------------------------------------------------------------------------------------------------------------
NINTH SCENE
DEOKMAN
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------
“Apa yang ia katakan?” tanya wanita itu. Deokman melihat melalui mata wanita itu, dan bicara melalui bibirnya. Ia nyaris tidak mengenali suaranya sendiri. “Aku minta kau mengatakannya, ini perintah kerajaan,” ujarnya. Dan ia terkejut mendengar suaranya sendiri begitu tegas.
“Aku…sebetulnya ini sangat memalukan…” ujar pria yang tidak dikenalnya. Namun ada sebersit perasaan dekat saat berada di hadapan pria itu. “Dia berkata, ‘Deokman… Deokmanku…’”
Deokman merasakan keinginan luar biasa untuk menangis. Ada perasaan hangat di dadanya. Ada perasaan bahagia karena dicintai, sekaligus sedih dan penyesalan, entah karena apa. Hatinya terlalu pedih untuk bisa menahan air matanya.
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------“Deokman-shi?” panggil suara itu. Deokman merasakan perasaan aneh mengalir du dadanya. Ia merasa begitu merindukan suara itu. “Bisa kemari ChenMyeong-shi? Dia sudah sadar…” suaranya terdengar begitu senang.
“Deokman? Kau sudah sadar?” tanya suara yang sangat dikenalnya. Deokman mencoba membuka matanya perlahan, namun cahaya yang muncul tiba-tiba menyilaukan matanya. Dan kepalanya berdenyut sakit.
“Aku baik-baik saja…” ujar Deokman. Namun yang keluar adalah suara yang pelan dan lirih. Ia sudah bisa melihat lebih baik sekarang. Di hadapannya ada Wolya-shi, Alcheon-shi, dan ChenMyeong, juga seorang pria yang tidak dikenalnya. Dan BiDam? “Dimana BiDam?” pikirnya panik. Entah mengapa ia merasakan suatu dorongan kuat untuk melihat wajah pria itu.
“Dia sudah sadar, dokter…” ujar suara yang ditunggunya. Pria itu memasuki ruangan disusul dengan seorang dokter yang sudah separuh baya. “Coba periksa dia…”
Deokman menjalani pemeriksaan dengan cepat. Ia bahkan tidak sadar apa saja yang ditanyakan dokter dan apa yang dijawabnya. Di sampingnya ChenMyeong menunggui dengan sabar sementara para pria menunggu di luar.
“Hanya kelelahan, kurasa… Namun sepertinya terlalu banyak yang kau pikirkan akhir-akhir ini…” ujar dokter itu disambut anggukan kepala Deokman. “Cobalah lebih santai dalam hidupmu… dan banyak minum vitamin,” sambung dokter itu sambil mencoret-coret kertas resepnya. “Jangan lupa minum vitamin ini, dan obat anemia… kurasa ada sedikit gejala anemia…” Deokman mengangguk dengan pandangan menerawang.
Setelah dokter keluar, ChenMyeong langsung berujar pelan. “Kurasa aku jatuh cinta pada seseorang…” ia menunduk sambil memandang sepatunya. “Begitu kau pingsan, BiDam-shi langsung menggendongmu… Dan saat itu, dia terlihat sangat keren…” sambungnya. “Kurasa aku benar-benar menyukainya…” ChenMyeong menghela nafas panjang dan menatap Deokman sesaat. “Apakah kau mau membantuku, Deokman?”
Deokman menatap ChenMyeong dengan pandangan tidak percaya. Jantungnya berdebar naik turun dengan aneh. Dan ada sesuatu yang seolah menyumbat tenggorokannya. Unni menyukai BiDam? Tanyanya tidak percaya pada dirinya sendiri. Dan perutnya terasa aneh seperti diaduk-aduk. Rasanya ia ingin menangis, namun tidak bisa. Dan rasanya dadanya terasa begitu sakit.
“Permisi…” ucap BiDam sambil mengetuk pintu. “Tidak mengganggu bukan?” tanyanya sambil tersenyum.
“Tentu saja tidak, masuklah…” jawab Deokman dan ChenMyeong hampir bersamaan. Mereka bertatapan geli lalu tersenyum kecil. Deokman merasakan senyumannya begitu kaku dan hambar. Dan hatinya? Saat ia menatap pria itu, airmatanya kembali bergulir.
“Ternyata benar-benar sakit ya?” tanya BiDam sambil menarik kursi dan duduk di sebelah ranjangnya. “Aku melihat wajahmu pucat tadi, tapi kukira itu hanya perasaanku saja, makanya aku diam saja. Maaf ya…”
“Bukan, ini memang salahku…” ujar Deokman sambil sesunggukan. Ia tidak ingin menangis, tetapi entah kenapa, mendengar suara itu begitu baik padanya, ia merasakan dadanya seperti dihantam. “Aku selalu saja merepotkan semua orang…”
Ia baru menyadari perasaannya yang menyukai pria ini, ia tahu itu. Dan bagaimana dengan ChenMyeong? Bagaimana pula dengan hatinya sendiri? Sebenarnya, siapa yang disukai pria ini? Perutnya semakin mulas saat memikirkan semua itu.
“Aku keluar dulu, Deokman…” ujar ChenMyeong sambil meraih handle pintu. “Kurasa kau ingin minum air putih…”
Pintu tertutup dan untuk sesaat, ruangan luas itu terasa begitu sempit bagi mereka berdua. “Kalau memang ingin menangis, menangis saja…” BiDam mendekat dan menyenderkan kepala Deokman di dadanya yang bidang.
“Maaf ya, BiDam-shi…” ia tidak tahan menerima kebaikan pria itu. Rasanya kehangatan itu membuat tangisnya mau pecah. Sudut bibirnya bergerak-gerak menahan tangis. Deokman menggigit bibirnya, berusaha menahan airmatanya. “Aku terlihat benar-benar menyebalkan…”
“Itu tidak benar, kok…” BiDam mengusap kepala Deokman dan menepuk-nepuk bahunya, seperti menenangkan anak kecil. “Deokman-shi adalah gadis yang baik, bahkan mau mendengarkan permintaanku yang egois, dan kau, sama sekali tidak merepotkan…”
Deokman menutup wajahnya dengan tangan. Bahunya berguncang-guncang. “Seharusnya…” ia menahan nafas, berusaha menghilangkan sesunggukannya. “Seharusnya kau menyalahkanku…” air matanya menetes perlahan. “De…ngan begitu… perasaanku mungkin…lebih baik…” keluhnya, dan tangisnya pun pecah.
BiDam menepuk-nepuk pundak Deokman dengan lembut, dan tangis gadis itu malah semakin menjadi-jadi. “Setelah menangis, ayo kita makan enak…” canda BiDam sambil menyebut beberapa nama restoran yang ada di dekat hotel mereka.
“Aku mau makan seafood…” sahut Deokman, masih setengah sesunggukan.
“Itu juga boleh,” jawab BiDam sambil tertawa dan mengangguk-angguk mengiyakan. “Ada nggak yang yang masak bubur ikan campur ayam?” tanyanya lagi.
“Mana ada!!” kali Deokman yang tidak bisa menahan tawanya. Airmatanya masih turun, namun kali ini perasaannya jauh lebih baik.
------------------------===============================-------------------------------
“Buburnya sedap sekali,” ujar BiDAm sambil menyuap sesendok ke mulutnya. “Alcheon, kau tidak makan? Buatku saja!” ujar BiDAm sambil berusaha menarik mangkuk Alcheon.
Tapi Alcheon lebih sigap. Sebelum tangan BiDam menyentuh mangkuknya, ia sudah menariknya terlebih dahulu. “Tidak ada yang bilang aku tidak mau. Hanya sekedar istirahat tadi…” kilahnya.
Deokman tidak bisa menahan senyumannya. Di samping BiDam duduk pria yang belakangan diketahuinya bernama YeomJong. Ia tahu kalau pria itu mengurus promosi duo penyanyi itu, namun entah mengapa ia tidak suka dengan cara pria itu bicara dan menatap BiDam.
Pandangannya kembali beralih ke ChenMyeong yang duduk di sampingnya. Sesekali ia tertawa dan tersenyum, namun matanya tidak lepas dari BiDam. Pada saat-saat semacam ini ingin rasanya menghilang dari dunia ini.
“Kau lengah…” ujar BiDam sambil menyumpit daging ayam dari mangkuk Deokman. Ketika ia mengangkat wajah, dilihatnya pria itu sedang mengunyah dengan wajah jahil. “Makanya, jangan kebanyakan bengong, Deokman-shi…”
Deokman tertawa, lalu memanfaatkan kesempatan untuk mencoba mengambil lauk di mangkuk BiDam, tapi sebelum sumpitnya sampai, pria itu sudah lebih dulu mengambilkan lauk untuknya. “Kau harus makan yang banyak, baru bisa sembuh…” ujarnya sambil menaruh makanan itu di mangkuk Deokman.
Deokman mencoba tersenyum, tapi bibirnya terasa kaku. Pandangan ChenMyeong di sampingnya terasa begitu menusuk. Ia bahagia dengan perhatian BiDam, namun ia tidak bisa memungkiri perasaan ChenMyeong pada pria itu-------------------------------------------
To be continued----------------------------------------------------------------------------------------
Tidak ada komentar:
Posting Komentar