Rabu, 24 Februari 2010

FanFic Bideok After Love 18

-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
EIGHTEENTH SCENE
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
“Kau yakin tidak apa-apa kita bertemu begini?” tanya Deokman sambil mencondongkan tubuhnya ke meja di depannya.

Pria di depannya memandangnya lalu tersenyum. Sekalipun matanya tidak terlihat karena mengenakan kacamata hitam, Deokman tahu pasti matanya akan sedikit menyipit saat tertawa. Dan tetap saja ia harus mengakui pria itu tampaknya pantas mengenakan pakaian apapun.

“Aku tahu kau akan menanyakan itu, dan jawabanku, adalah kacamata ini...” Bidam mengulurkan sebuah kotak berisi kacamata hitam dan Deokman menerimanya ragu-ragu lalu mengenakannya.

“Mungkin lain kali kita bisa meniru metode pacaran Unni...” ujar Deokman sambil memasang kacamatanya. ”Kencan di apartemen sepertinya lebih aman dari serbuan fans...”

“Yang namanya fans sih bisa ketemu dimana saja. hanya saja, kita perlu hati-hati terhadap paparazzi...” ujar Bidam sambil memakan burger di depannya. “Lagipula, aku ingin setidaknya kau bisa merasakan kencan seperti pasangan normal pada umumnya. Kan konyol sekali kalau hanya karena wajahku ini pasaran, kita jadi harus mendekam di rumah...”

”Bidam-shi... kau baik sekali...” batin Deokman sambil tersenyum. ”Masa wajahmu kau sebut pasaran? Rasanya ada ungkapan lain yang lebih tepat...” sahut Deokman geli.

”Oh ya, ini...” Bidam mengeluarkan selembar karcis dan mengulurkannya pada Deokman. Deokman memandang karcis itu dengan terkejut. ”Pastikan kau datang hari sabtu ini ya...”

”Aku pasti datang!” jawab Deokman yakin. ”Tapi... kenapa karcis nya hanya satu. Bagaimana aku bisa mengajak unni?”

”Hmmm...” Bidam mengambil gelas softdrinknya lalu emmutar ujung sedotannya. ”Kurasa saat ini Alcheon-hyung sedang memberikannya pada Chenmyeong-shi...”

Tidak jauh dari sana, Seokpum tampak kebingungan dengan kamera di tangannya. ”Sialan! Bidam-shi itu benar-benar licin seperti belut! Sulit sekali menangkap jejaknya! Baru sebentar ia sudah menyadari ada yang membuntutinya.” gumam Seokpum sambil menengok ke kiri dan ke kanan, mencari sosok Bidam.

”Maaf tuan, permisi...” Seokpum menggeser jalannya karena ia sedari tadi menghalangi orang yang lalu lalang. Namun secara tidak sengaja, matanya menemukan sosok yang sedari tadi dicarinya. Dan senyum di bibirnya semakin mengembang.

”Kena kau sekarang,” desisnya senang. Dan dengan sigap, ia berulang kali membidikkan kamera dan menjepret targetnya.

-----------------------------------====================---------------------------------------------
”Kerja yang bagus,” ujar Yeomjong sambil menatap foto-foto di depannya. ”Perbesar foto ini...” ujarnya sambil menarik salah satu lembar foto dan menyerahkannya ke Seokpum. ”Dan foto ini juga... ”

“Lalu foto-fotonya dengan Mishil-shi... Bagaimana?”

“Itu bisa menyusul belakangan...” ujar Yeomjong setelah berpikir sejenak. “Wolya menolak membagi setengah keuntungan mereka padaku, dan ini akibatnya...” tawa licik itu kembali menggema.

“Seokpum!”
“Ya?”

”Mulai sekarang, selidiki gadis ini dengan cermat. Laporkan terus perkembangan hubungan mereka. Dan deadlinenya paling lambat sabtu ini!”

”Sabtu ini? Aku takut mereka tidak akan kembali bertemu setelah sabtu ini...”

”Seokpum, bisa-bisanya kau begitu bodoh,” Yeomjong menggeleng-gelengkan kepala dengan kesal. ”Kau tahu apa gunanya komputer?”

”Apa itu?” tanya Seokpum dengan bingung. Yeomjong menunggu dengan sabar dan sejenak kemudian ia ikut tersenyum culas. ”Aku tahu, tuan, sedikit polesan komputer, dan semuanya akan berjalan sesuai rencana Tuan...”

”Kau salah, Seokpum... Semuanya memang harus berjalan sesuai rencana. Dan foto aslinya? Itu bisa menyusul... Hahahahaha....”

--------------------------------======================--------------------------------------------
Bidam dan Alcheon sedang mendiskusikan acara peluncuran single mereka berdua ketika sebuah ketukan terdengar di pintu apartemen Bidam. ”Ya, sebentar,” sahut Bidam sambil berjalan menghampiri pintu.

”Hai, hyung...” sapa pria di depan pintu. Senyumnya yang oriental dan khas membuat Bidam langsung tertawa.

“Chuncu! Tidak kusangka kau akan mengunjungiku kembali secepat ini!!” ia merangkul sobatnya yang lebih muda setahun itu.

“Aku harus menanyakan beberapa hal pada hyung...”

”Oke, masuklah...”

Chuncu segera masuk dan menempatkan diri di sofa yang bersebrangan dengan Bidam. ”Kuharap aku tidak mengganggu waktu hyung sekalian.. Tapi aku butuh informasi untuk melengkapi analisisku...”

”Silahkan,” ujar Bidam sambil menggerakkan tangan kanannya.

”Pertama-tama...” Chuncu membuka file yang dibawanya. “Kapan hyung menyadari hubungan antara Hyung, Mishil-shi, dan Sadaham?”

”Kira-kira dua atau tiga tahun lalu, tidak lama setelah aku mengawali karir sebagai model dan kemudian menjalani debut film pertamaku. Kalau tidak salah sekitar bulan Mei...”

”Begitu...” Chuncu mencatat di notesnya dan mengajukan pertanyaan selanjutnya. ”Sejak kapan juga Yeomjong muncul dalam karirmu? Dan sejak kapan Ibumu mengenalnya?”

”Ada satu keanehan di sini...” jawab Bidam. “Kira-kira tiga tahun setelah Mishil-shi, Ibuku, dulu terkenal, ia tiba-tiba sempat menjadi manajernya dan kemudian menjadi promotion chief. ”

”Benar,” Alcheon menimpali. “Kemudian, aku dan Bidam, awalnya Wolya-shi secara penuh yang bertanggung jawab atas karir dan promosi kami, tetapi tiba-tiba ia mengambil alih tugas Wolya-shi dalam mempromosikan kami...”

”Kira-kira kapan itu terjadi?” tanya Chuncu sambil menggoreskan penanya.

”Tidak lama sebelum aku mengetahui kenyataan kalau Sadaham adalah Ayah kandungku. Kira-kira dua atau tiga minggu sebelumnya...”

”Rasanya mulai ada titik temu di sini...” komentar Chuncu sambil menutup filenya. “Baiklah, hyung, hari ini sampai sini dulu. Nanti kuhubungi lagi... Lebih baik jangan lewat telepon, karena aku tidak mau ambil resiko ada yang menyadap teleponmu...”

”Baiklah,,” sahut Bidam sambil menyalami Chuncu. Alcheon melakukan hal yang senada dan mereka bertiga bertatapan untuk waktu yang cukup lama. ”Aku tunggu perkembangannya...”
------------------------------========to be continued============-----------------------------

Tidak ada komentar: