WINE, MAN, LOVE, SPECIAL EPISODE
by Patricia Jesica on Monday, September 26, 2011 at 11:12am ·
Special episode
Wine, man, love
―After Marriage―
―Scarlet Bar, Seoul―
“Jadi ini bar kebanggaanmu itu?” Tuan Hong memasuki bar dengan bantuan tongkat di tangannya. “Wah, tempat ini memang jadi bagus sekali…”
“Terima kasih, Ayah…” Nam-gil pun tersenyum. Ia sudah terbiasa dengan nama Nam-gil, jadi biarlah nama Tae-song terkubur bersama masa lalunya yang kelam. “Akan kusiapkan minuman special untuk Ayahku…”
“Hahahah… senang mendengarnya…” tawa Tuan Hong.
“Sebelum minum-minum, Ayah harus makan dulu…” Yo-won berjalan keluar dari dapur dengan membawa nampan di tangannya. “Karena belum jam buka, kurasa kita bertiga bisa makan bersama di sini…”
“Ahahaha… ya, kau benar…” Tuan Hong tersenyum dan duduk di tempat yang disediakan sementara Yo-won dengan cekatan menyiapkan hidangan satu per satu. “Aku senang menantuku cantik dan pandai memasak…”
“Wine adalah teman yang paling tepat untuk makanan apapun… aku sudah menyediakan merek wine kesukaan Ayah hari ini…” Nam-gil membuka tutup wine dan menuangkannya ke tiga gelas yang terdapat di depannya.
“ Wah, sayang sekali Tae-ra dan Mo-ne sedang sibuk. Mereka jadi tidak bisa makan makanan seenak ini…” puji tuan Hong lagi. “Oh ya, ada apa tiba-tiba kau mengundangku kemari? Tentunya bukan hanya untuk memperlihatkan bar ini padaku, bukan?”
“Dari dulu Ayah memang jeli sekali,” senyum Nam-gil sambil mengiris daging di hadapannya. “Begini, kami ada kabar gembira untuk Ayah…”
Yo-won mengangguk malu di samping Nam-gil, membuat Tuan Hong memandang pasangan itu dengan penasaran.
“Kau saja yang sampaikan,” kilah Yo-won pada suaminya.
“Tidak, kau saja…” balas Nam-gil.
“Siapapun boleh, ayolah, aku sudah penasaran sekali… Kalian membuatku semakin curiga saja…” gurau Tuan Hong lagi.
“Begini,” mereka akhirnya bicara hampir bersamaan. “Kami akan segera memberi Ayah cucu…”
“Benarkah?” Tuan Hong berseru kaget sambil memandang keduanya. “Benarkah? Laki-laki? Perempuan? Yang mana?”
“Masih belum dipastikan,” sahut keduanya malu. “Tapi, kuharap ini berita yang menggembirakan untuk Ayah…”
“Oh… ya… itu sudah pasti dong…” tawa Tuan Hong meledak seketika. “Berita sebagus ini memang selayaknya dirayakan dengan wine seenak ini!!!”
Lima bulan kemudian…
―Nam Gil Family’s House―
“Kau sudah memutuskan untuk membantu usaha Ayahmu?” tanya Yo-won sambil memasangkan dasi suaminya.
“Ya,” jawab Nam-gil. “Kulihat tidak ada karyawan yang kompeten di sana untuk menggantikan posisi Ayahku. Lagipula, dulu aku yang menghancurkannya. Sedikit banyak aku bertanggung jawab atas hal itu…”
“Tidak usah menyesali masa lalu,” tegur Yo-won. “Kau sudah berubah. Lakukan saja yang menurutmu baik, dan berusaha saja semampumu. Aku yakin Ayahmu sudah cukup senang dengan bantuanmu…”
“Aku akan berusaha keras agar layak menjadi penggantinya…” sahut Nam-gil lagi. “Kakakku Tae-ra mengalami kesulitan karena ia seorang wanita…”
“Ya, aku tahu itu…” senyum Yo-won. “Kadang kala wanita dianggap remeh…”
“Tetapi tidak denganmu,” Nam-gil mencubit pipi Yo-won gemas. “Kau akhir-akhir ini sangat hebat sewaktu menggantikanku menjadi pemilik di Scarlet bar… Kudengar Eric Moon datang dan mengajukan lamaran menjadi manajer operasional kita…”
“Jangan memujiku,” ujar Yo-won. “Aku cuma seorang wanita yang berusaha membantu suaminya. Ini juga supaya kita bisa lebih banyak bersama… Dan soal Eric, ya, dia sudah menyesal dan kali ini tampak sungguh-sungguh. Berkat dirinya penjualan kita semakin bagus…”
“Ah, ya, soal itu…” Nam-gil menampakkan ekspresi menyesal. “Kita memang seharusnya lebih banyak menghabiskan waktu bersama… maafkan aku…”
“Itu tidak masalah,” gumam Yo-won. Sedetik kemudian ia mencengkeram lengan Nam-gil kuat-kuat. Wajahnya pucat seperti kertas. “Ahh…” erangnya sambil memegang perutnya.
“Astaga! Kau kenapa, Yo-won? Ayo kita ke rumah sakit!!” Nam-gil dengan segera membopong Yo-won sambil menelepon ambulans.
Tidak lama ambulans datang dan menjemput istrinya. Selama di mobil, Nam-gil terus menggenggam tangan Yo-won dan mendoakan keselamatan anaknya. Tidak lama kemudian ponselnya berdering.
“Halo? Ah, Ayah? Maafkan aku, aku sedang berada di perjalanan ke rumah sakit. Mungkin Yo-won akan melahirkan…”
“Kalau begitu aku akan ke sana…”
“Apa? Apa tidak masalah Ayah meninggalkan kantor?”
“Dasar anak bodoh! Tentu saja aku harus melihat kelahiran cucuku!” jawab Ayahnya panik.
Satu jam kemudian…
“Selamat! Bayinya laki-laki” seru seorang perawat.
“Laki-laki? Benarkah? Terima kasih, suster…” Nam-gil dan Ayahnya buru-buru menghampiri Yo-won di tempat tidurnya.
Nam-gil mencium tangan Yo-won dan tersenyum penuh haru melihat anak itu berada di samping Ibunya. “Terima kasih, Yo-won… kau melahirkan anak kita dengan selamat… Aku sangat bahagia…”
“Anakmu tampan…” Tuan Hong menangis terharu. “Aku senang sekali melihatnya begitu sehat…”
“Ya, Ayah…” sahut Nam-gil sambil tersenyum senang. “Bisakah ayah memberinya nama?”
“Aku? Apa boleh?” tanya Tuan Hong hati-hati.
“Tentu saja,” senyum Yo-won. “Apa Ayah juga mau menggendongnya?”
“Ya…” Tuan Hong meraih anak itu dalam pelukannya dan menimangnya dengan hati-hati. Air mata haru menetes di pipinya. “Rasanya ajaib sekali… aku sangat bahagia bisa menjadi kakek untuk bayi kecil ini…”
Nam-gil dan Yo-won berpegangan tangan sambil tersenyum. Sementara itu, Tuan Hong mengamati bayi dalam gendongannya dengan penuh kasih. Ia yakin, yang dinamakan kebahagiaan itu pastilah keadaan seperti ini.
“Ah, bagaimana kalau dia diberi nama….”
Di luar, langit begitu biru dan awan bergulung-gulung lembut. “Semoga suara kebahagiaan bisa meraih hati semua orang…” doa Yo-won dan Nam-gil dalam hati. “Seperti kami yang berbahagia… kalian pun, berbahagialah!”
-tamat-
Wine, man, love
―After Marriage―
―Scarlet Bar, Seoul―
“Jadi ini bar kebanggaanmu itu?” Tuan Hong memasuki bar dengan bantuan tongkat di tangannya. “Wah, tempat ini memang jadi bagus sekali…”
“Terima kasih, Ayah…” Nam-gil pun tersenyum. Ia sudah terbiasa dengan nama Nam-gil, jadi biarlah nama Tae-song terkubur bersama masa lalunya yang kelam. “Akan kusiapkan minuman special untuk Ayahku…”
“Hahahah… senang mendengarnya…” tawa Tuan Hong.
“Sebelum minum-minum, Ayah harus makan dulu…” Yo-won berjalan keluar dari dapur dengan membawa nampan di tangannya. “Karena belum jam buka, kurasa kita bertiga bisa makan bersama di sini…”
“Ahahaha… ya, kau benar…” Tuan Hong tersenyum dan duduk di tempat yang disediakan sementara Yo-won dengan cekatan menyiapkan hidangan satu per satu. “Aku senang menantuku cantik dan pandai memasak…”
“Wine adalah teman yang paling tepat untuk makanan apapun… aku sudah menyediakan merek wine kesukaan Ayah hari ini…” Nam-gil membuka tutup wine dan menuangkannya ke tiga gelas yang terdapat di depannya.
“ Wah, sayang sekali Tae-ra dan Mo-ne sedang sibuk. Mereka jadi tidak bisa makan makanan seenak ini…” puji tuan Hong lagi. “Oh ya, ada apa tiba-tiba kau mengundangku kemari? Tentunya bukan hanya untuk memperlihatkan bar ini padaku, bukan?”
“Dari dulu Ayah memang jeli sekali,” senyum Nam-gil sambil mengiris daging di hadapannya. “Begini, kami ada kabar gembira untuk Ayah…”
Yo-won mengangguk malu di samping Nam-gil, membuat Tuan Hong memandang pasangan itu dengan penasaran.
“Kau saja yang sampaikan,” kilah Yo-won pada suaminya.
“Tidak, kau saja…” balas Nam-gil.
“Siapapun boleh, ayolah, aku sudah penasaran sekali… Kalian membuatku semakin curiga saja…” gurau Tuan Hong lagi.
“Begini,” mereka akhirnya bicara hampir bersamaan. “Kami akan segera memberi Ayah cucu…”
“Benarkah?” Tuan Hong berseru kaget sambil memandang keduanya. “Benarkah? Laki-laki? Perempuan? Yang mana?”
“Masih belum dipastikan,” sahut keduanya malu. “Tapi, kuharap ini berita yang menggembirakan untuk Ayah…”
“Oh… ya… itu sudah pasti dong…” tawa Tuan Hong meledak seketika. “Berita sebagus ini memang selayaknya dirayakan dengan wine seenak ini!!!”
Lima bulan kemudian…
―Nam Gil Family’s House―
“Kau sudah memutuskan untuk membantu usaha Ayahmu?” tanya Yo-won sambil memasangkan dasi suaminya.
“Ya,” jawab Nam-gil. “Kulihat tidak ada karyawan yang kompeten di sana untuk menggantikan posisi Ayahku. Lagipula, dulu aku yang menghancurkannya. Sedikit banyak aku bertanggung jawab atas hal itu…”
“Tidak usah menyesali masa lalu,” tegur Yo-won. “Kau sudah berubah. Lakukan saja yang menurutmu baik, dan berusaha saja semampumu. Aku yakin Ayahmu sudah cukup senang dengan bantuanmu…”
“Aku akan berusaha keras agar layak menjadi penggantinya…” sahut Nam-gil lagi. “Kakakku Tae-ra mengalami kesulitan karena ia seorang wanita…”
“Ya, aku tahu itu…” senyum Yo-won. “Kadang kala wanita dianggap remeh…”
“Tetapi tidak denganmu,” Nam-gil mencubit pipi Yo-won gemas. “Kau akhir-akhir ini sangat hebat sewaktu menggantikanku menjadi pemilik di Scarlet bar… Kudengar Eric Moon datang dan mengajukan lamaran menjadi manajer operasional kita…”
“Jangan memujiku,” ujar Yo-won. “Aku cuma seorang wanita yang berusaha membantu suaminya. Ini juga supaya kita bisa lebih banyak bersama… Dan soal Eric, ya, dia sudah menyesal dan kali ini tampak sungguh-sungguh. Berkat dirinya penjualan kita semakin bagus…”
“Ah, ya, soal itu…” Nam-gil menampakkan ekspresi menyesal. “Kita memang seharusnya lebih banyak menghabiskan waktu bersama… maafkan aku…”
“Itu tidak masalah,” gumam Yo-won. Sedetik kemudian ia mencengkeram lengan Nam-gil kuat-kuat. Wajahnya pucat seperti kertas. “Ahh…” erangnya sambil memegang perutnya.
“Astaga! Kau kenapa, Yo-won? Ayo kita ke rumah sakit!!” Nam-gil dengan segera membopong Yo-won sambil menelepon ambulans.
Tidak lama ambulans datang dan menjemput istrinya. Selama di mobil, Nam-gil terus menggenggam tangan Yo-won dan mendoakan keselamatan anaknya. Tidak lama kemudian ponselnya berdering.
“Halo? Ah, Ayah? Maafkan aku, aku sedang berada di perjalanan ke rumah sakit. Mungkin Yo-won akan melahirkan…”
“Kalau begitu aku akan ke sana…”
“Apa? Apa tidak masalah Ayah meninggalkan kantor?”
“Dasar anak bodoh! Tentu saja aku harus melihat kelahiran cucuku!” jawab Ayahnya panik.
Satu jam kemudian…
“Selamat! Bayinya laki-laki” seru seorang perawat.
“Laki-laki? Benarkah? Terima kasih, suster…” Nam-gil dan Ayahnya buru-buru menghampiri Yo-won di tempat tidurnya.
Nam-gil mencium tangan Yo-won dan tersenyum penuh haru melihat anak itu berada di samping Ibunya. “Terima kasih, Yo-won… kau melahirkan anak kita dengan selamat… Aku sangat bahagia…”
“Anakmu tampan…” Tuan Hong menangis terharu. “Aku senang sekali melihatnya begitu sehat…”
“Ya, Ayah…” sahut Nam-gil sambil tersenyum senang. “Bisakah ayah memberinya nama?”
“Aku? Apa boleh?” tanya Tuan Hong hati-hati.
“Tentu saja,” senyum Yo-won. “Apa Ayah juga mau menggendongnya?”
“Ya…” Tuan Hong meraih anak itu dalam pelukannya dan menimangnya dengan hati-hati. Air mata haru menetes di pipinya. “Rasanya ajaib sekali… aku sangat bahagia bisa menjadi kakek untuk bayi kecil ini…”
Nam-gil dan Yo-won berpegangan tangan sambil tersenyum. Sementara itu, Tuan Hong mengamati bayi dalam gendongannya dengan penuh kasih. Ia yakin, yang dinamakan kebahagiaan itu pastilah keadaan seperti ini.
“Ah, bagaimana kalau dia diberi nama….”
Di luar, langit begitu biru dan awan bergulung-gulung lembut. “Semoga suara kebahagiaan bisa meraih hati semua orang…” doa Yo-won dan Nam-gil dalam hati. “Seperti kami yang berbahagia… kalian pun, berbahagialah!”
-tamat-
1 komentar:
Aahh senangnya.... Happy ending
Jd kangen nam gil oppa ... Kpn oppa main drama lg ??! Nyanyi udah, main film udah.. Tinggal main drama.....:(
Posting Komentar