Kamis, 17 Juli 2014

SING OUT LOUD, LOVE7

SING OUT LOUD, LOVE7

October 3, 2011 at 3:49pm
CHAPTER7
Cast:
Liana Wijaya as Kim Lee Ah
Kim Hyun Joong
Author as Kim Jae shi (Lee Ah’s younger sister)
Micky Yoo-chun
Hero Jae-joong
Xiah Jun-su
Adriana Wijaya as Lee Ha na

―Jae Shi, Januari 2011, Yoo-chun’s Car―
“Kau harus membaca kontraknya baik-baik. Kalau ada yang tidak dimengerti, kau boleh tanya aku di nomor ini…” Yoo-chun memberikan sebuah kartu nama padaku. “Dan setelah melihat dan menyetujui semua ini, kau harus tanda tangan dan memberikan stempel di sini…”

“Baiklah…”

“Kau dengarkan aku, tidak?” tanya Yoo-chun sambil menurunkan kertas di tangannya. “Dari tadi sepertinya kau tidak menyimak…”

“Soalnya, hal ini kan… terlalu tiba-tiba. Aku tidak tahu harus berpikir apa dan bagaimana…” Rasanya baru sedetik yang lalu aku disuruh menyanyi di depan dua orang pria itu, dan tiba-tiba sekarang sudah ada kontrak di depanku.

“Karena itu kau harus memikirkannya dengan baik. Dengar, aku mencemaskanmu…” Pria itu memandangku serius sebelum akhirnya kembali bicara. “Aku, Jae-joong, dan Jun-su sempat kesulitan dengan kontrak ini. Aku tidak mau hal yang sama terulang padamu. Aku dan Jae serta Jun-su mungkin beruntung karena masalah kami bisa selesai…”

“Aku mengerti, maafkan aku…” ujarku, menghela nafas. Ucapan Yoo-chun ada benarnya.

“Kau jangan terjebak kontrak dan akhirnya bekerja habis-habisan. Kau kan wanita, pasti tidak kuat kalau diforsir dan menyanyi di lebih dari tiga panggung dalam semalam.”

Sejenak wajahku memucat. Panggung? Astaga…

“Kenapa denganmu? Apa aku salah bicara?”

“Aku lupa bilang sesuatu,” akuku padanya. “Aku ini demam panggung…”

Yoo-chun membelalak kaget menatapku. “Apa!? Kau serius?!”


―Lee Ah, Januari, 2011, DSP Entertainment―
“Anda harus mempelajari kontrak ini baik-baik… kalau ada yang tidak dimengerti, Anda bisa menghubungi saya…” ujar wanita di depanku ramah.

“Baik, tentu saja, terima kasih… Ngg… Anda adalah…”

“Lee Ha-na… Nantinya saya yang akan ditugaskan menjadi manager Anda…” senyum wanita itu sambil mengulurkan tangannya. “Maaf, terlambat memperkenalkan diri…”

“Ah, saya Kim Lee-ah…” ujarku, membalas uluran tangan wanita itu. “Saya akan membacanya dulu, nanti saya akan menghubungi Anda lagi…”

“Secepatnya,” kata wanita itu. “Soalnya single-nya SS501 sedang mengejar deadline. Belum lagi single Anda sendiri…”

“Ya,” kubungkukkan badan. “Terimakasih…”

“Ah, tidak apa. Biar saya yang mengantar Anda pulang…” wanita itu mengambil kunci mobil dari sakunya.

“Biar saya yang mengantarnya pulang, Nona Lee…” Hyun-joong tahu-tahu muncul di belakangku dan tersenyum. Dengan senyuman maut seperti itu, mustahil Nona Lee bisa menolak keinginannya.

“Baiklah, tentu saja. Lagipula Anda berdua adalah pemeran utama dalam lagu itu…” senyumannya terlihat misterius sewaktu mengucapkannya. “Tapi… apa tidak ada masalah dengan jadwal Anda?”

“Oh, bukan masalah…” Hyun-joong merangkul bahuku pelan. “Lokasi syutingku berikutnya dekat dengan tempat Nona Kim…”

“Begitukah? Kalau begitu, kebetulan sekali. Saya permisi, dulu… masih ada yang harus saya kerjakan…”

Begitu hanya tinggal kami berdua di sana, Hyun-joong menatapku lama sebelum akhirnya tersenyum. “Aku sangat merindukanmu…”

―Jae Shi, Januari 2011, Yoo-chun’s Car―
Yoo-chun membelalak kaget menatapku. “Apa!? Kau serius?! Katakan kau bohong.”

“Kenapa kau bisa mengira aku bohong? Tadi saja bernyanyi di depan kalian tanganku sudah gemetaran…”

Yoo-chun menghela nafas pendek. “Awas ya kalau kau bohong karena tidak mau terikat kontrak…” Ia sengaja membiarkan kalimatnya mengambang.

“Untuk apa aku bohong? Coba jelaskan!” tuntutku. Enak saja dia mencapku pembohong dan mulai mengancamku segala.

“Untuk kemunculan pertamamu… mungkin bisa diatur untuk tidak sendirian…” Yoo-chun. “Lagipula pada kemunculan perdana promosi album juga dilaksanakan di radio, jadi kau tidak perlu bertatapan langsung dengan penonton…”

“Eh? Maksudnya tidak sendirian itu… apa ya? Ada yang akan menemaniku?” Yoo-chun mengangguk sambil menahan senyum. “Siapa ya?”

“Aku!” serunya, tersenyum.

“Apa?!” Aku tidak percaya ini!

“Nah, baiklah, tidak ada yang perlu dibicarakan lagi? Sebaiknya kau kuantar pulang sekarang…” Yoo-chun menyuruhku memasang sabuk pengaman. Ia menyalakan mesin mobil dan mulai melaju. “Kenapa? Kenapa kau diam saja?”

Saking syoknya aku tidak tahu harus bicara apa. Semua kenyataan ini membuatku merasa pusing dan mulas. “Aku mual…”

“Apa?!” Gantian Yoo-chun yang terkejut. “Kau mau muntah? Sebentar, kutepikan mobilku!”

―Lee Ah, Januari, 2011, Hyun-joong’s Car―
“Ternyata kau masih mengingatku…” gumamku, menyenderkan kepalaku ke sofa mobil Hyun-joong.

“Selama ini aku mencoba mencarimu… waktu kudatangi panti asuhan itu, mereka memberikan alamat lamamu… Waktu aku datang ke sana, katanya kau sudah pindah…”

“Oh, itu karena orang tua angkatku kerja di luar negeri sekarang…” Hyun-joong terus menatapku saat menjelaskan. “Jadi aku dan Jae-shi pindah ke apartemen untuk tinggal berdua…”

“Aku senang melihatmu tidak berubah…” Hyun-joong menghela nafas dan tersenyum. “Dan kau masih ingat lagu yang kau ajarkan padaku hari itu…”

“Tadi itu aku sudah gugup setengah mati karena semuanya mendadak hilang dari otakku. Untung saja kau menyuruhku memainkan lagu itu.”

“Aku tidak menyangka kau akan datang ke audisi ini…”

“Awalnya aku tidak yakin menang. Aku datang hanya untuk bicara denganmu… Mungkin para juri itu setuju memilihku karena mendengar pendapatmu. Dan karena foto di majalah itu… aduh, aku juga tidak tahu kenapa foto itu tidak di-edit.”

“Ada dua hal yang harus kujelaskan…” Hyun-joong tersenyum kecil. “Pertama, aku yang minta agar foto itu tidak di-edit. Kupikir foto itu bisa mengangkat namamu. Ternyata benar, kau jadi diajak untuk ikut audisi. Dan kedua, jangan ragukan bakatmu. Kau memang berbakat, Lee-ah… “

“Aduh… jangan memujiku begitu…” pintaku sambil menutup pipiku malu.

“Tidak, aku serius. Aku sudah mendengarmu menyanyi hari itu. Sejak kau mengajariku, aku sudah tahu kau berbakat. Dan di dunia hiburan yang keras ini, diperlukan bakat untuk bisa bertahan…” Hyun-joong tersenyum sekilas ketika melihat wajahku terpaku kaget menatapnya. “Nah, ayo turun, kita sudah sampai di apartemenmu…”


―Jae Shi, Januari 2011, Apartment―
“Kakak!” seruku senang ketika akhirnya Kak Lee-ah memasuki pintu apartemen kami. Mulutku ternganga sejenak melihat pria yang ikut mengantarnya.

“Hai, Kau Jae-shi bukan? Terakhir bertemu kau masih kecil sekali…” godanya. “Tidak ingat padaku?” ia mengedipkan mata ke arahku.

“Kak Hyun-joong?” tanyaku tidak percaya. Kak Lee-ah mengangguk sementara pria itu menepuk kepalaku pelan. “Astaga, kau memang Hyun-joong leader itu! Kau jadi keren sekali!”

“Senang rasanya mendengar pujian setulus itu…” Hyun-joong menatap sekeliling dan tersenyum. “Tempat ini lumayan nyaman juga. Oh ya,  bukankah dulu kau juga sering bernyanyi bersama kakakmu? Kau tidak tertarik duet dengannya?”

“So-soal itu…” aku cuma bisa meringis sedikit mengingat audisi yang kulakukan barusan. Kak Lee-ah menatapku curiga. “Kakak mau minum dulu?”

“Ah, tidak perlu, aku sedang buru-buru. Sampai ketemu lagi…” ia pergi setelah melambaikan tangan sejenak.

“Ada yang terjadi?” tanya Kak Lee-ah sambil melepas jaketnya dan duduk di sofa.

“Banyak!” gerutuku. “Kakak sendiri bagaimana? Melihat kau bisa pulang bersama Kak Hyun-joong, bisa kutebak audisimu sukses!”

“Ya,” Kak Lee-ah tersenyum mengakui. “Sukses besar, para juri itu setuju mengorbitkanku. Aku hanya perlu membaca kontrak itu dan bertanya kalau ada yang tidak kupahami. Loh, kenapa wajahmu masam begitu?”

“Aku juga sudah mendapat surat kontrak itu…” keluhku. “Dan aku baru sadar sesuatu yang gawat, kita masuk ke dua agensi berbeda. Ini kan konyol sekali. Masalahnya, aku juga lupa satu hal penting. Aku ini kan demam panggung!!!”

“Astaga,” Kak Lee-ah menutup mulutnya kaget. “Kenapa aku bisa lupa detail sepenting itu. Benar juga, kita berbeda agensi. Dan ini akan mengacaukan semuanya…”



―Lee ah, Januari 2011, Apartment―
“Haruskah… kubatalkan saja kontrakku?” tanya Jae-shi sedih. “Sejak awal dunia ini kan benar-benar bukan bidangku. Aku saja ikut audisi itu dalam keadaan dipaksa…”

“Tidak, tidak… kita memang harus memikirkan ini baik-baik…” Kupegang bahu Jae-shi dan memberikan nasihat padanya. “Kau jangan terburu-buru mundur… Bagaimana pun, menyanyi sudah jadi bakatmu…”

“Yang berbakat itu kan Kakak, bukan aku…” keluhnya. “Kakak juga tidak demam panggung, berbeda denganku…”

“Tidak, aku tahu kau berbakat. Sejak kecil kau paling suka menyanyi…” Jae-shi menatapku serius. “Kalau masalah demam panggung, dengan banyak latihan, kau akan terbiasa muncul di panggung, tenang saja…”

“Aku tidak yakin…” keluh Jae-shi.

“Mungkin sebaiknya memang aku yang mundur!” ucapku tiba-tiba.

“Apa?” Jae-shi melotot kaget melihatku. “Kau tidak bisa begitu! Kau ikut audisi resmi, terpilih secara resmi! Aku tidak! Dan akhirnya setelah sekian lama, kau bisa bertemu dengan Kak Hyun-joong lagi! Kau tidak boleh mundur!”

“Baiklah, aku tidak akan mundur,” tegasku. “Tapi, kau juga tidak bisa mundur lagi! Kita jalani saja dulu pelan-pelan…”

Jae-shi menghela nafas panjang dan menyerah. “Baiklah, kita jalani saja dulu…”


-to be continued-

Tidak ada komentar: