-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
TWENTY FIRST SCENE
ONE STEP AHEAD
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Bidam melirik arlojinya dan melempar tatapan pendek ke arah Wolya.  “Seharusnya mereka akan tiba sebentar lagi. Kita tunggu saja kabar dari  mereka, begitu ada konfirmasi, kita mulai bergerak.”
Tak lama, handphonennya bergetar, dan begitu Bidam melihat peneleponnya,  ia segera memberikan anggukan isyarat. ”Ayo, kita mulai sekarang,” dan  mereka melangkah ke ruangan tempat konferensi pers akan diadakan.
Bidam mengamati keadaan dan menyadari bahwa segalanya sesuai rencananya.  Semua kursi terisi penuh oleh wartawan dan reporter dari berbagai  media.Tapi ada satu kenyataan tidak terhindarkan. Yeomjong datang, dan  ia duduk di kursi terdepan. Entah apa yang ada di pikiran mereka  masing-masing, tapi yang jelas, untuk beberapa saat lamanya, ia dan  Bidam saling melempar pandangan yang dingin.
”Aku akan mengawali konferensi pers ini dengan menjelaskan satu hal.  Pertama, aku tidak pernah membawa seorang gadis pun ke hotel, pria di  sampingku bisa membuktikan ini untukku...” ujar Bidam dengan tenang.  Jilatan kamera blitz berulang kali menyorot wajahnya yang tetap tenang.
Chuncu maju dan membawa dua buah foto yang berbeda. ”Foto di kanan  adalah foto yang palsu, dan di kiri adalah yang asli. Jelas, tampak tiga  tindakan kecerobohan di sini. Pelaku pemalsu tampaknya lupa menghapus  beberapa jejak penting dari foto yang diubahnya. Pertama, pintu dengan  model ukiran seperti ini, di seluruh kota Seoul, hanya dimiliki satu  toko, yaitu toko perhiasan emas perak di jalan distrik 10. Dan yang  kedua, pelaku lupa mengganti background samping dari hotel yang dimasuki  dua orang ini. Bukankah backgroundnya persis dengan background toko  perhiasan ini?”
Terdengar suara ’oooh’ dan ’aah’ di mana-mana. Sementara Chuncu masih  menjelaskan, Bidam tersenyum menanggapi betapa kakunya mimik Yeomjong.  Dia menduga, pria itu sudah terlalu terbiasa melakukan hal hina semacam  ini, sehingga jelas ia sudah cukup kebal dihadapkan pada situasi semacam  ini. ”Tapi jelas, semuanya masih terlalu mudah sekarang,” pikir Bidam.
“Dan gadis itu? Siapa dia?” tanya seorang jurnalis dari senuah majalah  remaja.
Bidam mengangguk dan meraih mic. Dia adalah seorang gadis yang akan  segera memulai debutnya sebagai model dalam video klip singleku yang  akan segera dirilis. Dan aku mencintainya, aku jatuh cinta padanya,  bahkan sebelum ia diputuskan akan menjadi model video klipku. Bahkan  sebelum bertemu, aku sudah mencintainya. Aku ingin minta maaf kepada  semua pihak yang mungkin kecewa, tetapi, aku yakin semua fansku yang  sejati akan memahami keadaanku...”
Bidam tersenyum dengan tulus sambil menatap ratusan kamera di  hadapannya. ”Dan aku tidak lupa ingin berterimakasih pada semua fansku.  Kalianlah yang telah mendukungku sampai tahap ini. Dan aku percaya,  kalian semua mampu menilaiku lebih baik dari orang lain... bahkan  mungkin lebih baik dari caraku menilai diriku sendiri. Karena itu, aku  sangat berterimakasih dan mohon maaf atas pengertian kalian...” Bidam  melirik ke arah pintu masuk dan tersenyum.
”Sekarang di sini, gadis yang kucintai telah datang, kurasa kita semua  harus menyambutnya...” ujarnya sambil menatap ke arah pintu masuk.  Sejenak pintu masuk dipenuhi sorotan lampu. Deokman melangkah masuk  ditemani Jukbang dengan pakaian yang dipesan Bidam dengan terburu-buru  tadi. Tapi harus diakui, selera Bidam memang sangat bagus. Pakaian itu  membentuk siluet tubuhnya dengan indah. Dan ia tampak sangat cantik,  walaupun wajahnya hanya dihias dengan make up minimalis dari Chenmyeong.
Bidam meraih tangan Deokman dan mereka memberikan salam bersamaan.  Wartawan dan reporter bergantian menyorot mereka, memotret, dan  mengucapkan selamat. Tidak sedikit yang merasa kalau ini adalah salah  satu taktik penjualan agar single Bidam laris. Namun, justru pemikiran  macam itulah yang diharapkan Bidam.
”Bagaimana dengan Mishil-shi? Bukankah ia Ibu kandungmu? Apakah kau  tidak meminta restu darinya?” tukas Yeomjong tiba-tiba. Alcheon, Chuncu,  dan Wolya menatap Yeomjong dengan terkejut, tidak mengira pria itu  memiliki rencana sekeji itu.
Senyuman Deokman memudar, dan dalam sekejap, seluruh perhatian tertuju  pada Yeomjong. Bidam menatap Yeomjong yang tersenyum culas dengan  dingin. ”Kau tidak meminta restunya? Apakah ia tidak mau mengakui kalau  kau anaknya?” desak Yeomjong sambil berjalan maju ke panggung.
Deokman menyentuh lengan Bidam dengan gugup, dan Bidam menggenggam  tangannya, memberi kekuatan. ”Apa yang harus kita lakukan?” tanya  Deokman panik.
”Bagaimna?” tanya Yeomjong lagi. ”Kau tidak bisa menjawabnya? Biar aku  yang menjawabnya!” ujarnya sambil mengambil mic dari tangan Deokman.  ”Pria ini!” ia menunjuk Bidam dengan keras. ”Pria ini adalah hasil  skandal dari Mishil dengan pria biasa bernama Sadaham 29 tahun silam!  Dan sekarang, Ayah angkatnyanya terbaring koma di rumah sakit karena  dikeroyok belasan orang dengan benda tumpul. Sekarang ia akan bersama  dengan wanita ini?” tanya Yeomjong lagi. Kali ini ia tertawa  keras-keras. Namun, Bidam dengan tenang menyanggahnya.
”Kau kalah, Yeomjong...” ujarnya pelan. Sebuah senyuman kemenangan  membekas di bibirnya. ”Akhirnya kau menggali kuburanmu sendiri...”  lanjutnya.
Semua orang yang berdiri di sana memandang ke tengah panggung dengan  bingung. Jelas-jelas posisi Bidam seharusnya terpojok, tapi mengapa ia  tampak begitu tenang?
”Semua yang hadir di sini mendengarkan setiap kalimat yang ia ucapkan.  Kalau perlu, kita bisa memutar rekaman kejadian hari ini karena kamera  CCTV di setiap sudut ruangan ini aktif,” ujar Bidam menjelaskan.  ”Pertama, aku mau tanya padamu, darimana kau tahu ayah angkatku koma?  Rasanya tidak ada yang mengatakannya. Tapi baiklah, anggap ada yang  mengatakannya, mengapa kau bisa begitu yakin kalau ia dikeroyok dengan  benda tumpul sementara Dokter sendiri tidak berani menyimpulkan dan  hanya berasumsi? Dan kenapa kau bisa tahu jumlah orang yang mengeroyok  ayahku? Apakah itu jumlah orang yang kau bayar untuk mengeroyok  dirinya?” tanya Bidam tajam.
Senyuman culas di wajah Yeomjong berganti dengan keterkejutan yang  dalam. ”Kau bilang apa?! Aku yang melakukannya?! Jangan bercanda! Aku  adalah promotion chief! Kenapa aku harus menyiksa penyanyi asuhanku  sendiri?”
”Aku belum tahu apa motifmu, tentu saja. tapi, aku juga tidak bodoh. Kau  pikir kau pandai dengan meneleponku menggunakan handphone omma ke  nomorku yang hanya diketahui segelintir orang? Dan kaukira aku lupa,  segelintir orang itu berarti termasuk kau di dalamnya?
”Aku tidak sebodoh itu! Anak macam apa yang tidak mengenali semua film  yang dimainkan Ibunya? Dan satu hal penting, Omma tidak akan pernah  mengakui kalau ia sakit padaku. Separah apapun itu, ia tidak akan  mengatakan padaku kalau ia sakit. Apalagi hanya sakit tenggorokan.  Kadang-kadang kau sangat pandai, namun adakalanya kau begitu bodoh,  Yeomjong. Ketahuilah, aku sudah memikirkan satu langkah di depanmu.. dan  kau sama sekali tidak menduganya, bukan?”
Kali ini Yeomjong tidak mampu berkata apa-apa lagi. Ia hanya mampu  menatap Bidam dan semua wartawan di sana dengan kalut.
Bidam melirik arlojinya dan tersenyum. ”Rasanya rencanaku hampir tepat,  sebentar lagi mobil polisi akan menjemputmu. Syukurlah, kukira aku akan  menghabiskan lebih banyak waktu bersamamu, ternyata tidak juga...” Bidam  memandang Yeomjong dengan tatapan angkuh dan dingin. ”Sebaiknya kau  mengakui motifmu dan alasanmu, serta dimana kau menyekap Mishil Omma.  Karena kalau tidak, kurasa waktumu di balik jeruji besi itu akan semakin  lama...”
Dari jauh, raungan sirine mobil polisi pun mulai terdengar...
--------------------------===========to be  continued=============-----------------------------
 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar