WINE, MAN, LOVE 7
by Patricia Jesica on Monday, September 26, 2011 at 10:55am ·
Chapter7
Wine, man, love
-Reunited and Beloved-
―Shim Gun Wook’s House―
Beberapa hari terakhir Nam Gil menghabiskan waktunya di rumah ini. ia terus memikirkan mengenai masa lalu, masa sekarang, dan masa depan untuknya. Apapun yang ia katakan atau lakukan, bagaimana pun langkah yang dipilihnya, semua tetap akan tersakiti.
Nam gil menghela nafas panjang, ia memutuskan untuk membakar semua foto yang berada di hadapannya. Bukti masa lalu yang kejam.
Semua data yang berada di komputernya masih lengkap. Semua rencana yang terusun rapid an detail. Dan di antara data-data itu, ada sebuah folder yang tidak tega dihapusnya. Foto Jae-in. Lalu ada juga foto mereka berdua di taman hari itu.
Nam-gil menarik nafas. Ponselnya dibiarkan mati beberapa hari ini. Yo-won pasti akan merasa cemas dan memarahinya nanti.
Ia meraih jasnya dan berjalan ke luar rumah. Setelah berjalan-jalan sejenak, Nam-gil memutuskan untuk pergi ke taman. Di sana ia melihat Jae-in tengah berbincang dengan seorang pria.
Pria itu pergi tidak lama kemudian. Nam-gil bisa melihat betapa murungnya wajah Jae-in yang memandang kepergian pria itu.
“Jae-in…” panggil Nam-gil.
Jae-in terkesiap kaget dan secepat itu pula berusaha menghindar.
“Jae-in…” Nam-gil bergegas mengejar gadis itu ketika ia berlari meninggalkannya begitu saja. “Kumohon, jangan begini. Ini akan menyulitkan kita berdua…”
“Apa kau datang hanya untuk mengucapkan selamat tinggal padaku?” tanya Jae-in pedih.
Nam-gil menggeleng tidak berdaya. “Ayo, kita bicara dulu…” bujuknya sambil tersenyum.
Jae-in menggeleng, menolak. “Pria tadi itu… teman kerjaku yang baru… dan dia melamarku…”
Nam-gil memandang Jae-in dalam diam.
“Bodohnya. Seharusnya langsung kuterima tawarannya…” Jae-In menutup wajahnya dengan tangan. Ia lantas tersedu-sedu ketika Nam-gil maju untuk memeluknya.
“Apa kau menyukainya?”
“Aku tidak tahu itu…” bisik gadis itu lemah. “Hanya saja… setiap kali mau membuka hatiku pada orang lain… Aku terus saja memikirkan dirimu…”
“Maafkan aku…”
“Terus dan berulang-ulang. Bagaimana kalau Gun-wook kembali nantinya? Bagaimana seandainya ia datang?”
“Maafkan aku… Selama ini aku membuatmu susah,…”
“Aku tahu itu…” Jae-in menangis dalam pelukan Nam-gil. “Sejak hari itu bertemu denganmu dan gadis itu di mall. Aku sudah tahu tidak ada lagi tempat untukku…”
“Tidak benar, kau selalu punya kedudukan special di hatiku…”
“Apa artinya? Yang kau cintai bukan aku lagi…” Suara Jae-in terdengar bergetar sebelum akhirnya ia menangis. “Sementara ini, kita jangan bertemu dulu… aku… aku perlu menenangkan diriku…”
“Jae-in!” panggil Nam-gil. Gadis itu memalingkan wajahnya ke samping, tidak mau menatap pria di depannya. “Kudoakan semoga kau bisa bahagia…”
“Terima kasih…” Jae-in memaksakan senyuman sebelum akhirnya berlari pergi.
―Shim Gun Wook’s House―
Nam-gil memandang kunci di tangannya sebelum akhirnya mengunci tempat itu dan menggemboknya. Kali ini selamat tinggal untuk selamanya, bisiknya pelan.
―Lee Family’s House―
“Ada tamu untukmu, Yo-won!” panggil Mamanya dari pintu depan.
Yo-won sesegera mungkin menuruni tangga begitu mendengar namanya dipanggil. Ia langsung menyongsong Nam-gil dalam pelukannya begitu melihat pria itulah yang berdiri di depan pintunya.
“Kau hanya sekali menelepon untuk mengatakan kau baik-baik saja! Dan setelah itu sama sekali tidak ada kabar!” tuntut Yo-won.
“Maaf, banyak hal yang kubereskan sebelumnya. Berkat pertemuan dengan gadis itu, aku mengingat masa laluku dan semuanya. Lalu, aku pergi menceritakan semua ke keluarga angkatku. Tidak lama aku pindah dari rumah itu menuju rumahku yang sebenarnya…”
Yo-won menatap Nam-gil dengan pandangan ingin tahu. “Kau akan cerita padaku? Aku takut sekali kau tidak kembali…” Yo-won menunduk menyembunyikan air matanya. “Dari wajahmu barusan, aku tahu gadis yang kau temui hari itu bukan sembarang gadis. Dia dari masa lalumu, bukan? Dan kalian punya hubungan khusus…”
“Ya, benar…” Jawaban Nam-gil yang begitu jujur terasa menyakitkan. Namun Yo-won memahami, itulah salah satu kebaikan Nam-gil. Dia tidak akan berbohong. Lebih baik jujur daripada disembunyikan. Hal itu nantinya malah memperumit masalah. “Aku datang untuk memperlihatkanmu surat ini… dan menceritakan masa laluku…”
“Surat?” Yo-won menatap bingung kartu undangan di tangannya. “Ini seperti undangan pernikahan…”
“Ada surat di dalamnya… bacalah…” Yo-won membalas tatapan Nam-gil sebelum akhirnya dengan tangannya yang gemetar, ia mulai membuka surat itu.
Untuk Nam Gil.
Kuputuskan menerima lamaran dari pria lain begitu menyadari kisah kita sudah berakhir.
Tetapi, setelah lama merenung dan berpikir, kuputuskan untuk berbesar hati menerimanya
Mungkin awalnya menyakitkan untukku karena kurasa aku terlalu terkejut dengan semua ini
Tetapi, setelah kupikir lagi, semua itu akan menjadi kenangan yang medewasakanku
Kudoakan kebahagiaanmu dengan gadis itu.
PS: aku akan sangat senang seandainya kau bisa datang ke pernikahanku
Salam, Moon Jae-in.
Yo-won mengangkat wajahnya dengan penuh tanda tanya. “Sudah berakhir? Sungguh?” ia merasakan pelukan Nam-gil yang hangat seperti menguatkannya. “Aku juga sudah banyak berpikir selama kau tidak memberiku kabar…”
“Apa itu?” Nam-gil menatap Yo-won dan tersenyum simpul. “Memikirkanku?”
“Ya,” sahut Yo-won malu. “Kalau aku tidak mengakui kalau aku menyukaimu, aku pasti sangat bodoh. Aku tidak mau kehilangan dirimu lagi…”
“Aku tahu itu…” Nam-gil tersenyum sambil mendekatkan wajahnya ke arah Yo-won. “Jadi, kapan kau mau menikahiku?”
“apa…” Sebelum Yo-won mampu menjawab, ia sudah menempelkan bibirnya, membungkam gadis itu dalam ciuman panjang.
―Grand Hotel, Seoul―
“Kau terlihat cantik, Jae-in, selamat ya…” peluk Mo-ne sambil tersenyum dan mengamati wajah Jae-in. “Sayang sekali pasanganmu hari ini bukan Gun-wook oppa…”
“Ssh! Kau jangan bicara begitu ya, di depan suamiku!” gurau Jae-in sambil tertawa lepas.
Mo-ne cekikikan kecil menanggapi ucapan Jae-in. “Apa kau sudah bisa melupakannya?”
“Tentu saja tidak bisa. Aku akan mengingatnya sebagai kenangan yang indah daripada dikatakan kenangan yang menyedihkan.” Jae-in menghela nafas dan tersenyum. “Lagipula, suamiku menawarkan kebahagiaan padaku. Aku tidak berani menolaknya. Dan sejak hari itu kami terpisah, jalan kami berdua sudah berbeda,”
“Astaga, lihat siapa yang bicara…” komentar Tae-ra sambil berjalan memasuki ruangan dalam balutan black dress yang anggun. “Kau terdengar sangat dewasa…” Di tangannya ia menggandeng Son Dam Bi yang terlihat menggemaskan dalam gaun pink princess-nya.
“Wah, aku senang sekali, kau datang!!” Jae-in tersenyum gembira sambil mencubit pipi anak kecil itu dengan gemas. “Cantik sekali hari ini…”
“Apa kita akan masuk?” bisik Yo-won sambil mengintip ke pintu. “Apa aku boleh masuk?”
“Dia kan sudah mengundang kita,” jawab Nam-gil sambil tersenyum.
“Tapi…”
“Ayolah, sampai kapan kita akan menunggu di sini?” ajak Nam-gil sambil menggandeng tangan Yo-won masuk.
Di dalam, Jae-in tersenyum cerah menyambut kedatangan Nam-gil yang pernah dicintainya. Ia juga akan mendoakan kebahagiaan Nam-gil.
Sekalipun terlahir dari kematian, seorang pria tetap bisa hidup bahagia selamanya. Dengan gadis yang dicintainya.
-tamat-
Wine, man, love
-Reunited and Beloved-
―Shim Gun Wook’s House―
Beberapa hari terakhir Nam Gil menghabiskan waktunya di rumah ini. ia terus memikirkan mengenai masa lalu, masa sekarang, dan masa depan untuknya. Apapun yang ia katakan atau lakukan, bagaimana pun langkah yang dipilihnya, semua tetap akan tersakiti.
Nam gil menghela nafas panjang, ia memutuskan untuk membakar semua foto yang berada di hadapannya. Bukti masa lalu yang kejam.
Semua data yang berada di komputernya masih lengkap. Semua rencana yang terusun rapid an detail. Dan di antara data-data itu, ada sebuah folder yang tidak tega dihapusnya. Foto Jae-in. Lalu ada juga foto mereka berdua di taman hari itu.
Nam-gil menarik nafas. Ponselnya dibiarkan mati beberapa hari ini. Yo-won pasti akan merasa cemas dan memarahinya nanti.
Ia meraih jasnya dan berjalan ke luar rumah. Setelah berjalan-jalan sejenak, Nam-gil memutuskan untuk pergi ke taman. Di sana ia melihat Jae-in tengah berbincang dengan seorang pria.
Pria itu pergi tidak lama kemudian. Nam-gil bisa melihat betapa murungnya wajah Jae-in yang memandang kepergian pria itu.
“Jae-in…” panggil Nam-gil.
Jae-in terkesiap kaget dan secepat itu pula berusaha menghindar.
“Jae-in…” Nam-gil bergegas mengejar gadis itu ketika ia berlari meninggalkannya begitu saja. “Kumohon, jangan begini. Ini akan menyulitkan kita berdua…”
“Apa kau datang hanya untuk mengucapkan selamat tinggal padaku?” tanya Jae-in pedih.
Nam-gil menggeleng tidak berdaya. “Ayo, kita bicara dulu…” bujuknya sambil tersenyum.
Jae-in menggeleng, menolak. “Pria tadi itu… teman kerjaku yang baru… dan dia melamarku…”
Nam-gil memandang Jae-in dalam diam.
“Bodohnya. Seharusnya langsung kuterima tawarannya…” Jae-In menutup wajahnya dengan tangan. Ia lantas tersedu-sedu ketika Nam-gil maju untuk memeluknya.
“Apa kau menyukainya?”
“Aku tidak tahu itu…” bisik gadis itu lemah. “Hanya saja… setiap kali mau membuka hatiku pada orang lain… Aku terus saja memikirkan dirimu…”
“Maafkan aku…”
“Terus dan berulang-ulang. Bagaimana kalau Gun-wook kembali nantinya? Bagaimana seandainya ia datang?”
“Maafkan aku… Selama ini aku membuatmu susah,…”
“Aku tahu itu…” Jae-in menangis dalam pelukan Nam-gil. “Sejak hari itu bertemu denganmu dan gadis itu di mall. Aku sudah tahu tidak ada lagi tempat untukku…”
“Tidak benar, kau selalu punya kedudukan special di hatiku…”
“Apa artinya? Yang kau cintai bukan aku lagi…” Suara Jae-in terdengar bergetar sebelum akhirnya ia menangis. “Sementara ini, kita jangan bertemu dulu… aku… aku perlu menenangkan diriku…”
“Jae-in!” panggil Nam-gil. Gadis itu memalingkan wajahnya ke samping, tidak mau menatap pria di depannya. “Kudoakan semoga kau bisa bahagia…”
“Terima kasih…” Jae-in memaksakan senyuman sebelum akhirnya berlari pergi.
―Shim Gun Wook’s House―
Nam-gil memandang kunci di tangannya sebelum akhirnya mengunci tempat itu dan menggemboknya. Kali ini selamat tinggal untuk selamanya, bisiknya pelan.
―Lee Family’s House―
“Ada tamu untukmu, Yo-won!” panggil Mamanya dari pintu depan.
Yo-won sesegera mungkin menuruni tangga begitu mendengar namanya dipanggil. Ia langsung menyongsong Nam-gil dalam pelukannya begitu melihat pria itulah yang berdiri di depan pintunya.
“Kau hanya sekali menelepon untuk mengatakan kau baik-baik saja! Dan setelah itu sama sekali tidak ada kabar!” tuntut Yo-won.
“Maaf, banyak hal yang kubereskan sebelumnya. Berkat pertemuan dengan gadis itu, aku mengingat masa laluku dan semuanya. Lalu, aku pergi menceritakan semua ke keluarga angkatku. Tidak lama aku pindah dari rumah itu menuju rumahku yang sebenarnya…”
Yo-won menatap Nam-gil dengan pandangan ingin tahu. “Kau akan cerita padaku? Aku takut sekali kau tidak kembali…” Yo-won menunduk menyembunyikan air matanya. “Dari wajahmu barusan, aku tahu gadis yang kau temui hari itu bukan sembarang gadis. Dia dari masa lalumu, bukan? Dan kalian punya hubungan khusus…”
“Ya, benar…” Jawaban Nam-gil yang begitu jujur terasa menyakitkan. Namun Yo-won memahami, itulah salah satu kebaikan Nam-gil. Dia tidak akan berbohong. Lebih baik jujur daripada disembunyikan. Hal itu nantinya malah memperumit masalah. “Aku datang untuk memperlihatkanmu surat ini… dan menceritakan masa laluku…”
“Surat?” Yo-won menatap bingung kartu undangan di tangannya. “Ini seperti undangan pernikahan…”
“Ada surat di dalamnya… bacalah…” Yo-won membalas tatapan Nam-gil sebelum akhirnya dengan tangannya yang gemetar, ia mulai membuka surat itu.
Untuk Nam Gil.
Kuputuskan menerima lamaran dari pria lain begitu menyadari kisah kita sudah berakhir.
Tetapi, setelah lama merenung dan berpikir, kuputuskan untuk berbesar hati menerimanya
Mungkin awalnya menyakitkan untukku karena kurasa aku terlalu terkejut dengan semua ini
Tetapi, setelah kupikir lagi, semua itu akan menjadi kenangan yang medewasakanku
Kudoakan kebahagiaanmu dengan gadis itu.
PS: aku akan sangat senang seandainya kau bisa datang ke pernikahanku
Salam, Moon Jae-in.
Yo-won mengangkat wajahnya dengan penuh tanda tanya. “Sudah berakhir? Sungguh?” ia merasakan pelukan Nam-gil yang hangat seperti menguatkannya. “Aku juga sudah banyak berpikir selama kau tidak memberiku kabar…”
“Apa itu?” Nam-gil menatap Yo-won dan tersenyum simpul. “Memikirkanku?”
“Ya,” sahut Yo-won malu. “Kalau aku tidak mengakui kalau aku menyukaimu, aku pasti sangat bodoh. Aku tidak mau kehilangan dirimu lagi…”
“Aku tahu itu…” Nam-gil tersenyum sambil mendekatkan wajahnya ke arah Yo-won. “Jadi, kapan kau mau menikahiku?”
“apa…” Sebelum Yo-won mampu menjawab, ia sudah menempelkan bibirnya, membungkam gadis itu dalam ciuman panjang.
―Grand Hotel, Seoul―
“Kau terlihat cantik, Jae-in, selamat ya…” peluk Mo-ne sambil tersenyum dan mengamati wajah Jae-in. “Sayang sekali pasanganmu hari ini bukan Gun-wook oppa…”
“Ssh! Kau jangan bicara begitu ya, di depan suamiku!” gurau Jae-in sambil tertawa lepas.
Mo-ne cekikikan kecil menanggapi ucapan Jae-in. “Apa kau sudah bisa melupakannya?”
“Tentu saja tidak bisa. Aku akan mengingatnya sebagai kenangan yang indah daripada dikatakan kenangan yang menyedihkan.” Jae-in menghela nafas dan tersenyum. “Lagipula, suamiku menawarkan kebahagiaan padaku. Aku tidak berani menolaknya. Dan sejak hari itu kami terpisah, jalan kami berdua sudah berbeda,”
“Astaga, lihat siapa yang bicara…” komentar Tae-ra sambil berjalan memasuki ruangan dalam balutan black dress yang anggun. “Kau terdengar sangat dewasa…” Di tangannya ia menggandeng Son Dam Bi yang terlihat menggemaskan dalam gaun pink princess-nya.
“Wah, aku senang sekali, kau datang!!” Jae-in tersenyum gembira sambil mencubit pipi anak kecil itu dengan gemas. “Cantik sekali hari ini…”
“Apa kita akan masuk?” bisik Yo-won sambil mengintip ke pintu. “Apa aku boleh masuk?”
“Dia kan sudah mengundang kita,” jawab Nam-gil sambil tersenyum.
“Tapi…”
“Ayolah, sampai kapan kita akan menunggu di sini?” ajak Nam-gil sambil menggandeng tangan Yo-won masuk.
Di dalam, Jae-in tersenyum cerah menyambut kedatangan Nam-gil yang pernah dicintainya. Ia juga akan mendoakan kebahagiaan Nam-gil.
Sekalipun terlahir dari kematian, seorang pria tetap bisa hidup bahagia selamanya. Dengan gadis yang dicintainya.
-tamat-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar