-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
THIRTEENTH SCENE
DEOKMAN
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
samara-samar tercium aroma khas dari obat-obatan. Deokman membuka matanya perlahan, mendapati dinding serba putih di hadapannya. Ia terkejut dengan sentakan rasa sakit yang tiba-tiba di kepala dan dadanya.
Deokman meringis sekejap hingga rasanya sakitnya hilang, ia lantas mengerjap-ngerjapkan matanya sampai penglihatannya normal kembali. Betapa terkejutnya ia saat melihat sosok pria yang terbaring di sebelahnya tidak lain BiDam.
”BiDam-shi?” panggilnya pelan. Tapi pria itu masih tidur di ranjang sebelahnya. Ia berusaha bangkit lalu menghampiri tempat pria itu berbaring. Hanya sedikit ingatan yang tersisa di kepalanya. ”Apa yang terjadi tadi?” batinnya bingung. Pipinya memerah saat mengingat jemari mereka bertemu. Dan tatapannya dengan segera beralih ke tangan cowok itu. Matanya menelusuri otot-otot tangannya, bentuk badannya yang ideal, dan wajahnya. Wajah yang membuat jantungnya berdebar-debar saat mata itu pertama menatapnya.
Samar-samar ia bisa mengingat apa yang mereka ucapkan tadi. Tapi ia tidak mengerti kenapa ia, bagaimana bisa ia mengucapkan kalimat semacam itu? Bahkan memikirkannya saja tidak pernah?
Tapi ia mengenali perasaan itu. Perasaan rindu yang beitu menggugah. Dan kesepian. Kesepian yang kemudian diikuti dengan perasaan kecewa, penyesalan, semua itu datang silih berganti digantikan dengan kejujuran, rasa percaya, dan kebahagiaan, kelegaan karena akhirnya ia bisa mengakui perasaannya sendiri.
Pipi Deokman kembali memerah. Ia tidak bisa membayangkan hal yang terjadi tadi. Bisa-bisanya ia mengatakan cinta. Dan pria itu? Mengapa ia juga mengatakannya? Kenapa ada atmosfer begitu aneh di antara mereka? Sejak pertama kali bertemu... ia sudah merasakan perasaan aneh itu. Begitu penuh, begitu menyesakkan, begitu aneh dan membakar.
”Ternyata memperhatikan wanita yang sedang melamun itu asyik juga, ya?” celetuk seseorang tiba-tiba. Dengan terkejut Deokman menatap BiDam yang sedang tersenyum menggoda di hadapannya. Senyumannya sekaligus terlihat begitu menawan.
”Asyik bagaimana?” protes Deokman dengan gugup. Ia membalik badannya buru-buru, tapi BiDam terlanjur menarik pergelangan tangannya.
”Aku merasakannya. Apakah kau tidak merasakannya juga?” tanya cowok itu sambil menatapnya dalam-dalam. ”Sejak pertama kali bertemu denganmu, rasanya semua mimpiku semakin bertambah jelas. Dan puncaknya adalah yang tadi itu..” cowok itu bangkit dan memegang kepalanya. ”Apa yang terjadi sebenarnya?”
Deokman menatap cowok itu dengan bingung. ”Aku tidak tahu. Aku bahkan tidak tahu kenapa aku bisa mengucapkan kalimat sedalam itu...” tuturnya jujur. ”Dan aku... juga tidak mengerti kenapa saat itu perasaanku sepertinya benar2 jujur...”
”Selama ini aku tidak mempercayai yang namanya takdir. Menurutku semua ada sisi logisnya. Tapi, aku setuju denganmu. Rasanya aku betul2 tidak mengerti dengan apa yang terjadi tadi...” aku BiDam. ”Tapi, ada yang mau kukatakan padamu. Satu hal saja..”
”Apa itu?” tanya Deokman. Sadar tangannya masih digenggam oleh BiDam, pipinya memerah. Tetapi cowok itu tetap tidak melepaskannya, melainkan berjalan mendekat dan menatapnya langsung di matanya. Begitu dalam.
Deokman menahan nafas saat mata itu menatapnya lekat-lekat. Bulu mata yang panjang, dan garis2 wajah yang begitu lembut diimbangi dengan rahang yang tegas. Ia tidak bisa menghilangkan rasa gugup yang seolah menelannya bulat-bulat. ”Aku rasa, tidak semua perkataanku tadi tidak bisa kumengerti...” ujarnya sambil tersenyum tipis. ”Deokman, kalau ada satu hal yang perlu kauketahui, itu adalah perasaanku padamu...” BiDam mengeluarkan setiap kalimatnya dengan tegas. ”Deokman, kurasa aku2 jatuh cinta padamu...”
Deokman kali ini tidak mampu berkata apa-apa. Jantungnya berdetak dengan aneh. Bibirnya setiap saat bisa mengutarakan cinta, namun ia mengatupkan bibrinya rapat-rapat. ”ChenMyeong-shi... Dia juga menyukaimu, jadi ... aku tidak bisa...” ujar Deokman pelan. Ia berbalik dengan cepat, sebelum air matanya yang menetes dilihat oleh pria yang juga dicintainya.
Sekelebat bayangan kalimat bergaung berulang-ulang di otaknya. “Hanya kamu satu-satunya yang memandang saya sebagai seorang manusia sebagai seorang wanita dan saya menyukainya. Apakah boleh saya menyukai itu?” Ia merasa pernah emngucapkannya. Pernah. Dan air matanya menitik saat bayangan kepedihan yang tadi dialaminya kembali membawanya ke realita.
”Maaf, boleh saya bertanya...?” sapa seorang wanita dengan ramah. Deokman mengangkat wajah, lalu dengan segera matanya membelalak terkejut. ”Apakah kau tahu dimana kamar nomor 1303 tempat anak saya dirawat?” tanyanya.
Deokman mengangguk dengan gugup. Aku baru saja keluar dari kamar itu dan sebenarnya tidak mau kembali kesana. Diliriknya wanita itu dan ia merasa semakin yakin. Tidak salah lagi, wanita di sampingnya adalah Mishil-shi, seorang aktris senior yang hingga detik ini masih terkenal. Dan kecantikan serta keanggunannya memang tidak terelakkan. Ada hubungan apa dia dengan BiDam-shi? Deokman berpikir dengan bingung, karena setahunya yang berada di kamar itu hanya ia dan BiDam.
”Disini tempatnya...” ujar Deokman sambil menunjuk ke pintu yang masih tertutup. ”Kalau begitu, saya permisi dulu...” ujarnya mohon diri. Wanita cantik itu tersenyum mengiyakan.
”Deokman-shi!?” pintu itu tiba-tiba terbuka dengan cepat. BiDam agaknya mengenali suara Deokman dan dengan terburu-buru berlari dan membuka pintu kamarnya. Pandangannya yang terkejut beralih ke wanita di samping Deokman. ”Omma?” ujarnya. Ia buru-buru menutup mulutnya. ”Maksudku, Mishil-shi...” koreksinya cepat.
Deokman dengan segera teringat pembicaraan rahasia yang dilakukan Yeomjong dan Wolya tadi. Ia segera mengangguk, berusaha meluruskan kesalahpahaman yang terjadi. ”Tidak apa, BiDam-shi, aku tidak akan bilang siapapun. Aku permisi dulu...” ujarnya sambil buru-buru mengambil langkah.
Tapi entah kenapa BiDam selalu lebih cepat selangkah. Pria itu berhasil menarik pergelangan tangannya lagi. ”Ayo masuk, kita bicara bareng saja. Sekalian kukenalkan pada Omma-ku...” ujar cowok itu dengan pandangan memohon.
Deokman mencoba menolak, namun yang keluar dari mulutnya hanya suara yang ragu-ragu. ”Tapi.. tapi...” diliriknya Mishil yang sedari tadi tersenyum saat melihat aksi putranya. ”Tidak apa, Deokman-shi, ayo...” ajak wanita itu ramah. Deokman semakin kehilangan kata-kata. Kali ini jelas ia tidak bisa menolak lagi.
---------------------------====================================-----------------------------
Tidak ada komentar:
Posting Komentar