----------------------------------------------------------------------
Fourth Scene
Bi dam
------------------------------------------------------------------------
"Ahh... jadi kau akan menggunakan mimpimu sebagai ide dasar untuk lagu singlemu nanti?" Alcheon tertawa memandang Bi dam dengan kagum sekaligus terkejut. Ia sama sekali tidak menyangka rekannya itu bisa-bisanya punya pemikiran semacam itu.
"Begitulah kira-kira..." sahut Bi dam sambil tertawa kecil, memamerkan selintas deretan gigi putihnya yang sempurna.
"Kadang-kadang aku memang sulit memahami dirimu," Alcheon geleng-geleng dengan perasaan geli campur bingung. "Tapi, kalau menurutmu bisa, kenapa tidak? Feelingmu jarang meleset, bukan?"
"Karena itulah aku harus bertaruh pada mimpiku malam ini," ujarnya sambil mengedikkan bahu sedikit.
"Bertaruh?" Alcheon mengangkat alisnya sedikit. "apa maksudmu? Kayaknya semakin lama kata-katamu semakin sulit dicerna"
Bi dam tergelak sedikit saat bicara. "Maksudku, aku harus menunggu kelanjutan mimpiku ini!!"
Kali ini alcheon bahkan tidak sanggup menanggapi kalimat sobatnya. Ia hanya mampu memutar bola matanya, pasrah dengan keadaan. "Apapun itu, semoga berhasil..."
--------
"Raja2 sebelumnya juga sama, mereka berkorban dan memberikan padaku tugas penting ini dan mimpi ini. Silla harus kuat tidak boleh berakhir, menguatkan kekuasaan kerajaan Shilla, dan mencapai penyatuan 3 negara, dan sebelum itu, Ratu tidak akan pernah menjadi seorang wanita atau "aku""
Bi dam merasakan bibirnya bergetar dan bergerak membentuk kata, "Yang Mulia..."
lalu sekelebat memori kembali berputar di hadapannya.
Aku tidak punya nama apakah itu Putra Mahkota atau putri, bahkan orang di pasar punya nama tapi Penguasa tidak punya nama untuk dirinya sendiri. Penguasa hanyalah "Yang Mulia". Sekarang tidak seorang pun yang bisa memanggil namaku.."
"Aku! aku yang akan melakukannya untukmu..."
" Memanggil namaku berarti pengkhianatan. Bahkan jika kau melakukannya karena cinta, dunia akan berkata itu"
Srat!!! Panah menghujam tubuhnya. peluh bercampur darah memenuhi tubuhnya. Ia bisa merasakan seberapa gontai langkahnya. "Sepuluh langkah," batinnya saat matanya bertatapan dengan mata wanita yang penuh air mata itu. "Sepuluh langkah lagi..." pikirnya.
Ia merasakan tangannya gemetar dan nyaris kaku. Ia tahu setiap inci tubuhnya dipenuhi rasa sakit. Satu tebasan panjang. Dua tebasan panjang. Ia masih meneruskan langkahnya.
"Jangan menangis..." bisik batinnya. Bi dam merasakan tangannya terulur maju, dan bibirnya bergerak tidak kauran. "Deokman...., Deokman...." ia merasa ia telah menyebut namanya, dan kemudian Srat!!! tebasan terakhir mencabik sisa-sisa nyawanya, nafasnya, dan merenggut segalanya.
Bi dam terbangun dengan bibir masih bergerak-gerak, meracau dan menyebut nama yang tidak pernah dikenalnya.
"Deokman...?" dengan galau Bi dam menghapus keringatnya dan menarik nafas dalam-dalam. Jantungnya terasa berdetak sangat cepat dan rasa sakit itu begitu nyata. Namun dadanya lebih sakit lagi.
Ia merasa ia mengenal gadis itu. Ia bahkan bisa merasakan penyesalan karena tangannya bahkan tidak mampu menghapus airmata itu. Akan tetapi tidak hanya penyesalan, ia juga merasakan perasaan yang hangat dalam dadanya.
Dan ia tahu satu hal yang pasti.
Ia bisa merasakan-entah siapa yang ia mimpikan itu-sangat mencintai gadis itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar