Minggu, 31 Maret 2013

SING OUT LOUD, LOVE4

SING OUT LOUD, LOVE4

by Patricia Jesica (Notes) on Sunday, September 11, 2011 at 10:32am

CHAPTER4
Cast:
Liana Wijaya as Kim Lee Ah
Kim Hyun Joong
Author as Kim Jae shi (Lee Ah’s younger sister)
Park Dae-jia (Admin Park)
Park Yoo-chun
Kim Jae-joong

―Jae Shi, Januari 2011, Park’s house―
“Siapa?” tanyaku, merasa kalut. Kakiku sudah bersiap untuk kabur dari tempat itu.

“Tidak perlu malu,” pria itu keluar dari semak-semak tempatnya bersembunyi. Aku hampir bunuh diri melihat si penonton ternyata tidak hanya satu, melainkan dua orang. “Awalnya aku dan Jae-joong hanya kebetulan lewat. Kupikir suaramu bagus. Tanpa sadar kami jadi keasyikan menonton…”

“Ka-kalau begitu… aku permisi dulu…” tukasku, ingin segera lari dari tempat itu. Bencana! Ini yang namanya bencana! Kalau saja yang menontonku cuma Dae-jia dan pacarnya, aku tidak akan semalu ini. Dua orang superstar sekaligus! Dan keduanya adalah yang kukagumi, Micky Yoo-chun dan Hero Jae-joong dari TVXQ!

“Kau membuatnya malu, tahu….” Samar-samar kulihat Jae-joong menyikut lengan Yoo-chun sambil tertawa.

“Tidak memalukan…” Yoo-chun maju menangkap lenganku ketika kakiku sudah bersiap untuk lari. “Ayo, nyanyikan lagi lagu itu…”

“Aduh… aku tidak mau lagi…” sekuat tenaga aku menggeleng dan menolak. “Tadi itu aku sedang galau. Sekarang suasananya sudah tidak mendukung…” Apa-apaan sih cowok ini? aaargh… aku malu sekali!!!

“Bagaimana kalau kau masuk ke label yang sama dengan kami? Aku suka suaramu…” tukas Yoo-chun.

“Apa?” Aku dan Jae-joong sama terkejutnya ketika mendengar Yoo-chun mengucapkan ide gila yang didapatnya entah dari mana itu. Kami sama-sama berpandangan dengan terkejut.

“Ayolah, kau sudah dengar sendiri, Jae…” Yoo-chun menoleh ke sahabatnya dan tersenyum. “Kau juga tadi sempat bilang suaranya lucu…”

Lucu? Apa maksudnya itu? Dia menghinaku atau memujiku, sih? “Apa maksudmu dengan lucu? Lucu ya, melihat orang yang sedang patah hati berteriak-teriak di gazebo orang lain dan menyanyi sekeras itu? Bagus deh kalau aku bisa menghibur kalian…” tukasku, kesal.

Kalau dipikir-pikir memang lucu. Tepatnya, memalukan. Aduh! Rasanya jadi malu sendiri… Kutarik tanganku dari genggamannya. “Lepaskan dong…”

“Loh? Bukan itu maksudku…” Yoo-chun kelihatan gugup saat kulepaskan tanganku. “Maksudku, unik… Ya, unik!”

“Sudahlah, dia tidak mau, kenapa kau memaksanya?” tanya Jae-joong bingung.

Jelas Jae-joong tidak tertarik dengan ide Yoo-chun untuk merekrutku. Lalu, untuk apa aku berlama-lama di sini? Pria itu tidak menampakkan ekspresi senang melihat kegigihan Yoo-chun menarikku masuk. Mungkin dia memang tidak sependapat dengan sahabatnya.

“Jae-shi!” Yoo-chun memanggil namaku dengan keras, membuatku sesaat menghentikan langkahku. “Lain kali kita akan bertemu lagi! Dan saat itu… kuharap kau sudah berubah pikiran!”

Kuteuskan melangkah masuk ke dalam dengan perasaan campur aduk. Bertemu lagi? Memikirkannya saja sudah malas! Mana mau aku bertemu lagi dengan orang yang melihatku dalam keadaan super memalukan? Dan mereka bilang suaraku lucu! Oh, tidak, terima kasih, maaf. Aku tidak mau!


―Lee Ah, Januari, 2011, Apartemen―
“Aku sudah pulang…” Jae-shi berseru kecil sambil menutup pintu. Aku bisa mendengar suara kerincingan kecil yang tergantung di kuncinya bergemerincing. Mungkin dia sedang mengunci pintunya.

“Hei, sudah makan?” tanyaku.

Jae-shi mengangguk dan duduk di sebelahku. “Kelihatan serius sekali. Sedang apa, kak?” tanyanya sambil menatap album di sebelahku.

“Aku tadi bertemu Hyun-joong dari SS501…” Jae-shi menatapku kaget. “Ya, si leader itu… Dan dia mengatakan sesuatu yang aneh…”

“Apa itu?”

“Dia tanya apakah aku tidak mengingatnya? Apa aku tidak mengenalnya? Bukankah itu aneh? Semua orang tahu kalau dia adalah idola Korea. Cuma orang bodoh yang tidak tahu siapa SS501. Lalu… yang lebih aneh, dia berkata kalau aku tidak berubah…”

“Sepertinya dia sangat mengenalmu…” Jae-shi memiringkan wajahnya berpikir. “Itu seperti kata-kata teman lama ketika bertemu, kan?”

“Ya, karena itu tiba-tiba aku teringat album ini…” jawabku sambil membolak-balik lembaran album itu. “Ingat anak ini? Namanya juga Hyun-joong…” Sambil bicara jariku menunjuk salah satu foto yang berada di sana. Fotoku bersama Hyun-joong dalam balutan piyama.

Jae-shi tidak bisa menembunyikan keterkejutannya. “Maksud Kakak, Hyun-joong yang itu? Yang dulu sempat… bersama kita di panti asuhan itu? Masa sih?”

“Ya, kurasa memang dia. Kalau tidak, kenapa dia bicara begitu? Aneh kan?”

Jae-shi mengangguk setuju. “Kalau dipikir lagi, mungkin juga. Ya, memang ada sedikit kemiripan. Lalu, apa kalian bakal bertemu lagi?”

“Begini… aku ada ide…” Berulang kali aku berdehem untuk menenangkan diriku. “Ide ini sedikit gila, mungkin…”

“Katakan saja…” Jae-shi memutar bola matanya.

“Label yang sama dengan SS501 akan mengadakan audisi untuk mencari penyanyi baru yang akan berduet dengan Hyun-joong pada bagian refren. Hyun-joong sendiri akan ikut menjadi juri dalam audisi itu…”

Jae-shi menutup mulutnya dengan tangan. “Jangan katakan….”

“Ya, dugaanmu benar. Aku ingin ikut audisi itu. Walaupun tidak terpilih, minimal aku bisa bicara dengannya…”

“Itu benar-benar ide gila…” Jae-shi menggeleng takjub. “Aku tidak percaya ini. Dalam sehari aku bisa dengar dua ide gila tentang rekrutmen penyanyi… Astaga… kepalaku jadi sakit…”

“Apa maksudmu dengan dua?  Ide gila yang mana lagi yang kau dengar sebelumnya?” tanyaku curiga.

Jae-shi memilih menghindari topik itu dan bangkit berdiri meninggalkanku. “Besok saja kuceritakan. Atau kapan-kapan. Entahlah, maksudku… kalau aku siap, akan kuceritakan…” Aku bisa melihat ada rona merah di pipinya. Apakah ada sesuatu yang terjadi di pesta tadi?

“Baiklah…” Kalau dia tidak mau cerita malam ini, aku tidak bisa memaksanya. Hari ini juga terlalu melelahkan untukku. Terlalu banyak kejutan dalam satu hari yang sama. “Selamat beristirahat…”

 ―Jae shi, Januari, 2011,Seoul University―
“Kemarin aku melihatmu mendapatkan jackpot di panggung dan aku senang setengah mati…” komentar Dae-jia sambil memainkan garpunya. “Cewek itu bahkan nggak bisa berpasangan dengan Joong-hun…”

“Sudahlah,” sergahku. “Aku sudah malas membahasnya…”

Pesta kemarin sungguh dipenuhi beragam kejutan. Dimulai dari games konyol yang membawaku berdansa dengan Yoo-chun, lalu kemudian… hubunganku dan Joong-hun retak dalam semalam. Selanjutnya, nyanyianku dilihat dua orang pria. Astaga…

“Kenapa wajahmu merah begitu?” Dae-jia menempelkan tubuhnya ke meja dan memandangku lebih dekat. “Rasanya ada yang kau sembunyikan dariku…” selidiknya.

“Ini sangat memalukan…” gumamku pada diri sendiri. “Aku bahkan tidak menceritakannya pada kakakku. Mana mungkin kuceritakan padamu. Ini aib namanya…” omelku pada diri sendiri.

“Ah, ayolah… jangan pelit padaku… hampir semua rahasiaku sudah kubagi denganmu…” Dae-jia mengedipkan sebelah matanya padaku, kemudian ia mulai memasang wajah membujuk. “Ceritakan dong…”

“Tidak. Aku tidak mau…” tegasku. Dae-jia memainkan jarinya. “Apa-apaan gerakan jarimu itu? Apa kau sedang mengancamku?” tanyaku. Dae-jia punya kebiasaan menggelitiku sampai buka mulut setiap kali aku merahasiakan sesuatu.

“Tergantung padamu… Asal kau tahu, aku sudah latihan menggelitiki orang akhir-akhir ini…” ia membanggakan diri seolah itu keahlian yang sangat berharga. Aku ingat ia pernah menggelitikiku seharian sampai perutku mulas. Mengingat hal itu aku jadi malas berdebat dengannya.

“Baiklah, baiklah…” ujarku. “Akan kuceritakan!”


―Lee Ah, Januari, 2011, Studio Foto Pak Kim―
“Ah, kau sudah datang!” Pak Kim menyambutku dengan tawa senang. “Lihat majalah ini, tidak?” tanyanya.

“Majalah?” Tanganku menerima majalah yang disodorkan Pak Kim sementara mimik wajahku masih bingung.

“Lihat cover depannya…” ia menjawab sambil memunggungiku, mempersiapkan beberapa peralatan di depannya. Rutinitas kami sehari-hari.

“Cover?” Kututup majalah itu dan mataku segera terbelalak melihat cover yang terdapat di majalah itu. “Tidak mungkin!” desisku kaget.

Cover majalah itu adalah aku dan Hyun-joong. Yang tertera di sana benar-benar wajahku! Aku! Dan bukan orang lain.

“Kenapa? Kenapa tidak di-edit? Bukankah kemarin katanya wajahku akan diganti dengan wajah model itu? Kenapa jadi begini?” suaraku terdengar panik saat menuntut penjelasan Pak Kim.

“Kenapa tidak?” Pak Kim tersenyum santai. “Kemarin malam saat ku-email pada mereka fotomu dan foto hasil editan itu, mereka bilang lebih menyukai fotomu. Kelihatan segar dan nyata, itu kata mereka. Aku bisa apa?” Pak Kim hanya mengedikkan bahunya sedikit.

“Aduh…” Tidak kuduga akan begini jadinya. Harusnya kemarin kutolak saja permohonan itu. Tidak, tidak, jangan bodoh, Lee-ah! Ini adalah kesempatanmu untuk semakin dekat dengan Hyun-joong!

“Nanti mereka juga akan membayarmu, jadi wajahmu jangan pucat dan panik begitu dong, Lee-ah…” Pak Kim berusaha menenangkanku sambil menepuk bahuku. “Oh, dan mereka tanya padaku apa kau bisa menyanyi atau tidak…”

“Apa?”

“Itu loh… karena label mereka sedang mencari penyanyi baru untuk berduet dengan Hyun-joong… dan kebetulan sosokmu kelihatannya cocok dengannya. Di foto itu, kalian kan kelihatan serasi. Jadi… mereka bertanya begitu tadi pagi….”

“Lalu…” Kutelan ludahku dengan susah payah. “Apa yang Bapak jawab ke mereka?”

“Aku jawab tidak tahu….” Senyum Pak Kim melebar. “Tapi kukatakan sebaiknya mereka menemui dan mengetesmu karena kau adalah putri seorang penyanyi terkenal dulunya…”

“Bapak bilang begitu? Apa mereka percaya?” tanyaku. Rasanya ini semua terjadi terlalu cepat. Padahal baru kuputuskan untuk mencoba ikut audisi itu demi bertemu cowok itu lagi. Sekarang, ketika semua kesempatan disodorkan ke depanku, aku jadi kelabakan sendiri.

“Oh, tentu saja mereka percaya. Mungkin mereka akan datang nanti siang. Kau tunggu saja kabar dari mereka nanti… Aahh… aku mungkin akan kehilangan asistenku yang kompeten…” goda Pak Kim senang. “Kalau kau berhasil, aku turut senang Lee-ah…”

Kurasakan mulutku menganga lebar mendengar pengakuan Pak Kim barusan.  Aku berusaha tersenyum, namun keringatku malah mengalir dan tanganku terasa dingin. Apa yang harus kulakukan? Nanti siang? Secepat itu mereka akan datang untuk menemui dan mengujiku? Apa nanti Hyun-joong juga akan datang?

Jalanku menuju Hyun-joong terbuka begitu lebar. Apakah ini tuntunan Tuhan? Tidak kuduga akan begini jadinya. Tapi, apakah aku siap? Mampukah aku? Benarkah ini kesempatanku?

-to be continued-

Tidak ada komentar: