Selasa, 08 Juni 2010

Fanfic The Future and the Past 38

-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
THIRY EIGHTH SCENE
*urutan dari kiri ke kanan: nama di QSD, nama asli, nama di FF)
Bidam: Kim Nam Gil (memakai nama asli di FF)
Deokman: Lee Yo Won (memakai nama asli di FF)
Han Ga In : (memakai nama asli di FF)
Kim Yong Soo : Park Jung Chul(nama asli): Jung Yong Soo (nama di FF)

------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

“…..” Aku melihatnya memandangku dengan cemas. Aku bahkan bisa mendengar suaranya memanggil namaku.


─Kim Nam Gil, Gyeongju, 2008─

“Nam Gil?...”

“Kim Nam Gil…?”

Kubuka mataku perlahan-lahan. Yo Won memandangku dengan seraut wajah pucat yang persis sama dengan wanita di mimpiku. Air mata menggenang di pipinya. ”Sadar! Dia sudah sadar!” serunya. Ia terlihat luar biasa senang melihat kesadaranku semakin pulih.

”Maaf, sedikit pusing... mungkin anemia ringan...” tukasku, mencoba membetulkan posisi dudukku dan memijit kepalaku.

”Masa hanya anemia?” Han Ga In duduk di depan kami, memperhatikanku dengan seksama dan memberikan pandangan─kau jangan coba berbohong padaku.

“Betul, sekarang sudah tidak apa-apa...” sahutku. Ia tersenyum singkat dan mengalah, kembali ke tempat duduknya semula. Yo Won yang duduk di sampingku meremas tanganku. Aku agak kaget merasakan betapa dingin tangannya di kulitku.

”Maaf membuatmu cemas...” Yo Won mengangguk. “Rasanya kita semakin dekat dengan kenyataan, bukan? Tapi, kurasa sebaiknya pelan-pelan saja…” ia mengangguk lagi. Kutatap pemandangan sekitar. “Dimana ini? Busnya sudah sampai?”

“Sekitar sepuluh menit lagi…” jawab Yo Won sambil tersenyum. “Oh, dan ponselmu berbunyi beberapa kali tadi…”

“Oke, thanks…” kukeluarkan ponselku, cukup mengejutkan melihat belasan sms di sana berasal dari Yong Soo. Ada urusan apa sih anak itu?

Kupencet tombol perlahan, “Halo? Apa? Hotelku berada nanti? Oh, apa? Kau akan datang?” kulihat mimik Yo won mencerah mendengar kedatangan Yong Soo.

Kurasa ia memang berniat menjodohkan Ye Jin dengan Yong Soo. Tidak masalah untukku, selama bukan ia sendiri yang berniat menjodohkan dirinya sendiri dengan Yong Soo. Sebentar kemudian, aku dan Yong Soo sudah terlibat obrolan panjang lebar seperti biasanya.

Sore kuhabiskan bersama Yo Won, berjalan di sepanjang taman yang terletak di belakang hotel. Kami juga mengelilingi hotel dari atas sampai bawah. Tidak sedikitpun yang mengungkit tentang mimpi kami. Tidak aku, tidak juga Yo Won.

Mungkin memang begini seharusnya. Atau apapun itu, kurasa lebih baik menikmati apa yang ada sekarang sebaik mungkin. Bagiku, perasaanku saat ini, kebersamaannya di sampingku, semua lebih dari sekedar cukup.

“Kalau… ada yang menanyakan hubungan kita… aku harus menjawab bagaimana?” Tanya Yo Won tiba-tiba.

Aku terperangah sejenak, dan tidak kuasa menolak memandang matanya yang terlihat begitu jernih. “Menurutmu?” tanyaku padanya kembali. Ia tampak merenggut kesal dengan jawabanku.

”Karena aku tidak tahu makanya aku bertanya padamu...” tukasnya sambil berjalan lebih cepat.

Kusunggingkan senyumku dan mengerjarnya, lalu meraih tangannya. ”Kita bergandengan bersama, persis tidak dengan adik kakak?” tanyaku, berusaha menggodanya. Tentu saja aku tidak pernah lagi menganggapnya sebagai adik.

”Kau menyebalkan sekali,” ujarnya sambil menepis tanganku.

”Biasanya kau suka kugandeng,” gurauku saat melihat pipinya memerah. ”Sekarang sudah tidak mau lagi?”

”Hentikan saja candaanmu, tidak lucu...” cibirnya sambil berjalan lebih cepat.

Buru-buru kutangkap lengannya lagi. ”Kalau menurutmu, aku bagaimana?” tanyaku. Kali ini suaraku sendiri pun terdengar gugup. Jangan-jangan ialah yang selama ini memandangku sebagai Kakak. Sebuah kalimat klasik melintas di kepalaku. Kalimat yang berasal dari mimpiku sebelumnya.

”Apa kau benar2 berpikir bahwa Ratu dapat memberikan cintanya untukmu?”

Kalimat itu terasa begitu berat menekan dadaku. Entah mengapa. Kali ini, pelipisku berdenyut perlahan saat mengingatnya. Sialan, kalimat itu benar-benar kalimat pengganggu!

”Yo Won?” tanyaku lagi. Gadis itu masih diam, terpaku di tempatnya. Matanya menatapku dengan gugup. ”Aku menunggu jawabanmu,” ujarku dengan suara nyaris berbisik.


─Lee Yo Won, Gyeongju, 2008─

“Yo Won…” lagi-lagi Nam Gil memanggilku. Aku memandangnya sekaligus tidak memandangnya.

Rasanya mataku memandang sosok lain di belakang Nam Gil. Bayangannya sekaligus bukan bayangannya. Sorot mata yang sama, tatapan yang sama. Pria yang sama sekaligus berbeda. Bagian dari dirinya sekaligus bukan. Pria dalam mimpiku...

”Yo Won?” tanyanya lagi. Aku memandangnya dengan mata mengerjap kaget. ”Aku eh, ya, begitulah...” jawabku, kacau dengan diriku sendiri.

”Apa maksudmu begitulah?” tanyanya bingung. Ia bersedekap kesal. ”Kau meminta pendapatku tentang dirimu sementara menurutmu aku hanya si pria begitulah?”

”Bukan begitu...” ujarku gugup. Ia menanyakan pendapatku tentangnya. Apa? Apa yang bisa kukatakan? Kalau aku sangat menyukainya? Mencintainya? Apa ia akan puas dengan jawaban itu? Atau malah bukan itu yang ingin dia dengar dariku?

”Lantas apa?” tanyanya lagi. Kali ini nadanya terdengar menuntut.

”Kau... orang yang sangat penting bagiku...” tuturku. Nafasku tertahan di dadaku saat kalimatku usai. Sebenarnya lebih. Lebih dari itu. kau tidak bisa merasakannya, Kim Nam Gil?

”Kau... juga sangat penting bagiku...” suaranya terdengar berat dan dalam. Ia memandangku lekat-lekat. Matanya yang teduh seolah mencarikan hatiku dan di satu sisi membuatku kehilangan kemampuan bernafas. ”Kau sangat unik, dan aneh, kalau kuingat lagi pertemuan pertama kita...”

Aku mengangguk, mendengarkannya dengan dada berdebar-debar. ”Kemudian, tiap kali bertemu denganmu... aku selalu saja terikat ke arahmu. Dan semakin parah dengan kilasa aneh itu...”

Ia masih berdiri tegak di tempatnya. Berpikir, diam, dan kemudian tersenyum. “Kurasa, sekarang aku sudah tidak melepaskan diri lagi darimu...” desahnya sambil menghela nafas panjang. ”Kau adalah... sosok yang membuatku tetap bertahan hidup sampai sekarang... Sosok yang ingin kulindungi. Sebagai teman, sebagai sahabat, adik, sekaligus wanita....”

Kali ini kami saling bertatapan dengan kaku. Ia menyunggingkan seulas senyuman lebar, dan terlihat grogi. ”Baru kali ini aku menembak seseorang. Tidak aneh, kan?” tawanya berderai dengan kikuknya.

Aku bisa merasakan sudut bibirku bergerak, membentuk senyuman, dan kemudian mataku, terasa begitu panas. Dadaku terus berdebar kencang. Kemudian kami berjalan pelan, selangkah, selangkah, dan aku menghambur di pelukannya.

”Maaf, butuh waktu lama bagiku untuk mengungkapkannya...” ujarnya sambil memelukku. Suaranya terdengar begitu dekat dengan telingaku.

Aku hanya mampu mengangguk dan mengangguk. Konyol dan cengeng. Tetapi, luapan kegembiraan begitu besar melesak keluar dari dadaku, menjadikan air mataku mengalir tidak ada habisnya.

”Aku mencintaimu Kim Nam Gil...” bisikku. Ia mempererat pelukannya. Pelan, kubalas pelukannya dengan perasaan seolah aku ini orang paling bahagia di dunia. Hari ini akan menjadi hari yang tak terlupakan untukku.

Lalu, kilasan itu kembali muncul. Pria yang sama dengan sebelumnya. Memelukku, merangkulku. Apakah aku boleh membalas pelukannya?

”Kau melihatnya?” tanya Nam Gil, melepaskan pelukannya.

Aku memandangnya ragu dan kemudian mengangguk. ”Kilasan itu?” tanyaku.

”Ya,” Nam Gil kelihatan berpikir sejenak. ”Semakin dekat denganmu, rasanya semakin sering kilasan itu muncul. Dan tempat ini, begitu datang, kilasan itu semakin serig lagi muncul. Kira-kira apa arti semua ini?”

Ia memandang wajah bingungku dan tertawa gemas, lalu memelukku lagi. ”Ya sudah, kita lupakan saja dulu, aku masih mau memelukmu!” serunya gembira.

Aku tidak bisa menyembunyikan tawaku di bahunya yang lebar. ”Ya, aku juga belum puas memelukmu,” sahutku asal-asalan. Kim Nam Gil terlihat begitu senang mendengar kalimatku. Ia lantas mengeratkan pelukannya, membuatku merasa begitu aman. Aku ingin selamanya, pria inilah yang berada di sisiku...

-to be continued-

2 komentar:

fersha mengatakan...

hai,, salam kenal...
kapan critanya dilanjutkan???
aku suka banget bacanya...
ku tunggu bagian selanjutnya yang ke 39...

Chika_erfenn mengatakan...

tenkiu yah untuk komennya ^^oke deh dialnjutkan kok. siipp... klau bisa di follow lebih seneng lagi haha