bilang tadi? West High? Apa aku tidak salah dengar?

”Oke deh, kalau begitu yoo...” ia bermaksud menutup teleponnya, namun sebelum itu, aku sudah berteriak memanggil namanya.

”Kang Sung Pil!!”

”Ya? Eh, ada apa yo?” tanyanya kaget.

”Kau bilang, ada festival olahraga dimana?” tanyaku cepat.

”Eeeh... West High...” jawabnya dengan nada mengambang. Seulas senyum terbentuk di bibirku.

”Kapan kau bisa menemaniku jalan-jalan di sana? Eh, tapi bukan hanya kita, aku juga akan mengajak teman-temanku...”

”Aku boleh ikut, yo? Sebagai teman?” tanyanya kaget, perasaan senangnya terlalu meluap-luap, sehingga dengan jelas bisa kurasakan walaupun mimik wajahnya tidak kulihat langsung.

”Ya,” jawabku sambil mengulum senyum. ”Sebagai teman...”

”Sabtu bagaimana?!” tanyanya seru sendiri. Aku tertawa dan menyanggupinya. Rasanya ia cukup berguna juga dan cukup menghibur, tentunya.

Begitu percakapanku dengan Sung Pil usai, dengan segera kutekan tombol-tombol ponselku dan melakukan conference call.

” Yoon Hoo, Hee Wong, Yong Soo, kalian ada waktu Sabtu ini? Aku ingin mengajak kalian ke West High, ada festival olahraga di sana dan katanya banyak gadis cantik di sana…”

“Oh ya? Baiklah, tentu saja!” jawab Yong Soo dan Yoon Hoo hampir bersamaan. Tidak sulit mengajak mereka, dua playboy yang tidak akan melewatkan kesempatan untuk bertemu gadis-gadis cantik dan muda.

“Halo? Hee Wong, kau bagaimana?” tanyaku bingung. Biasanya ia cukup menyukai keramaian semacam festival.

“Aku bingung, baru saja mau mengajakmu ke sana. Ji Hyun, pacarku juga mengajakku ke sana. Restoran miliknya diputuskan menangani konsumsi, jadi pasti aku akan membantunya.”

”Oh ya? Kebetulan yang aneh...” ujarku sambil menggumam. ”Jadi? Kau ikut?”

”Aku pasti ikut, Nam Gil, tapi mungkin tidak bisa jalan bareng kalian lama-lama... Aku harus membantu Ji Hyun...” jelasnya.

”Oke, tidak masalah. Kalau begitu kita sepakat, Sabtu pagi jam 9 kumpul di rumah Guru Jung, eh, maksudku, rumahmu Yong Soo...”

”Oke, tidak masalah,” jawabnya sambil tertawa. Ia sudah terbiasa dengan kalimatku. Entah kenapa aku memang lebih kentara memanggil Papanya dari namanya sendiri. Dan entah bagaimana, ia sudah memaklumi kebiasaan konyolku itu.


─Lee Yo Won, Seoul, 2008 ─

”Syukurlah semua beres,” ujarku sambil tersenyum menatap Ye Jin. Ia balas tersenyum dan mengangguk puas.

”Rasanya susah dipercaya, tugas kita selesai juga!” serunya sambil tertawa senang dan merenggangkan tangannya. Tanpa sengaja, tangannya memukul punggung seorang pria.

”Aduh!” pikirku sambil menutup mata. Ye Jin menatap ke belakangnya dengan mata terbelalak takut.

”Maaf, maafkan aku! Sungguh tidak sengaja...” dan kalimatnya terhenti begitu pria yang punggungnya tidak sengaja ia pukul itu berbalik.

Aku memandang Ye Jin dengan bingung. Kutatap dua orang yang saling bertatapan lama itu dengan bingung. Kalau kutaksir usianya, kelihatannya pria itu sekitar 20-an lebih atau kurang aku tidak tahu. Tetapi, jelas wajahnya tampan. Dan senyumnya terlihat baik.

”Sedang apa, Yong Soo?” tanya sebuah suara di belakangku. Aku menoleh ke belakang dan membelalak kaget. ”Kau!? Kenapa bisa di sini?” tanyaku kaget.

Cowok itu, Kim Nam Gil, menatapku dengan pandangan mengejek. ”Bukannya festival ini terbuka untuk umum?” tanyanya. Dengan terpaksa kutarik kedongkolanku. Tetapi, aneh, kenapa mataku tidak bisa kualihkan darinya?

”Lihat, aku beli karcis dan itu artinya boleh masuk bukan?” tanyanya sambil nyengir lebar. Aku tahu maksud cengirannya adalah untuk meledekku, tapi entah kenapa, aku menyukai cara bibirnya bergerak dan membentuk senyuman. Oke, kayaknya otakku sudah mulai rusak. Apa sih yang kupikirkan barusan?

”Kau sedang apa, Yong Soo?” tanyanya lagi. Dan pria yang dipanggil Yong Soo, yang baru saja kena pukulan ringan dari Ye Jin, tersentak kaget dan memandangnya, lalu tersenyum.

”Ooh, tidak sedang apa-apa...” ia tertawa dan beralih menatap Ye Jin. ”Aku tidak apa-apa,” senyumnya dan Ye Jin balas tersenyum ragu. ”Maaf, tadi aku tertarik dengan stand ini, jadi berjalan duluan...” ujarnya pada si cowok aneh, Kim Nam Gil.

”Oh, memang ini stand apa?” tanya si cowok aneh. Ia menatapku dengan pandangan memintaku menyingkir karena jelas-jelas aku menutupi pandangannya. Anehnya, kenapa kakiku jadi terasa kaku ya? Padahal matanya cuma menatapku sebentar.

”Hei, cewek barbar! Aku mau lihat apa isi stand ini…” ia menarik bahuku ke samping dan detik itu juga kurasakan debaran jantungku begitu kerasnya. Sampai seolah ada serangan listrik di dadaku.

Ia menatapku lama dan kami sama-sama terpaku. Dengan kesal ia menarik tangannya dan melihat display stand itu dari balik bahuku. ”Hanya stand minuman biasa...” jawabnya bingung. ”Apanya yang menarik?”

”Caramel coffee yoo...” jawab orang di samping Kim Nam Gil. Aku menatap cowok dengan wajah lugu itu dan tidak mampu menahan senyumku. Wajahnya lucu sekali. Dan kenapa ada tambahan ’yoo’ di kalimatnya, ya?

”Apa itu?” tanya Yong Soo dan seorang pria lainnya berbarengan. Cowok satu ini cukup tampan dan punya wajah yang khas. Heran, kenapa teman si cowok aneh punya penampilan oke semua ya? Walau harus kuakui, si cowok aneh-lah yang sepertinya memegang kendali. Ia seolah menjadi pusat dari keberadaan mereka di sini.

”Tampan ya,” ujar suara yang satu. ”Iya.” jawab lainnya. ”Mereka mencolok sekali ya...” sahut suara lainnya. ”Dan lihat! Gaya mereka oke banget!!”

Bisik-bisik yang sedari tadi tidak kudengar kini mulai terdengar jelas di telingaku. Tampaknya sedari tadi mereka sudah mulai berbisik. Entah kenapa, aku baru menyadarinya. Tampaknya sedari tadi aku terlalu terfokus pada si cowok aneh, padahal tidak biasanya aku begini. Aduh, kenapa sih tingkahku jadi aneh di depannya?

Pantas saja kalau kuperhatikan, beberapa siswi menatap ke arah sini dengan malu-malu. Dengan terpaksa kuakui, grup yang dibawa si cowok aneh memang menarik. Mereka terlihat dewasa dan... tampan, atau paling tidak, punya style?

”Hei, kenapa kau bengong?” tanya si cowok aneh. ”Kau terpesona padaku ya?” tanyanya sambil mengibaskan tangan naik turun di depan wajahku.

”Enak saja!” elakku kesal. ”Aku cuma bingung, kenapa kalian di sini benar-benar menarik perhatian!” gerutuku. ”Lagipula, jangan menghina stand kelasku kalau memang tidak mau beli!!”

”Aku mau beli kok, yoo...” sahut si pria berwajah lucu dengan wajah merenggut. ”Boleh tidak, yoo?” tanyanya lagi.

”Caramel Coffee satu,” ujar Ye Jin sambil menyampaikan ke bagian pemesanan. ”Silahkan duduk saja di dalam untuk menunggu... Ada yang lain?” tanyanya ramah.

”Jadikan dua gelas, aku juga mau caramel coffee...” ujar Yong Soo. ”Kau mau apa, Yoon Hoo? Sama kayak Sung Pil?” tanyanya ke arah temannya. Ooh, namanya Yoon Hoo ya? Dan nama yang lucu itu Sung Pil?

”Aku mau Mocca-cream,” jawab Yoon Hoo tenang. “Apa sebaiknya kita memesankan untuk Hee Wong?” tanyanya ke Nam Gil.

“Kau mau pesan ngng…Kak Nam Gil??” tanya Ye Jin sambil berusaha bersikap professional.

Si cowok aneh tidak menjawab Ye Jin, malah menatapku. ”Rekomendasikan minuman untukku!!” ujarnya angkuh.

Pelanggan adalah raja, ujarku dalam hati, berusaha mengingatkan diriku sendiri untuk menjaga sikap. ”Kau suka kopi pahit atau manis?”

”Manis,” jawabnya sambil tersenyum. Dan untuk beberapa saat lamanya, otakku terasa kacau. ”Chocoffee atau Vanilla coffee...” jawabku begitu kesadaranku kembali.

”Pesan dua itu, kurasa Hee Wong suka vanilla?” tanyanya pada temannya, dan mereka mengangguk. ”Baiklah, ayo kita masuk...” ujarnya sambil berjalan, dan dalam sekejap, hampir semua siswi yang sekelas denganku ikut menjerit-jerit. Aku menatap mereka dengan kesal. Aduh, gaya mereka memalukan sekali.... Seolah tiga pria eh, maksudku empat pria itu dewa darimana saja...

”Kau Kim Nam Gil, kan?!” seru sebuah suara. Dengan kaget, kutatap si pemilik suara. Yoo Jin? Tanpa sadar kukerutkan keningku. Memangnya dia mengenal Kim Nam Gil?

”Siapa ya?” tanya cowok itu bingung. ”Apa aku mengenalmu?”

--to be continued--

”Ohh, kau tidak ingat, bukan?” tanyanya sambil tersenyum. ”Waktu kecil aku pernah main ke rumahmu bersama Ibuku, tapi kami diusir…” jawabnya sambil tersenyum manis. ”Yoo Jin, namaku Kim Yoo Jin!!” serunya riang.

Kim Nam Gil menatap Yoo Jin dengan bingung. ”Rasanya memang ada kejadian begitu, tapi, entahlah, aku tidak ingat…”

Tidak ada komentar: