Jumat, 16 Juli 2010

Fanfic The Future and the Past, side story 9

-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
SIDE STORY 9
-A LONELY MAN-
*urutan dari kiri ke kanan: nama di QSD, nama asli, nama di FF)
Bidam: Kim Nam Gil (memakai nama asli di FF)
Deokman: Lee Yo Won (memakai nama asli di FF)
Karinna: Kim Rae Na
Ho Jae: Go Yoon Hoo (memakai nama asli di FF)
Fatimah: Kang Sung Fat
Kim Yong Soo : Park Jung Chul(nama asli): Jung Yong Soo (nama di FF)
ChenMyeong: Park Ye Jin (Lee Ye Jin)
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

─Kim Rae Na, Seoul, 2009─

“Hari ini makan apa ya…” Yoon Hoo menarik tanganku sambil menunjuk sebuah papan besar berwarna kecoklatan. ”Itu saja! ayo kita makan pizza!!”

Aku tertawa sambil mengikuti langkahnya. Entah keberapa kalinya kami berkencan, bergandengan tangan, dan makan bersama. Tapi, ia tidak juga menyatakannya. Hubungan kami masih tidak lebih dari sahabat yang super akrab.

Seolah kebaikannya tanpa batas untukku. Jangan-jangan.. dia memperlakukanku seperti adiknya? Hhh...

”Ada yang mengganggu pikiranmu ya?” tanya Yoon Hoo sambil menggigit pizzanya.

”Tidak juga,” elakku, mengaduk lemon tea milikku dan meminumnya. ”Kau sendiri kelihatan cemas...”

”Aku? Cemas? Tidak... tentu saja tidak...” ia tertawa kaget lalu memakan pizzanya lagi. Ia kembali terdiam dan menghela nafas. ”Baiklah, mungkin aku memang agak cemas...” cowok itu mengacak rambutnya pelan dan terlihat sangat gelisah di kursinya.

”Kau mau cerita padaku?” tanyaku, menatapnya langsung di matanya. “Aku tidak memaksa tentu saja...”

”Kau tahu kan, aku sudah cerita banyak padamu... soal Yeom Jong, soal Kim Nam Gil, dan Kang Sung Fat...”

Aku mengangguk dalam hening. Dunia berbahaya yang kukira hanya ada di film ternyata berada begitu dekat denganku. Yoon Hoo mengtakan Nam Gil membantu temannya untuk membubarkan kelompok mafianya, dan Yeom Jong mengacaukannya, mengakibatkan Kakak Sung Fat, sahabatku, meninggal. Perutku masih terasa mulas tiap kali mengingat masalah itu.

”Manusia bernama Yeom Jong itu...” aku bergidik sedikit saat menyebut namanya. ”Dia benar-benar...”

”Berengsek...” sambung Yoon Hoo, seolah memahami bahwa aku tidak akan sanggup memaki pria itu. aku mengangguk menanggapi ucapan Yoon Hoo. ”Dan dia, pria itu, dia gagal ditangkap. Aku cemas, akan keadaan Nam Gil...”

Aku mengangguk paham dan menyentuh tangannya. Yoon Hoo meremas tanganku dan membalas tatapanku. ”Kau harus berada di sampingnya dan melindungi sahabatmu. Ini saat yang sulit untuk kalian...”

”Ya, terimakasih Rae Na...” Yoon Hoo tersenyum sambil menatapku lembut. ”Aku bersyukur karena kau selalu ada di sampingku...”

”Begitu juga aku. Dan berkatmu, beratku naik tiga kilo bulan ini...”

Yoon Hoo tergelak kaget dan tertawa keras. ”Itu hal yang baik kan?” ia mengedipkan sebelah matanya padaku. ”Lagipula, aku suka gadis yang berisi...”

Candaanya selalu saja menyebalkan dan membuat pipiku terasa panas. Dasar Yoon Hoo. ”Kau menyebalkan,” ujarku, tentu saja tidak sungguh-sungguh.

”Tapi, kau menyukainya kan?” candanya lagi, masih dengan senyumannya yang sangat menggoda.

”Yah, lumayan...” jawabku sekenanya.


─Go Yoon Hoo, Seoul, 2009─

“Selamat malam!!” sapaku riang pada Nam Gil. Lee Yo Won duduk di sebelahnya. Tangannya berada dalam genggaman Nam Gil.

”Kau tidak mengajak pacarmu?” tanya Yo Won padaku.

Aku menggeleng dan menjawab dengan senyuman ringan. ”Belum, Rae Na masih belum jadi pacarku...”

”Kapan kau akan menyatakannya?” ujar suara yang lain, yang ternyata adalah milik Ye Jin. Ia muncul bersama Yong Soo dan tampak modis dalam mini dressnya.

”Semuanya berkumpul dan aku kesepian sendirian, ooh, kayaknya aku nggak bisa tertawa hahaha...” ujarku, merasa kering. ”Baiklah, karena semuanya sudah tahu situasinya, kita langsung mulai saja...”

”Aku akan menjaga Yo Won sepanjang waktu... dan Ye Jin akan dijaga Yong Soo... pokoknya selama Yeom Jong belum ditangkap polisi, pada masa kritis ini kita akan saling menjaga... pria itu licik dan kemungkinan besar ia akan menggunakan segala cara untuk membalaskan dendamnya...”

Pandangan Yo Won berubah cemas, dan Nam Gil menjawabnya dengan senyuman yang menenangkan. ”Tidak mungkin kan dia menyerang Rae Na?” tanyaku, tiba-tiba merasa tidak yakin dengan keamanannya.

”Kurasa tidak. Ia dendam padaku. Membenciku. Jadi... Aku harap, sebisa mungkin, aku tidak akan membawamu dalam bahaya, Yo Won...” ujar Nam Gil.

Yo Won menggeleng dan memintanya tidak cemas. Menyebalkan juga melihat adegan romantis tanpa siapapun disamping kita. Hh...

”Sekarang dia sudah menjadi buronan yang paling diincar polisi...” Yong Soo berujar pelan sambil berpikir dan menangkupkan tangannya. ”Siapapun yang melihatnya, segera hubungi polisi dan jangan bertindak sendirian...”

”Dan kuharap kau tidak gegabah, Nam Gil...” Yong Soo menatap Nam Gil dengan tatapan tajam. ”Aku tidak mau kehilangan calon adik iparku...” ujarnya. Mereka tertawa berbarengan.

”Bagaimana dengan Hee Wong? Tidak ada yang menghubunginya?” tanyaku. Kalau Hee Wong datang, ia pasti tidak akan membawa Nam Ji Hyun bersamanya. Dan itu berarti, aku tidak akan menjadi pria kesepian di sini.

”Hee Wong masih sibuk dengan Ji Hyun..” jawab Nam Gil pelan. ”Dan juga dengan pekerjaannya.. Ia sudah berjanji akan berhati-hati...”


─Kim Rae Na, Seoul, 2009─

”Dia masih belum tertangkap, rupanya...” Sung Fat tampak cemas dan menatapku pelan. ”Bagaimana mungkin dia bisa lari?”

”Aku tidak tahu... Tapi kurasa dia tidak sendirian. Pasti di antara para polisi itu ada penghianat. Tidak mungkin dia lolos tanpa bantuan orang dalam...”

“Kau cerdas, Rae Na...” Sung Fat menarik nafas pelan. “Biar bagaimana pun, aku ingin dia berada di penjara selamanya. Sudah cukup banyak penderitaan yang diakibatkannya ke orang lain...”

Aku mengusap punggung Sung Fat pelan saat matanya mulai berkaca-kaca. Ia sangat mencintai kakaknya, dan sampai sekarang pun, aku tahu ia masih mencintainya.

Tapi, keberadaan Ji Hoo sudah berhasil mengikis kepedihannya. Dan cowok itu menepati janjinya untuk setia dan selalu menjaga Sung Fat. Tidak ada yang bisa kusesalkan, bukan?

Dan Sung Fat... mencintai Ji Hoo dengan cara yang berbeda. Cinta, namun berbeda dengan cintanya pada Kakaknya.

“Padahal masa depan Kakakku seharusnya masih panjang di depan sana...” pelan Sung Fat menghapus dan menyembunyikan air matanya dariku. “Aku tidak ingin pria itu bebas di luar sana...”

“Aku juga tidak mau...” ujarku, menarik nafas pelan. ”Dia seharusnya mendapatkan ganjaran yang setimpal...”

”Sudahlah, kita hentikan saja pembicaraan ini...” sela Sung Fat tiba-tiba. ”Rasanya suasananya jadi berubah nggak enak. Begini saja, kita bicarakan soal kau. Bagaimana hubunganmu dengan Yoon Hoo?”

”Hah? Hubungan apa?” tanyaku, kaget. Hampir saja jantungku copot barusan

”Kalian belum pacaran juga?” Sung Fat memandangku curiga. ”Atau kau… masih belum bisa melupakan Ji Hoo?”

”Dasar bodoh, tentu saja tidak. Aku tahu pasti perasaanku...” jawabku. Beberapa waktu lalu, saat luka di hatiku begitu lebarnya karena Ji Hoo, Yoon Hoo terus berada di sampingku dan menghapus luka itu, menambal dan menggantinya dengan cinta.

”Kalau begitu, kau yang harus mengatakan perasaanmu!!” seru Sung Fat sambil menepuk pundakku kuat-kuat. ”Jadilah berani, Rae Na! Aku tahu kau benci menyatakan perasaanmu lebih dulu, tapi, kalau tidak dikatakan sekarang, kapan lagi? Apa kau mau melihatnya pergi sama cewek lain?”

Membayangkan Yoon Hoo menggandeng cewek lain membuatku merasa tidak nyaman. Rasanya ada yang menaruh semen di perutku. ”Tentu saja tidak mau...”

”Perasaannya padamu kan sangat jelas... Lagipula, kau dulu cerita.. dia pernah minta kau mempertimbangkannya kalau luka hatimu sudah sembuh kan?”

Uh, kalau soal yang satu ini Sung Fat sangat cepat tanggap. Menyebalkan...

”Ya, begitulah...” sahutku, merasa agak jengah dan sedikit menyesal karena sudah menceritakannya pada Sung Fat. Entah bagaimana cerita itu sekarang menjadi bumerang bagiku, menghantamku tepat di titik kelemahanku.

”Katakanlah, sebelum kau menyesalinya...”

Aku memandang mata Sung Fat dan menyadari maksud ucapannya. Ia mencintai Kakaknya, dan bertahun-tahun, demi menjaga keutuhan keluarganya, demi menjaga agar keluarganya tetap normal, ia merahasiakannya dari siapapun. Dan sekarang, Kakaknya sudah tiada.

Sampai akhir, Sung Fat tidak berhasil mengatakan cintanya. Sungguh sangat tragis. Selama ini mereka selalu bersama tanpa satupun kesempatan mengatakannya. Ketika saatnya tiba, ia sudah kehilangan kesempatan itu.

”Aku paham,” suaraku terdengar aneh di tenggorokanku. ”Aku akan menemuinya... sekarang juga....”

─Go Yoon Hoo, Seoul, 2009─

“Yoon Hoo… ada tamu yang mencarimu…” ujar Papa sambil mengetuk pintu kamarku. Aku bangkit dan melihat wajah Papa dengan heran. “Dia manis sekali, Papa setuju…” canda Papa sambil mengedipkan sebelah matanya.

”Huh, Papa nonton bola lagi saja deh...” kapan ya terakhir kali Papa menggodaku soal perempuan? Tapi, tentu saja, ia tidak pernah menyatakan apakah ia setuju atau tidak. Pokoknya malam ini Papa nggak seperti biasanya.

”Hai, malam...” sapa Rae Na sambil tersenyum manis. Mama duduk di depannya dan tampak menikmati obrolan ringan dengan gadis itu. jantungku berdebar. Apa maunya datang ke rumahku sore ini?

”Wah, Rae Na tahu banyak ya soal mode.. Nanti kapan-kapan Tante tanya lagi ya... Ayo, duduk Yoon Hoo... masa perempuan dibiarkan menunggu?” dan Mama berlalu secepat angin ke arah dapur.

Aku memandang kedua orangtuaku dengan bingung. Papa dan Mama nggak biasanya bersikap seramah ini pada tamu wanitaku yang lain.

”Apa yang kau lakukan sampai mereka bisa berubah seramah itu?”

”Aku? Aku tidak melakukan apapun... Hanya membawakan oleh-oleh saja ke sini.. tadi aku bawa soju dan buah0buahan. Ternyata orangtuamu asyik sekali ya!” puji Rae Na senang.

Soju? Pantas saja Papaku bisa berubah jadi begitu ramah. Dan Mama? Barangkali buah-buahan.. ah, tidak. Barangkali dari obrolan soal mode. Biasalah, namanya juga perempuan...

”Ada urusan apa?” tanyaku, mengambil posisi duduk di depannya.

”Begini, aku baru saja bicara soal Sung Fat. Dan aku memahami perasaannya pada Kakaknya...”

Aku emngangguk paham. Nam Gil pernah menceritakan kisah cinta tragis antara Sung Pil dan adiknya. Mereka selalu bersama tetapi cinta mereka akhirnya tidak bisa bersatu selamanya. Sangat ironis.

”Ya, lalu?”

”Begini, dulu... kalau aku tidak salah dengar... kau memintaku mempertimbangkanmu... apa itu benar?”

Tenggorokanku terasa disumbat. Apa yang harus kujawab? Ya, aku pernah mengatakannya, dan bagaimana kalau ia menolakku di tempat? Well, rasanya pasti benar-benar sakit. Kalau kukatakan tidak? Apakah ia akan marah padaku?

”Yoon Hoo? Apa aku salah dengar?” raut wajahnya berubah kecewa.

”Tidak, kau tidak salah dengar. Aku memang mengucapkannya. Maaf...” ujarku. Sialan, mungkin seharusnya kukatakan ia salah dengar. Kenapa ia malah terlihat serba salah?

”Aku...” tangannya bertaut dengan gugup. ”Aku berpikir... kau.. selalu saja mengalah dan mengajakku jalan. Saat Ji Hoo menyakitiku, kau yang mengobati lukaku. Dan aku... kurasa aku tidak bisa apa-apa kalau kau tidak ada di sampingku. Aku... sangat menyukaimu, Yoon Hoo...”

”Hah?” mulutku menganga lebar, membuat Rae Na terlihat kaget dan memandangku bingung. ”Kau... menyukaiku? Serius?”

”Maaf.. butuh waktu lama untuk memikirkannya, dan aku...”

Aku langsung melompat dan memeluknya secepat mungkin. Nyata, dan hangat. Aku tidak bermimpi kan? ”Akhirnya!! Akhirnya!!! Akhirnya!!” seruku gembira. ”Akhirnya aku bukan lagi si pria kesepian!!!”

”Kau ngomong apa sih, Yoon Hoo...?” tawa Rae Na terdengar menyenangkan di telingaku. “Kau kan tampan, pasti banyak yang mengejarmu…”

“Aku adalah pria kesepian! Sejak bertemu denganmu, semua wanita itu seperti kabut. Tidak nyata. Dan disinilah aku, kesepian di tengah kabut! Akhirnya, yeah, akhirnya!!” ulangku, merasa puas.

”Tunggu, nanti...” aku tidak mempedulikan ucapan Rae Na dan bibirku menyentuh bibirnya, menciumnya dengan seluruh luapan emosiku. ”Om dan Tante...” Rae Na terengah kaget di tengah ciuman kami, tetapi aku tetap tidak melepaskannya.

”Masa bodoh...” ujarku, memandangnya dan tersenyum. Tentu saja aku tahu, di balik pintu itu, Mama dan Papaku mungkin masih asyik menguping dan mengintip kami.

”Masa bodoh...” sahut Rae Na akhirnya. Binar matanya berubah cerah, dan tangannya disangkutkan ke leherku. Aku menarik pinggangnya dan mulai menciumnya lagi. Kali ini lebih lembut. Janji cintaku untuknya. Akhirnya... yeah!!!

-selesai-

Tidak ada komentar: