CHAPTER2
Cast:
Liana Wijaya as Kim Lee Ah
Kim Hyun Joong
Author as Kim Jae shi (Lee Ah’s younger sister)
Park Dae-jia (Admin Park)
Eric Moon
Choi Jong Hun (FT island)
Kim Dong Wan
―Jae Shi, Januari 2011, Park’s house―
“Dan pasangan dansa Nona Jae Shi malam ini adalah… Micky Yoo-chun dari DBSK!” MC mengumumkan dengan suara lantang, namun ia sendiri cukup terkejut melihat peristiwa di depannya. “Loh?” Dengan mata terbelalak kutatap pria di depanku.
“Tidak mungkin,” desisku sambil menutup mulutku.
Pintu di sebelahku terbuka, Joong Hun ternyata tidak berhasil ditemukan oleh pacarnya. Ia melemparkan pandangan tidak nyaman lalu kembali menatap gadis yang tidak dikenal di depannya, berusaha mengalihkan pandangan dariku.
Aku kesulitan bicara ketika tiba-tiba pria di depanku menyentuh wajahku dan tersenyum. “Apa kau menangis?”
“Ah, ini, ti-tidak….”
Sebelum tanganku sempat menghapusnya, ia sudah menggunakan ibu jarinya untuk menghapus air mata itu. “Awalnya aku bermain karena kukira mengasyikkan…” Yoo-chun tergelak melihat teman-temannya yang kelabakan menyuruhnya kembali ke belakang panggung.
“Tetapi, sekarang aku jadi merasa yakin. Memang di sinilah tempatku…”
“Apa…”
“Malam ini, kita berdansa bukan?” ia tersenyum sambil mengedipkan sebelah matanya, membuatku kesulitan membalas.
“Kalau… kau berkenan… denganku…” tukasku terbata-bata.
Lagu mengalun lambat. Yoo-chun membimbing langkahku yang kaku dengan baik. “Kau ada hubungan khusus dengan pria di sebelah tadi?” Yoo-chun menatapku penasaran.
“Maksudmu….” Apa perasaanku sedemikian mudahnya terlihat? Astaga, memalukan sekali. Sangat memalukan. Apalagi pria ini sang idola yang terkenal di mana-mana sebagai playboy. Aku harus berhati-hati dengan ucapanku.
“Bagian depan bilik mungkin kelihatan terpisah. Namun, di bagian belakang, kami bisa saling menengok dan mengobrol. Jadi aku bisa lihat ekspresinya tadi waktu tiba-tiba menarik tangannya. Kalian pacaran?”
“Bukan. Ini… cuma sebelah pihak saja…” jawabku. “Maaf, tapi… aku tidak suka membicarakannya…”
Yoo-chun menarik senyum simpul sambil menatapku. “Kuharap aku bisa bertemu gadis sepertimu suatu hari nanti… Kalau ada yang menyukaiku sedalam itu, rasanya pasti luar biasa…”
“Semoga bisa terkabul,” balasku, tersenyum.
Lagu berakhir dan Yoo-chun kembali ke tempatnya. Ia melambai padaku sambil tersenyum. Ternyata yang namanya idola itu tidak sesombong pemikiranku. Dae-jia mengacungkan jempol bangga ketika melihatku melintas di dekat dirinya yang sedang berdansa dengan Eric.
“Aku mau bicara…” tukas Joong Hun tiba-tiba. Ia mencegatku tepat ketika kakiku hampir melangkah ke toilet.
―Lee Ah, Januari, 2011, Studio Foto Pak Kim―
“Bagaimana menurutmu Lee-ah? Apa kau setuju? Menurutku hasilnya akan kurang alami…”
Kakiku terasa membatu di tempatnya. Difoto? Itu artinya… aku akan berada di depan sana, berpose bersama pria terkenal ini? Tidak! Ini sangat tidak mungkin!
“Aku juga tidak yakin…” sahutku. “Aku tidak pernah difoto untuk hal semacam ini….” Rasanya gugup sekali membayangkan harus berpose di bawah jilatan blitz semacam itu. Pria ini mungkin sudah terbiasa, tapi aku kan bukan artis, bukan orang terkenal, mana mungkin!
“Tidak ada pilihan lain…” Manajer Hyun-joong bergerak dengan gelisah. “Dia sudah harus menyusul rekan SS501-nya di acara radio itu. Kumohon Nona, tolonglah kami…. Berbaik-hatilah!”
“Tapi…”
“Lakukan sajalah, Lee-ah…” tukas Pak Kim sambil melirik arlojinya. “Kita sudah sangat terlambat dari jadwal….”
Dengan gerakan sigap, Pak Kim menyuruh make up artisnya datang untuk meriasku. Aku bahkan tidak diberi kesempatan untuk menolak. “Yang penting posemu bagus. Jangan khawatir, karena nantinya wajahmu akan diganti dengan wajah model itu…”
Hatiku mencelos mendengarnya. Aku yang akan bersusah payah di sini, bukan model cantik itu. Aku yang akan grogi setengah mati, bukan gadis itu. Mati-matian aku berdoa, berharap gadis itu datang, namun ia tidak kunjung muncul. Baiklah, sudah kepepet begini, lakukan saja apa yang kubisa! Pikirku sambil berusaha sekuat tenaga membuang rasa maluku.
Sesi pertama, aku dipotret sendirian. Sepanjang pemotretan, rasanya sebagian jiwaku terbang. Aku tidak tahu apa yang terjadi, apa yang kulakukan. Fotografer menyuruhku bagaimana, langsung kulakukan. Sebagai asistan fotografer, aku tahu jelas bahwa tindakan kooperatif akan lebih membantu kelancaran pemotretan ini.
Sesi kedua, Hyun-joong dipotret sendirian. Pria itu tampak tampan dalam setelan manapun. Ia seolah memang ditakdirkan untuk berada di sana, seperti dilahirkan di bawah cahaya lampu. Panggung memang miliknya. Tempat di mana ia seharusnya berada.
“Bersiaplah…” Hyun-joong menempelkan tangan ke bahuku sambil bergerak merapat. “Kau harus bersandar padaku…” perintahnya.
“Apa…”
“Hei, Lee-ah. Lihat ke kamera. Dan kau harus lebih dekat lagi dengan pria itu… Ayolah, temanya kan kalian berdua sepasang kekasih. Lebih akrab lagi…” tegur Pak Kim.
“Maaf Pak,” sahutku, berusaha mendekatkan diri pada pria di sampingku.
“Betul kan…” ia tersenyum lagi sambil menatapku. Kali ini… dalam tatapan matanya ada tatapan lain yang tidak kupahami.
“Lihat kemari, ayo, tersenyum… oke.. satu dua… tiga!” Pak Kim menjepret kameranya berulang-ulang.
Manajer Hyun-joong menelepon dan sibuk bicara sambil sesekali mengamati. “Bagaimana hasilnya?” tanyanya setelah selesai bicara di telepon.
“Bagus…” senyum Pak Kim terlihat puas ketika melihatku dan Hyun-joong.
“Baiklah, ayo kita langsung bergegas. Yang lain sudah berada di tempatnya. Kita harus mengejar waktu!” Manajer itu dengan terburu-buru mengambil barang-barang Hyun-joong. Pria itu masih diam memandangku.
“Ada yang salah? Kau mau bilang sesuatu?” pancingku. Aku tidak tahan terus menerus diberikan tatapan seaneh itu.
“Benarkah kau tidak mengenaliku?” tanyanya.
“Hah?”
“Kau tidak mengingatku?”
“Aku tahu. Masa aku tidak mengenalmu. Kau idola Korea! Sebuah boyband beranggotakan lima orang dan suara kalian sangat bagus. Aku paling suka lagu Snow Prince dan Ur Man. Apa lagi yang perlu kuketahui?”
Hyun-joong tersenyum kecil mendengar penuturanku. “Karena aku sibuk kita tidak bisa mengobrol. Tapi, lain waktu kalau bertemu lagi, kuharap kau sudah mengenaliku…”
“Hah?”
Apa-apaan sih cowok aneh ini?
“Kau sama sekali tidak berubah…”
Mulutku terkatup begitu mendengarnya. Aku? Aku tidak berubah? Maksudnya apa? Kenapa tiba-tiba dia bicara begitu? Seolah-olah dia sangat mengenalku saja! Sebuah memori terlintas dalam pikiranku. Kenangan tentang masa kecilku…
Seorang anak lelaki bernama… Hyun-joong…
“Kau Hyun-joong yang itu?” tanyaku, tidak yakin.
Hyun-joong tersenyum misterius sambil menatapku. Mungkinkah? Benarkah? Apakah dia Hyun-joong yang itu? Teman pertamaku di panti asuhan kecil itu?
“Sampai jumpa…” senyumnya sambil berjalan pergi. begitu banyak yang ingin kutanyakan padanya namun tidak mungkin. Dia adalah idola. Sekarang Hyun-joong telah menjelma menjadi superstar terkenal yang tidak terjangkau. Ia terasa dekat dan sekaligus asing.
-to be continued-
Cast:
Liana Wijaya as Kim Lee Ah
Kim Hyun Joong
Author as Kim Jae shi (Lee Ah’s younger sister)
Park Dae-jia (Admin Park)
Eric Moon
Choi Jong Hun (FT island)
Kim Dong Wan
―Jae Shi, Januari 2011, Park’s house―
“Dan pasangan dansa Nona Jae Shi malam ini adalah… Micky Yoo-chun dari DBSK!” MC mengumumkan dengan suara lantang, namun ia sendiri cukup terkejut melihat peristiwa di depannya. “Loh?” Dengan mata terbelalak kutatap pria di depanku.
“Tidak mungkin,” desisku sambil menutup mulutku.
Pintu di sebelahku terbuka, Joong Hun ternyata tidak berhasil ditemukan oleh pacarnya. Ia melemparkan pandangan tidak nyaman lalu kembali menatap gadis yang tidak dikenal di depannya, berusaha mengalihkan pandangan dariku.
Aku kesulitan bicara ketika tiba-tiba pria di depanku menyentuh wajahku dan tersenyum. “Apa kau menangis?”
“Ah, ini, ti-tidak….”
Sebelum tanganku sempat menghapusnya, ia sudah menggunakan ibu jarinya untuk menghapus air mata itu. “Awalnya aku bermain karena kukira mengasyikkan…” Yoo-chun tergelak melihat teman-temannya yang kelabakan menyuruhnya kembali ke belakang panggung.
“Tetapi, sekarang aku jadi merasa yakin. Memang di sinilah tempatku…”
“Apa…”
“Malam ini, kita berdansa bukan?” ia tersenyum sambil mengedipkan sebelah matanya, membuatku kesulitan membalas.
“Kalau… kau berkenan… denganku…” tukasku terbata-bata.
Lagu mengalun lambat. Yoo-chun membimbing langkahku yang kaku dengan baik. “Kau ada hubungan khusus dengan pria di sebelah tadi?” Yoo-chun menatapku penasaran.
“Maksudmu….” Apa perasaanku sedemikian mudahnya terlihat? Astaga, memalukan sekali. Sangat memalukan. Apalagi pria ini sang idola yang terkenal di mana-mana sebagai playboy. Aku harus berhati-hati dengan ucapanku.
“Bagian depan bilik mungkin kelihatan terpisah. Namun, di bagian belakang, kami bisa saling menengok dan mengobrol. Jadi aku bisa lihat ekspresinya tadi waktu tiba-tiba menarik tangannya. Kalian pacaran?”
“Bukan. Ini… cuma sebelah pihak saja…” jawabku. “Maaf, tapi… aku tidak suka membicarakannya…”
Yoo-chun menarik senyum simpul sambil menatapku. “Kuharap aku bisa bertemu gadis sepertimu suatu hari nanti… Kalau ada yang menyukaiku sedalam itu, rasanya pasti luar biasa…”
“Semoga bisa terkabul,” balasku, tersenyum.
Lagu berakhir dan Yoo-chun kembali ke tempatnya. Ia melambai padaku sambil tersenyum. Ternyata yang namanya idola itu tidak sesombong pemikiranku. Dae-jia mengacungkan jempol bangga ketika melihatku melintas di dekat dirinya yang sedang berdansa dengan Eric.
“Aku mau bicara…” tukas Joong Hun tiba-tiba. Ia mencegatku tepat ketika kakiku hampir melangkah ke toilet.
―Lee Ah, Januari, 2011, Studio Foto Pak Kim―
“Bagaimana menurutmu Lee-ah? Apa kau setuju? Menurutku hasilnya akan kurang alami…”
Kakiku terasa membatu di tempatnya. Difoto? Itu artinya… aku akan berada di depan sana, berpose bersama pria terkenal ini? Tidak! Ini sangat tidak mungkin!
“Aku juga tidak yakin…” sahutku. “Aku tidak pernah difoto untuk hal semacam ini….” Rasanya gugup sekali membayangkan harus berpose di bawah jilatan blitz semacam itu. Pria ini mungkin sudah terbiasa, tapi aku kan bukan artis, bukan orang terkenal, mana mungkin!
“Tidak ada pilihan lain…” Manajer Hyun-joong bergerak dengan gelisah. “Dia sudah harus menyusul rekan SS501-nya di acara radio itu. Kumohon Nona, tolonglah kami…. Berbaik-hatilah!”
“Tapi…”
“Lakukan sajalah, Lee-ah…” tukas Pak Kim sambil melirik arlojinya. “Kita sudah sangat terlambat dari jadwal….”
Dengan gerakan sigap, Pak Kim menyuruh make up artisnya datang untuk meriasku. Aku bahkan tidak diberi kesempatan untuk menolak. “Yang penting posemu bagus. Jangan khawatir, karena nantinya wajahmu akan diganti dengan wajah model itu…”
Hatiku mencelos mendengarnya. Aku yang akan bersusah payah di sini, bukan model cantik itu. Aku yang akan grogi setengah mati, bukan gadis itu. Mati-matian aku berdoa, berharap gadis itu datang, namun ia tidak kunjung muncul. Baiklah, sudah kepepet begini, lakukan saja apa yang kubisa! Pikirku sambil berusaha sekuat tenaga membuang rasa maluku.
Sesi pertama, aku dipotret sendirian. Sepanjang pemotretan, rasanya sebagian jiwaku terbang. Aku tidak tahu apa yang terjadi, apa yang kulakukan. Fotografer menyuruhku bagaimana, langsung kulakukan. Sebagai asistan fotografer, aku tahu jelas bahwa tindakan kooperatif akan lebih membantu kelancaran pemotretan ini.
Sesi kedua, Hyun-joong dipotret sendirian. Pria itu tampak tampan dalam setelan manapun. Ia seolah memang ditakdirkan untuk berada di sana, seperti dilahirkan di bawah cahaya lampu. Panggung memang miliknya. Tempat di mana ia seharusnya berada.
“Bersiaplah…” Hyun-joong menempelkan tangan ke bahuku sambil bergerak merapat. “Kau harus bersandar padaku…” perintahnya.
“Apa…”
“Hei, Lee-ah. Lihat ke kamera. Dan kau harus lebih dekat lagi dengan pria itu… Ayolah, temanya kan kalian berdua sepasang kekasih. Lebih akrab lagi…” tegur Pak Kim.
“Maaf Pak,” sahutku, berusaha mendekatkan diri pada pria di sampingku.
“Betul kan…” ia tersenyum lagi sambil menatapku. Kali ini… dalam tatapan matanya ada tatapan lain yang tidak kupahami.
“Lihat kemari, ayo, tersenyum… oke.. satu dua… tiga!” Pak Kim menjepret kameranya berulang-ulang.
Manajer Hyun-joong menelepon dan sibuk bicara sambil sesekali mengamati. “Bagaimana hasilnya?” tanyanya setelah selesai bicara di telepon.
“Bagus…” senyum Pak Kim terlihat puas ketika melihatku dan Hyun-joong.
“Baiklah, ayo kita langsung bergegas. Yang lain sudah berada di tempatnya. Kita harus mengejar waktu!” Manajer itu dengan terburu-buru mengambil barang-barang Hyun-joong. Pria itu masih diam memandangku.
“Ada yang salah? Kau mau bilang sesuatu?” pancingku. Aku tidak tahan terus menerus diberikan tatapan seaneh itu.
“Benarkah kau tidak mengenaliku?” tanyanya.
“Hah?”
“Kau tidak mengingatku?”
“Aku tahu. Masa aku tidak mengenalmu. Kau idola Korea! Sebuah boyband beranggotakan lima orang dan suara kalian sangat bagus. Aku paling suka lagu Snow Prince dan Ur Man. Apa lagi yang perlu kuketahui?”
Hyun-joong tersenyum kecil mendengar penuturanku. “Karena aku sibuk kita tidak bisa mengobrol. Tapi, lain waktu kalau bertemu lagi, kuharap kau sudah mengenaliku…”
“Hah?”
Apa-apaan sih cowok aneh ini?
“Kau sama sekali tidak berubah…”
Mulutku terkatup begitu mendengarnya. Aku? Aku tidak berubah? Maksudnya apa? Kenapa tiba-tiba dia bicara begitu? Seolah-olah dia sangat mengenalku saja! Sebuah memori terlintas dalam pikiranku. Kenangan tentang masa kecilku…
Seorang anak lelaki bernama… Hyun-joong…
“Kau Hyun-joong yang itu?” tanyaku, tidak yakin.
Hyun-joong tersenyum misterius sambil menatapku. Mungkinkah? Benarkah? Apakah dia Hyun-joong yang itu? Teman pertamaku di panti asuhan kecil itu?
“Sampai jumpa…” senyumnya sambil berjalan pergi. begitu banyak yang ingin kutanyakan padanya namun tidak mungkin. Dia adalah idola. Sekarang Hyun-joong telah menjelma menjadi superstar terkenal yang tidak terjangkau. Ia terasa dekat dan sekaligus asing.
-to be continued-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar