Minggu, 14 Februari 2010

Fanfic bideok after love 15

-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
FIFTEENTH SCENE
BIDAM AND DEOKMAN
TWO HEART
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Bidam menatap gadis di depannya dengan perasaan campur aduk. Belum pernah ia begitu takut mendengar kata penolakan. Setelah lama membisu, akhirnya bibir gadis itu bergerak lambat.

“Kau sendiri? Bagaimana perasaanmu pada ChenMyeong-shi?” tanya Deokman dengan gusar. “Aku tidak bisa…” gumamnya.

“Tidak bisakah kau sejenak berhenti memikirkan ChenMyeong-shi? Aku tahu kau sangat menyayanginya. Tapi di satu sisi, tidak sadarkah kau? Kau mungkin berhasil menenangkan hatinya, tapi di sisi lain, kau melukaiku..” tukas Bidam sambil memandang gadis itu dengan pandangan sendu.

Deokman tertegun mendengar kalimatnya. Apapun yang ia lakukan, ia hanya akan menyakiti salah satu dari meerka. “Aku tidak pernah bermaksud melukaimu…” gumam gadis itu. “Maaf…” matanya mulai berkaca-kaca lagi.

“Sulit sekali bicara denganmu!” dengus Bidam dengan kesal. ”Ayo, ikut aku!” ujarnya sambil setengah berlari, menarik gadis itu keluar dari rumah sakit.

“Aduh, Bidam-shi! Kita mau kemana sebenarnya?” Tanya Deokman dengan bingung. “Bidam-shi!” ia semakin panik saat mereka melangkah keluar dari rumah sakit dan mulai memasuki jajaran pertokoan. Cowok itu menariknya masuk ke sebuah kapel yang terletak tidak jauh dari sana.

”Bidam-shi! Untuk apa kita masuk ke kapel? Tidak sopan kan?!” protes Deokman sambil berusaha melepaskan diri. ”Bidam-shi!” cowok itu dengan tenang tetap emnarik tangannya dan menghampiri seorang pendeta yang duduk di salah satu kursi di sana.

”Permisi, boleh pinjam organ-nya??” tanya Bidam sambil tersenyum. Pendeta itu mengangguk dan membalas dengan senyuman yang tulus. Bidam mengucapkan terimakasih, lalu melepaskan tangan Deokman dan mulai meletakkan tangannya di tuts-tuts organ itu. Cowok itu menarik nafas beberapa saat, dan seiring permainan organnya, ia mulai menyanyi.

Even it hurts I can't feel it
Even I wait for you and you woudn't come over
Even I think of you so badly with quiver I can't feel it

Since the day I put your heart in my mind
I can't put my heart else where
Even if it hurts and breaks my heart, I won't close my heart

Only you can let me live in this lonely world
Only you can make me smile

Can't I love you? Can you come to me?
Just once, just once, can you hold me in your arms?
You're the one I'm devoted to
Can't you accept my heart?

The reason why I'm still breathing in this endless loneliness
Is all about you

Deokman tidak mampu melepaskan pandangannya dari Bidam. Dan nyanyian itu seolah membiusnya, membawa rohnya pergi ke dimensi lain. Berbagai kenangan akan kebersamaan mereka berputar di otaknya bagaikan slide film. Airmatanya bergulir dan terus menerus meluncur turun tanpa mampu dihentikan.

Untuk sejenak ia melupakan perasaannya yang kacau. Ia bahkan melupakan dimana ia berada saat ini. Yang ada di otaknya adalah, saat ini hanya ada dia dan Bidam di sini. Dan itu lebih dari cukup.

Can't I love you? Can you come to me?
Just once, just once, can you hold me in your arms?
You're the one I'm devoted to
The 1st time is also the last time

Even you're alive you can't be held in my arms
Even you throw my heart away from your mind

Can't I love you? Even I'm just behind you
Distantly, Distantly, Can't I look at you?


Cowok itu mengakhiri nyanyiannya dan tersenyum. “Apakah kau memahaminya Deokman? Inilah perasaanku yang sesungguhnya…” ujar Bidam dengan senyuman samar di bibirnya. ”Lagu ini kuciptakan khusus untukmu, dan tidak lain, kaulah yang menjadi sumber inspirasiku. Bukan orang lain, bukan teman2ku, bukan ChenMyeong-shi, tapi kau, Deokman.”

Deokman menggeleng pada dirinya sendiri. Berbagai pikiran berkecamuk di otaknya. Ia menggeleng, dan air matanya terus turun. “Aku...” suaranya bagai jeritan putus asa. “Aku mencintaimu, Bidam-shi...” suaranya terputus ketika pria itu sudah maju untuk memeluknya.
-----------------------------------=================================--------------------------
“”Mungkin nantinya keadaan akan jauh lebih sulit...” ujar Alcheon sambil berjongkok di kursi taman rumah sakit. Di sebelahnya, ChenMyeong berayun pelan di ayunan. “Dan akan semakin sulit untuk bertemu...”

“Jadi?” pancing gadis itu dengan tidak sabar. ”Apakah kau akan menjaga jarak denganku?”

”Apakah kau akan berjuang untukku?” tanya Alcheon sambil menatap ChenMyeong dalam-dalam. ”Apakah kau mampu berjuang untukku?” tanyanya lagi.

ChenMyeong mengangguk dan tersenyum. ”Kau tahu, rasanya aneh sekali untukku. Rasanya baru kemarin aku bertemu denganmu dan Bidam-shi, lalu tertarik padanya. Namun entah kenapa, sejak kau mengatakan padaku tentang mimpi itu... dalam cara yang aneh, aku merasa ingin bertemu denganmu...”

”Jujur, kalau aku jadi wnaita, aku juga tidak akan mampu menolak karisma Bidam. Buatku, dia lebih dari sekedar sahabat. Dan tadinya, kalau dia menyukaimu, aku bermaksud menyerah...”

”Dan kenapa tidak?” tanya ChenMyeong.

”Karena perasaanku padamu lebih dari itu...” ujar Alcheon serius. ”Kau tahu, sejak pertama kali melihatmu, aku merasa seperti terikat. Terikat dan terkunci. Dan pertemuan denganmu membuka segala kungkunganku... Lebih dari sekedar mimpi2 aneh, atau ikatan takdir, aku ingin bersamamu, ChenMyeong...” cowok itu bicara dengan serius, lalu memalingkan wajahnya karena malu. ”Yah, itu sih,,, pikiranku...”

”Aku juga,” sahut ChenMyeong. ”Bagaimana mungkin aku tidak merasakannya? Padahal yang membuat jantungku bisa berdetak... adalah Alcheon-shi...”

Mereka bertatapan dan tersenyum kecil. ”Ayo, kita jalan2 lagi...” ujar Alcheon sambil menggandeng tangan ChenMyeong.
---------------------------------==================================--------------------------”Deokman-shi,” Bidam menatap langit sesaat lalu melanjutkan kalimatnya. ”aku rasa, yang disukai Chenmyeong sebenarnya bukan aku...” melihat kerutan di dahi gadis itu, Bidam tertawa. ”Aku mengatakan ini bukan karena aku mau menghindari tanggung jawabku untuk bicara dengannya...” elaknya.

”Terus apa?” tanya Deokman. ’Selama ini dia begitu tergila-gila padamu... Karena itu...” Deokman menutup bibirnya dengan cepat. “Tidak jadi...”

”Apanya yang karena itu?” goda Bidam dengan wajah jahil. ”Karena itu kau jadi cemburu ya?” tanyanya sambil tertawa senang.

”Jangan ge-er ya!” Deokman menundukkan kepalanya dengan malu. Bidam tertawa pelan, lalu mengangkat bahunya. Deokman melirik cowok itu sebentar, lalu bergumam. ”Yah, sebenarnya sih, bukannya nggak begitu juga...” gumam gadis itu dengan pipi memerah.

Bidam tertawa lalu mengeratkan genggaman tangan mereka. ”Seandainya masalah menjadi semakin rumit, apakah kau akan berada di sampingku?”

”Kenapa kau mengatakan hal seperti itu?” Deokman menatap Bidam dengan cemas. ”Apakah kau akan melakukan hal2 berbahaya?”

”Tidak sebahaya pikiranmu, namun aku pasti akan menemukan pelaku yang membuat Appaku, Munno jadi seperti itu. Dan Deokman, apakah kau mau menemui Appaku?” tanya Bidam dengan ekspresi serius. Deokman menatapnya sejenak, lalu tersenyum menyanggupi.
------------------------=========================-------------------------------------------------
to be continued--------------------------------------------------------------------------------------------------

Tidak ada komentar: