Minggu, 02 September 2012

fanfic wine, man, love 4

WINE, MAN, LOVE4

by Patricia Jesica on Monday, August 29, 2011 at 9:33pm ·
Chapter4
Wine, man, love
-Engagement-

Cast:
Kim Nam-gil
Lee Yo-won
Lee Seung-hyo
Park Ye Jin as Lee Ye Jin (Yo Won’s cousin)
Kim Hyu Na


Disclaimer:  I didn’t own the characters; this is just fan fiction that I made because I’m not satisfied with the Bad Guy ending

―Scarlet Bar, Seoul―

Seulas senyum tipis membayang di wajah Nam-gil. “Rupanya kau salah paham…” ujarnya setengah menggumam. Dirangkulnya bahu wanita di sebelahnya itu untuk mendekat, “Ini Kim Hyu Na. Kenalkan, dia adikku…”

“Apa….” Kali ini, Yo-wonlah yang kehabisan kata-kata. Ditatapnya kedua sosok di hadapannya dengan mulut menganga.

“Benar kan, kau salah paham?” tanya Nam-gil lagi. Kali ini dia tersenyum lega.

“Ta-tapi…” Yo-won menatap dua sosok di depannya dengan bingung. “Kalian sama sekali tidak mirip…” tukasnya kaku. Sedetik kemudian Yo-won sadar telah melakukan kesalahan.

“Memang kenapa kalau tidak mirip?” Hyu-na bertanya dengan nada berang.

“Sudahlah, Hyu-na…” bujuk Nam-gil. “Kau ini sedikit-sedikit marah. Jangan begitu…”

“Maaf, aku salah bicara…” Yo-won menunduk dalam-dalam. Ia sangat menyesal. Ia melupakan kenyataan kalau Nam-gil anak angkat. Karena itulah pria itu tidak mirip dengan adiknya. Sekarang pasti kata-katanya itu sudah menyakiti dua orang di depannya.

“Tidak apa,” Nam-gil pun tersenyum sambil menepuk pundak Yo-won. “Aku akan mengantar Hyu-na pulang. Ayo, sekalian kuantar kau pulang. Aku bawa mobil…”

“Tidak perlu, tidak apa-apa…” tolak Yo-won. Ia bisa membayangkan suasananya akan tidak nyaman di sana.

“Bagaimana kalau aku memaksa?” tanyanya. Hyu-na sudah mau melotot namun keburu ditahan oleh Nam-gil. “Bersikap baiklah pada calon tunanganku…” pintanya.

Kali ini Hyu-na dan Yo-won sama-sama melotot kaget. “Apa maksudmu?” tanya mereka hampir bersamaan.

“Kalau mau mendengar cerita lengkapnya, lebih baik kau ikut pulang denganku…”

“Tidak mungkin…” dengan gelisah kucari tempat di mana Ye-jin sebelumnya berada. Ia terlibat pembicaraan serius dengan Mamanya. Di sebelahnya Kak Seung-hyo berdiri menemaninya.

“Apa yang terjadi?” tanyaku. “Tadi Ye-jin bilang dia akan mengumumkan hubungannya dengan Seung-hyo…”

“Aku bisa menjelaskan,” potong Nam-gil sambil memainkan kunci mobilnya dengan telunjuk. “Sekarang pilihannya ada padamu. Ikut? Atau tidak?”

Yo-won menatap kunci itu. Matanya lalu bertatapan dengan pandangan tidak suka dari Hyu-na. “Aku ikut,” ujarnya putus asa.

♦♦♦

“Kemarin begitu mengajak Hyuna pulang dari hotel, aku bicara pada orangtuaku…” Nam-gil menatapku sekilas sambil tersenyum. Rupanya ia tahu aku membuntutinya kemarin. “Dan kuberitahukan pada mereka soal Ye-jin…”

“Soal Ye-jin? Maksudmu?”

“Tentang pacarnya. Dan kemudian… tentangmu. Tidak sulit meyakinkan orang tuaku tentang pilihanku…”

Di kursi belakang, Hyu-na berdehem canggung. “Kau masih belum mendapat persetujuanku, Kak. Aku tidak suka Nona ini yang jadi kakak iparku nantinya…”

“Diam dululah, Hyu-na. Sopan sedikit padanya…” tegur Nam-gil. “Kemudian, tadi kau bisa melihat ada ketegangan antara Ye-jin dan Mamanya. Kurasa dia sedang membicarakan tentang pacarnya ke Mamanya. Bisa kutebak, dia tidak akan mengumumkan ke publik malam ini. Kudengar Mamanya marah dan tidak mengijinkannya mengumumkan itu sembarangan.”

“Tapi… mereka bahkan sudah mengatur acaranya…”

“Tunggu sampai pembatalan pertunangan itu disampaikan oleh orang tuaku, mungkin tuntutan Mamanya Ye-jin akan mengendur. Lagipula, nantinya yang akan menikah kan Ye-jin, bukan orangtuanya. Dia tidak bisa terlalu dipaksa…”

“Aku setuju itu…” sahutku. Mataku memandang kegelapan malam di sepanjang jalan. Lampu-lampu berwarna-warni mencerahkan jalanan di malam hari. Setelah mendengar semua penjelasan cowok ini, perasaanku pun meringan.

“Kau tidak keberatan kan, bertunangan denganku?” tanya cowok itu tiba-tiba.

“Eh… soal itu…” Dengan gugup kupilin rokku. “Rasanya… bukan masalah…”

“Oh… aku setuju…” Nam-gil tertawa kecil di sampingku. “Nanti kau juga akan jatuh cinta padaku…” tukasnya sambil mengulum senyum.

“Percaya diri sekali…” komentarku. Kami saling tertawa dan menatap dari kaca spion depan.

“Ehem-ehem!” Hyu-na pun berdehem di belakang. “Kalian jangan lupakan keberadaanku, ya. Ingat, kalian kan belum resmi tunangan. Baru direncanakan… jangan terlalu mesra begini, rasanya aku jadi jengah…” ia mulai mengomel dengan kesal.

♦♦♦

―Lee Family’s House―
“Selamat malam, Tante…” Nam-gil tersenyum ramah sambil mengantarkanku masuk.

“Astaga, kau putra Pak Kim itu, kan? Wah, memang sangat tampan… Terima kasih sudah mengantar Yo-won… Tidak mau mampir dulu untuk minum teh?” Mama tersenyum gembira sambil menawarkan.

“Tidak perlu repot-repot Tante…” Nam-gil menolak dengan senyuman sungkan. “Hari sudah malam dan saya juga masih harus mengantar adik saya pulang…”

“Oh ya? Begitukah? Sayang sekali, ya… Kalau ada waktu mampirlah kemari…” senyum Mama lagi.

Yo-won memandang mamanya dengan bingung. Kenapa Mama harus kelewat gembira begini hanya karena pria ini datang, sih? “Hati-hati di jalan…” ujar Yo-won sambil membukakan pintu. “Terima kasih sudah mengantarku tadi…”

“Mimpikan aku.” Cowok itu mengedipkan sebelah mata dan berbisik tepat sebelum pintu kututup. Nyaris jantungku lepas melihatnya.

“Ya ampun, dia memang tampan dan tinggi. Wah, itu namanya bibit unggul…” Mama berdecak kagum sambil memandangi kepergian Nam-gil. “Badannya juga bagus. Dipeluk pria seperti itu pasti rasanya bagaimana gitu Yo-won…”

Sepintas Yo-won bergidik mendengar nada genit dari suara mamanya. “Ingat-ingat Papa dong, Ma…” tukasnya sambil menghela nafas.

“Idih… kok bicara begitu pada Mama?” Mamanya mengomel kesal. “Dulu Papamu juga gagah dan berotot seperti itu. banyak yang suka padanya, tapi dia hanya tertarik pada kencantikan Mama. Mama kan sudah pernah cerita padamu…”

“Ya, ya, aku ingat…” Yo-won menyimpan sepatunya dan berjalan pergi. Menunggu cerita Mamanya selesai bisa memakan waktu seharian penuh. “Aku capek, Ma. Aku tidur ya. Pa, selamat malam…” Yo-won melongokkan kepalanya ke ruang tamu sebelum akhirnya menaiki selasar tangga menuju kamarnya.

♦♦♦

―Scarlet Bar, Seoul―
“Katamu mau mengajakku ke tempat yang bagus, kenapa malah ke sini?” Yo-won memprotes ketika cowok itu memarkir motornya di bar miliknya.

Kemarin tiba-tiba Nam-gil datang hanya untuk mengajaknya kencan. Pertunangan mereka belum dipestakan secara resmi, namun sudah diterima oleh kedua pihak. Bukan main senangnya hati Ye-jin mendengarnya. Mamanya pun sudah mundur dan tidak terlalu keras pada hubungannya dengan Seung-hyo.

“Aku mau cerita sesuatu yang penting padamu…”

Kim Nam-gil tersenyum santai sambil melepaskan helm-nya. “Di dalam lebih enak, nyaman, dan ada minuman gratis…”

“Aku tidak mau minum alkohol lagi. Kemarin itu kepalaku sakit…”

“Masih untung yang kau minum cuma anggur merah. Kalau yang lainnya, jangan harap kau masih bisa berjalan…”

“Yah…” Yo-won memasuki bar itu setelah kuncinya dibuka oleh Nam-gil. “Lain kali aku tidak akan sebodoh itu…”

“Tapi aku sedikit senang karena kau cemburu padaku…” Nam-gil mengambil gelas dan memasukkan beberapa es batu ke dalamnya. “Minum jus saja….” Nam-gil mengeluarkan sekaleng jus lalu menuangkan isinya ke dalam gelas.

“Terima kasih…” Yo-won meminum jusnya dengan gembira. “Jadi? Apa yang mau kau ceritakan padaku?”

“Kau punya insting tajam, Yo-won. Aku bisa melihatnya dari matamu. Saat pertama kali aku bertemu denganmu dan menolongmu, kau melihatku berganti baju di ruangan staff itu. Kurasa, kau sudah melihat luka di punggungku…”

Tanpa sadar Yo-won meminum jusnya. “Apa seharusnya aku… tidak melihat luka itu?” tanyanya. Tangannya sedikit gemetar saat mengingat bekas luka itu. Luka semacam apa yang akan meninggalkan bekas sedalam itu? Pasti luka itu sangat parah dulu…

“Aku bingung kenapa aku bisa langsung bercerita begini padamu.” Nam-gil berdehem malu. “Mungkin, sejak melihatmu hari itu, aku sudah jatuh cinta padamu…”

Yo-won menelan ludah dengan gugup. “A-aku tidak tahu harus jawab apa…” Ia bisa merasakan wajahnya terasa begitu panas.

“Nantinya kau juga akan mencintaiku…” senyum Nam-gil lagi.

Yo-won berusaha keras menahan debar di dadanya. Untung Nam-gil tidak menyadari satu hal. Sebenarnya, dialah yang terlebih dahulu tertarik pada pria itu sejak melihatnya pertama kali.

“Kita kembali ke topik awal saja…”

“Ya…” Yo-won mengangguk setuju. “Luka itu kenapa?”

“Aku tidak tahu luka itu kenapa…” jawab Nam-gil kaku. Wajahnya terlihat bingung. “Aku… sebenarnya aku anak angkat…”

“Ya…”

“Kenapa kau tidak terlihat kaget?” tanyaNam-gil. “Kau sudah tahu soal ini?”

“Ya, maaf.” Yo-won meminta maaf dengan perasaan bersalah. “Kemarin juga aku sudah salah bicara, mengatakan kalian tidak mirip. Aku merasa tidak enak pada kalian kemarin….. Sebenarnya Mamaku yang bilang padaku kalau ia curiga kau diangkat anak karena sebenarnya temannya itu tidak bisa hamil…”

“Sudahlah, tidak apa. Memang, Mamaku yang sekarang, Mama angkatku tidak bisa hamil. Hyu-na dan aku sama-sama anak angkat. Kendati demikian, aku menghormati kedua orang tua angkatku itu. Berkat mereka, aku bisa hidup…”

Eskpresi Yo-won menegang mendengar penuturan pria itu. “Apa maksudmu?”

“Aku adalah seorang pria yang terlahir dari kematian…” tukas Kim Nam-gil sambil menatap Yo-won dalam-dalam. “Dan aku adalah pria tanpa masa lalu…”

“Apa…”



-to be continued-







Tidak ada komentar: