-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
TWENTY THIRD SCENE
THE LOST UNLOST
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
”Deokman? Deokman...deokman?” Deokman membuka kelopak matanya perlahan-lahan. Ia memandang wajah di hadapannya dan tersenyum. Setetes air mata jatuh mengalir ke samping wajahnya.
”Aku menemukanmu...” bisiknya. ”Dan aku merindukanmu...” dan setelah mengatakan itu, ia mengulurkan tangan untuk menyentuh wajah Bidam sekali. Lalu dunianya kembali menggelap. Bidam memandang Deokman dengan bingung, ia lantas menggendongnya untuk membawanya ke rumah sakit terdekat.
Dokter mengatakan kalau semuanya baik-baik saja, namun Bidam menolak mempercayainya. Ia memandang Deokman yang terlihat kurus dan begitu rapuh, dan kemudian menyalahkan dirinya karena begitu egois telah memaksakan gadis itu mengikuti rencananya.
”Hei..” bisik suara yang sedari tadi ditunggunya. ”Apakah aku sudah lama pingsan?” tanyanya lagi. Bidam mengangguk, tersenyum sekaligus pedih. ”Kenapa wajahmu kusut begitu?” tanya Deokman bingung.
”Tidak apa, hanya saja...” ia menahan kalimat itu di lidahnya. ”Tidak apa, tidak jadi, aku hanya... mengkhawatirkanmu...”
”Kau mencemaskanku dan mulai menyalahkan dirimu lagi, bukan?” tanya Deokman sambil menatap mata Bidam. Pria itu berjalan ke arahnya dan duduk di sisi tempat tidurnya. ”Ternyata benar kata Alcheon-shi, kau suka sekali menyalahkan dirimu sendiri...”
”Tapi aku memang pantas mendapatkannya!” tukas Bidam marah pada dirinya sendiri. ”Kalau kau memarahiku, aku baru bisa merasa lebih baik!”
”Baiklah, aku akan marah padamu!” ujar Deokman sambil menarik nafas. Ia pun membelalakkan matanya. Namun bukannya merasa bersalah, Bidam malah tertawa keras-keras. ”Nah? Lihat? Melihatku marah kau malah tertawa! Baguslah kalau aku bisa membuatmu merasa lebih baik!” ujarnya pura-pura cemberut.
----------------------------============================------------------------------------------
Deokman akhirnya bisa menarik nafas lega. Eksistensinya dalam pemotretan dan pengambilan video klip memudarkan semua pemberitaan miring antara ia dan Bidam. Dan kini, semua pengambilan gambar yang melelahkan itu sudah usai. Rasanya tidak ada yang lebih melegakan daripada ini.
”Sebelum ke Geongju, kupikir ada baiknya kita mampir ke tempat Omma...” ujar Bidam sambil memeluk pinggang Deokman. semenjak fans mengumumkan dukungan mereka atas kebahagiaan Bidam, pasangan ini mulai berani menunjukkan keakrabannya di hadapan umum. ”Dan aku... ingin membawamu menemui Munno...”
Deokman mendongak untuk memandang mata Bidam yang terlihat begitu jernih. ”Aku harap kita bisa mendapat keajaiban...” ujarnya. ”Apakah kita akan mengajak Chenmyeong dan Alcheon?”
”Tidak,” jawab Bidam tegas. ”Hanya akan ada kita berdua, kau dan aku. Dan kuharap kau tidak mengajak Yushin atau Chenmyeong atau siapa saja!”
”Kenapa kau mengira aku akan mengajak Yushin?” Deokman bertanya dengan bingung.
”Karena aku tahu sepertinya dia tertarik padamu, dan sepertinya tidak tertutup kemungkinan kau akan...” Bidam membatalkan kalimatnya melihat Deokman memasang wajah kesal. ”Maaf, tidak jadi,” ujarnya.
”Kau mengira aku akan tertarik padanya juga?” tanya Deokman kesal. ”Kau meragukanku? Setelah semua yang terjadi selama ini?” tanyanya memprotes.
”Karena itu aku membatalkan kalimatku itu,” jawab Bidam pelan. ”Aku hanya tidak bisa, maksudku, kalau aku melihat caranya memandangnmu, aku bisa...” Bidam menggaruk kepalanya yang tidak gatal. ”Yah, kau tahu maksudku...” katanya malu.
”Aku tahu maksudmu,” jawab Deokman sambil tertawa lepas. ”Dan rasanya sudah tidak sabar lagi bertemu dengan Mishil-shi!”
”Bagaimana dengan pekerjaanmu?” tanya Bidam. ”Kau tidak datang lagi ke kantor lamamu?”
Deokman menggerakkan bahu dengan bingung. ”Kurasa konsekuensi untuk pekerjaan baruku adalah, aku harus berhenti menjadi pemandu wisata...”
Bidam menatap Deokman dengan perasaan setengah senang karena gadis itu tidak lagi dekat dengan Yushin, dan setengah lagi sedih karena gadis itu kehilangan pekerjaan yang disukainya. ”Jangan khawaitr, aku akan memberikan pekerjaan yang lebih menarik untukmu...”
”Apa itu?” tanya Deokman penasaran. ”Apa lagu barumu akan keluar lagi dan aku akan ikut di dalamnya?”
”Bukan, tapi memang sebagian benar. Kau akan ikut dalam setiap rencana hidupku. Dan dalam setiap bagiannya, aku akan selalu melibatkanmu...”
”Memangnya ada pekerjaan semacam itu?” tanya Deokman dengan raut wajah gembira.
”Tentu saja ada...” Bidam menarik Deokman ke dalam pelukannya. ”Sebagai istriku, kau akan disampingku selamanya...”
---------------------------------------===========================--------------------------------
Yeomjong menatap langit-langit rendah di atas kepalanya. ”Ternyata sebagai detektif, bayaranmu terlalu kecil untuk bisa hidup mewah...” cibirnya. Ia memandang ke sekeliling apartemen Seokpum. ”Lumayan untuk tinggal sehari dua hari...”
Seokpum menahan kekesalannya dengan senyuman. ”Dan ini, pistol yang anda minta...” ia menyerahkan sebuah kotak berisi sebuah pistol dengan sebutir peluru di dalamnya.
Ia baru saja memerintahkan anak buahnya untuk membantu Yeomjong melarikan diri, dan kini dengan semua resiko yang ada, ia membawa pria itu ke rumahnya.
”Bagus” Yeomjong mengambil pistol itu dan secepat kilat mengarahkannya ke arah Seokpum. Pria itu memucat seketika. ”Cukup sekali tembakan, dan aku bisa membayar semua kebencianku...”
”Maksudmu... kau akan membunuh Mishil-shi?” tanya Seokpum takut. Yeomjong menggeleng pelan dan Seokpum dengan sgera menyadari siapa sosok yang ditargetkan oleh Yeomjong.
Yeomjong tertawa licik dan keji. Ia menatap pistol itu dan menyeringai. ”Ternyata begitu mudah, seharusnya dari dulu aku hanya perlu melakukan ini!” ia memainkan pistol itu dengan gembira. “Setelah aku membunuhnya, mereka semua akan menderita! Dan itu sudah lebih dari cukup untuk membayar semua kekesalanku!!”
”Tapi, saat ini dia tidak berada di Seoul..” lapor Seokpum. “Jadi, kemungkinan rencanamu terpaksa dibatalkan dulu...”
“Kemana mereka pergi!” ia menatap Seokpum dengan tidak sabar. ”Biarpun ke ujung dunia, aku akan membunuhnya! Keluarkan mobil! Kita susul dia!”
-------------------------=========to be continued===========-------------------------------------------
Tidak ada komentar:
Posting Komentar