Salah satu cerpen yang gagal menang lomba di leutikaprio, hehe...
Hope you guys can enjoy it.
Basically, it started with a manga i made and i changed it into short story like this :)
April Accident
“Dia
bakal kencan denganku!”
“Salah!
Denganku, tahu! Iya, kan?” suara yang satu terdengar sengit dan tidak mau
kalah.
Namaku
Iris. Dan aku tidak termasuk gadis-gadis yang sedang bertengkar itu. Aku hanya
kebetulan lewat dan melihat. Itu saja. Ini adalah hal yang sudah biasa,
sebenarnya. Dan umunya, masalah tidak akan menjadi gawat hanya karena
pertengkaran mulut semacam ini.
Mataku
memandang ke arah cowok yang sedang diperebutkan itu, Daniel, yang tidak lain
adalah sepupuku. Umumnya masalah baru terjadi kalau ia membuka mulutnya. Dan
kuharap tidak. Tapi, ‘biasanya’ sih…
“Aaahhh!!
Berisik! Berisik! Berisik! Rasanya aku nggak berminat sama cewek bawel. Kalau
tahu kalian sebawel ini, sekalipun aku yang pernah mengajak, maksudku… menerima
ajakan kalian, tolong dilupakan saja. Oke?”
Astaga… tuh, benar kan…
“Dasar
brengsek!” maki cewek yang satunya. Yang lainnya menamparnya dan pergi.
“Aaa….
nice hit…” pikirku sambil mengernyit.
Tampaknya menyakitkan. Dan sebelum
ketahuan, aku harus sudah pergi dari sini.
“Hei,
kamu di situ kan, Ris?”
Dheg!
Aduh… kenapa dia tahu siih?
“Hei, sakit nih… Bawa sesuatu, nggak?”
tanyanya sambil mengelus pipinya yang tampak merah.
“Basahi
saja sapu tanganku…” ujarku sambil menyerahkan sapu tanganku ke tangannya.
“Kapan sih, kamu baru mau berhenti bikin nangis cewek-cewek itu?”
“Hmp…”
Daniel sedikit menarik garis bibirnya hanya untuk tersenyum sinis. “Mereka saja
yang bodoh…”
“Terus,
untuk apa kamu kencan melulu kayak begitu?” tanyaku, masih tidak bisa memahami
jalan pikirannya.
“Siapa
tahu aku bisa ‘suka’ sama salah satu dari mereka?” cowok itu mengangkat bahu.
Terlihat jelas kalau ia sedang berspekulasi. Namun, sekali lagi kutangkap nada
sinis dari kata ‘suka’ yang ia ucapkan.
“Bagaimana
kalau salah satu dari mereka benar-benar serius suka padamu? Misalnya, gadis
yang tadi menamparmu…”
“Itu
tidak mungkin, Iris…” ia menjawab begitu cepatnya. “Kalau benar-benar suka
padaku, mana mungkin mereka puas hanya dengan kencan sekali?”
“Hmm…”
hanya itu yang mampu kuucapkan.
“Hei,”
Daniel menatap mataku dalam-dalam ketika memanggil namaku. “Pernahkah kau jatuh
cinta, Iris?”
Kutatap
Daniel dengan pandangan sewajar mungkin. Aku menyukainya. Tapi, kurasa ia tidak
menyadarinya. Daniel terlalu sibuk kencan dengan gadis-gadis lain. Aku tidak
ada di matanya. Aku hanya sepupu jauhnya. Kuharap ia tidak bisa melihat
perasaanku di mataku sekarang. Tidak di saat aku tidak siap.
“Mm…
bagaimana denganmu?” tanyaku, mencoba mengalihkan perhatian.
“Pernah…”
di luar dugaan, ia tersenyum saat menjawabku. “Sampai sekarang pun, hanya gadis
itu yang kusukai. Sekalipun, aku ditampik dengan kejam…”
“Hah?”
Luar biasa. Aku tidak percaya ada gadis
yang pernah menampik Daniel si playboy. “Kau sangat menyukainya, ya…” gumamku.
Dan gadis itu pasti sangat cantik.
“Ya,
aku sangat menyukainya…” sahut Daniel. Tatapan matanya terlihat tegas saat
mengucapkannya. Dadaku berdebar. Rasanya iri sekali bisa dicintai seperti itu.
♦♦♦
Siapa ya?
Siapa gadis itu?
Sejak
tadi, pikiranku dipenuhi rasa penasaran akan sosok gadis yang disukai Daniel.
Ia pasti gadis yang baik sehingga Daniel bisa menyukainya. Atau mungkin… sangat
cantik? Sampai-sampai Daniel bahkan tetap menyukainya walaupun gadis itu pernah
menampiknya.
Tapi… kenapa? Kenapa… rasanya
sesakit ini?
Sambil
berjalan menyusuri koridor, pikiranku mengelana entah kemana. Hhh… entah kenapa
jadi sentimentil begini…
“Hei!”
panggil seseorang. Karena tidak merasa dipanggil, aku terus saja berjalan.
Suara itu kemudian memanggil lagi, kali ini dengan menyebut namaku.
“Hei,
Iris! Boleh aku minta tolong?” gadis yang memanggilku bisa kukenali sebagai
salah satu teman sekelasku.
♦♦♦
“Hei,
Daniel. Ini untukmu…” ujarku, menyerahkan sepucuk surat cinta ke tangan
sepupuku. Ia tampak terkejut menerimanya.
“Astaga,”
gumamnya sambil membolak-balik surat itu. “Memangnya masih jaman, ya? Surat
cinta?” ia tertawa sedikit sambil menatap kagum surat di tangannya.
“Hei!
Jangan menghina, dong. Membuatnya kan butuh usaha juga…” cetusku, berusaha
membela si pembuat surat cinta.
“Ternyata…
tidak kusangka Iris ada hati juga padaku…” ia tertawa dan menyelipkan tangannya
ke rambut, menyisir dengan jari-jarinya.
“Bukan,
bukan aku…” sejenak, kulihat ekspresi Daniel berubah. Tawanya dengan segera
menghilang. “Itu dari Sonya, teman sekelasku…”
“Dia…
memintamu memberikan ini?” Daniel bertanya dengan ekspresi yang kelam. Astaga, apa aku salah bicara?
“Iya…
kenapa?” tanyaku, bingung.
“Ambil
lagi!” bentaknya, marah. “Aku nggak mau terima ini!”
“Eh?
Kenapa?” Aku harus bilang apa ke Sonya?
“Apa
sih maumu?!” kali ini Daniel menatap marah padaku.
“Daniel?
Apa maksudmu?”
“Rupanya
kau tidak mengerti juga?” ia menghembuskan nafas kuat-kuat ke rahangnya.
Melihat gelengan kepalaku, amarahnya semakin memuncak.
“Baik,
akan kukatakan!” kali ini matanya menatap tajam padaku. “Setahun lalu! Tanggal
satu April! Kenapa kau tidak datang!?”
♦♦♦
Satu April… Setahun yang lalu…
Aku…
“Iris!
Pulang sekolah… kutunggu di taman dekat rumah…”
“Eh?”
“Sudah
ya… sampai ketemu…”
♦♦♦
“Tidak
mungkin…” gumamku, merasa tidak tolol dan bodoh. Gadis itu… gadis yang ia bilang menampiknya dengan kejam… gadis itu…
aku?
“Kalau
kau memang tidak menyukaiku, seharusnya sejak awal kau menolakku!!” Daniel
berseru dengan nada marah padaku.
“Bukan!
Bukan begitu!” sergahku. “Itu karena kau mengatakannya… pada tanggal satu
April…”
Aku
ingat jelas perasaanku hari itu. Takut dibohongi, takut dipermainkan, dan tidak
bisa berpikir jernih. Di satu sisi aku merasa senang kau mengajakku, namun di
sisi lain, aku takut ini hanya sekedar permainan April Mop.
“Jadi…
aku… aku…” Daniel menatapku dengan ekspresi tidak percaya. “Maaf…” tukasku,
akhirnya.
“Sudahlah…”
ia menyentuh bahuku dan tersenyum. “Sekarang, angkat wajahmu dan tatap aku…”
Daniel
bedehem beberapa kali sebelum melanjutkan. “Hari ini bukan tanggal satu April
dan aku juga sedang tidak bermaksud bercanda atau berbohong. Jadi… maukah kau
kencan denganku?”
“Ya…”
jawabku. Perasaan menyesal yang ada dalam dadaku mendadak menghilang digantikan
kelegaan. “Dengan senang hati…” imbuhku, disambut senyuman senang di bibir
Daniel.
Tampaknya,
kami akan selalu mengenang April Mop
hari itu sebagai April Accident. Dan
hari ini, sebagai the most beautiful day,
ever!
―Selesai―
Tidak ada komentar:
Posting Komentar