SING OUT LOUD, LOVE 6
September 26, 2011 at 7:50am
CHAPTER6
Cast:
Liana Wijaya as Kim Lee Ah
Kim Hyun Joong
Author as Kim Jae shi (Lee Ah’s younger sister)
Micky Yoo-chun
Hero Jae-joong
Xiah Jun-su
―Lee Ah, Januari, 2011, Gedung Audisi DSP entertainment, Studio 2―
“Nomor 163….” Panggil petugas penjaga pintu. Kutatap kembali nomor di tanganku. Giliranku semakin dekat. Astaga… aku tidak boleh lupa lirik yang akan kunyanyikan nanti. Ya, ya, akan kunyanyikan lagu only one day, salah satu lagu kesukaanku.
Dengan lagu itu, akan kuutarakan perasaan sedihku soal perpisahan kami. Hyun-joong pasti akan mengerti…
“Nona Kim Lee-ah?” suara panggilan itu membuyarkan lamunanku. “Apa Nona Kim Lee-ah tidak hadir? Nona Kim Lee-ah nomor 165?” ulangnya.
“A-ah! Iya, aku hadir!” seruku sambil mengangkat tangan dan buru-buru bangkit dari kursiku. Terdengar tawa mencemooh di belakangku. Iih… tidak. Tidak. Aku tidak akan kalah hanya karena hal semacam ini.
“Silahkan masuk,” ujar petugas itu sambil membukakan pintu untukku. Begitu pintu terbuka, rasanya seperti masuk ke dunia lain. Ada enam orang juri. Hyun-joong… dia duduk di kursi paling ujung kanan. Matanya sekilas kaget melihatku.
“Aduh!” seruku ketika kakiku tidak sengaja tersandung mike. “Ma-maaf…” dengan gugup aku membetulkan posisi berdiriku. Bisa kulihat beberapa juri menahan senyum dan yang lainnya berdehem. Hyun-joong juga ikut menahan tawanya.
“Silahkan dimulai, Nona Lee-ah…”
“Ah, ya…” kakiku berjalan ke arah keyboard dan mencoba mengingat-ingat nada pembukanya. Tidak… tidak mungkin! Karena kejadian memalukan bertubi-tubi, semua yang ada di otakku langsung blank total.
Melihat kegugupanku, spontan Hyun-joong bertanya dengan mike di depannya. “Ada yang salah, Nona Kim?”
“T-tidak…” sahutku.
Mungkin aneh, tetapi bisa kulihat bibir Hyun-joong bergerak sedikit. Seperti isyarat… jangan-jangan… benarkah dia menyuruhku memainkan lagu itu?
Baiklah, ini pertaruhan. Mungkin aku benar akan gagal, tapi, akan kumainkan lagu yang diajarkan Mamaku dulu!
―Jae Shi, Januari 2011, Salon (entah dimana)―
“Bagaimana?” tanya Yoo-chun dari luar ruangan dengan tidak sabar.
“Sebentar… aku kesulitan menarik ritsleting-nya…” tukasku. Begitu akhirnya kutarik ritsleting itu sampai ke ujung, rambutku ikut tertarik ke sana. “Aduh!”
Pria itu mengetuk pintu kamar ganti. “Kau sudah selesai ganti baju, belum? Kalau sudah, biar kubantu…”
“Tolong…” pintaku sambil setengah meringis karena rambutku masih tersangkut di sana. “Kenapa aku harus pakai baju seperti ini…” omelku.
“Karena badanmu mungil, jadi dengan mini dress, kakimu akan terlihat lebih jenjang. Tahu itu?” Pria itu meraih ritsleting yang terdapat di leherku dan membantu melepaskan rambutku perlahan-lahan. “Nah, selesai. Coba kulihat penampilanmu…”
“Bagaimana?” tanyaku tidak sabar ketika pria itu masih saja diam melihatku. Jun-su masuk dan bersiul kecil. “Tidak cocok, kan?” erangku.
“Cocok,” puji Jun-su sambil tersenyum. Ia menyenggol Yoo-chun sedikit. “Cocok sekali dengan seleramu, bukan?”
“Diam kau!” sergah Yoo-chun. Wajahnya memerah malu sampai telinga. “Aku lebih suka gadis yang dewasa,” gumamnya dengan suara parau. “Ayolah.,..” ia menarik tanganku dan terburu-buru memasukkanku ke mobil.
“Aku juga lebih suka tipe yang dewasa…” gumamku setengah berbisik.
“Apa katamu? Mau membalasku?” Pria itu membalik badan dan tersenyum menggoda lagi. Memang yang paling menarik dari pria ini adalah senyumannya. Tapi aku tidak mau keburu memujinya, nanti dia jadi ge-er.
“Ternyata cukup dipoles sedikit, dia sudah terlihat menarik. Iya kan, Jae?” tanya Jun-su sambil bersenandung dengan suara uniknya di kursi depan.
“Lumayan…” pria itu menarik senyum samar sambil melirikku.
―Lee Ah, Januari, 2011, Gedung Audisi DSP Entertainment, Studio 2―
Pelan jariku menyentuh tuts-tuts keyboard itu dan memainkan intro. Lagu yang tidak akan pernah pupus dari ingatanku. Lagu ini menghubungkanku dengan Mama, dengan Jae-shi, dan dengan Hyun-joong.
Found myself today
Oh I found myself and ran away
Something pulled me back
The voice of reason I forgot I had
All I know is you're not here to say
What you always used to say
But it's written in the sky tonight
So I won't give up
No I won't break down
Sooner than it seems life turns around
And I will be strong
Even if it all goes wrong
When I'm standing in the dark I'll still believe
Someone's watching over me
“Wow, ini bagus sekali!” puji seorang juri. Kuangkat wajahku dengan ekspresi tidak percaya.
Juri lain berkomentar lebih pedas. “Kau sepertinya menyukainya. Tapi, penampilannya perlu banyak diubah…”
“Penampilan bukan masalah… Hal itu bisa diubah. Suara tidak…” bela juri lain.
:Bagaimana menurutmu, Hyun-joong?” tanya juri yang tertua pada Hyun-joong. Pria itu menatapku lama, sebelum akhirnya membuka mulutnya untuk bicara. Jantungku berdebar kencang sampai terasa mau lepas.
―Jae Shi, Januari 2011, Gedung S.M entertainment―
“Tunggu! Mau apa kau bawa aku ke sini?”
Yoo-chun tidak menggubris protesku. Ia terus saja menarik tanganku dan menuntun jalanku. “Sudah sampai,” katanya setelah kami―menaiki lift, beberapa kali berbelok dan―akhirnya tiba di sebuah ruangan.
“Tunggu. Kau harus bilang ini ruangan apa. Aku tidak mau masuk ke sana…”
“Masuk saja. Ini ruangan tempatmu memulai karirmu…”
“A-apa…”
Pintu sudah terlanjur dibuka sebelum kakiku bersiap kabur dari sana. “Kau membawanya?” tanya seorang pria. Ia mengenakan setelan jas yang rapi dan terlihat formal.
“Ya, Tuan Kim…” sahut Yoo-chun sambil membawaku ke tengah ruangan. “Aku sudah dengar suaranya dan kurasa suaranya memang unik… Sedikit kekanakan, namun, yah, unik…”
Kekanakan? Itu pujian, ya? Kenapa rasanya seperti ejekan? Sebal….
“Seperti suara Xiah?” tanya Tuan Kim dengan alis terangkat.
“Tidak, bukan seperti itu. Ada ciri khas tertentu dalam suaranya. Ini masih prediksiku… tapi…” Yoo-chun mendekat ke Tuan Kim dan membisikkan sesuatu di sana. Pria itu menarik ujung bibirnya dan tersenyum.
“Baiklah,” Tuan Kim menepuk tangan dengan tidak sabar. Nona Kim Jae-shi, bukan?” Kuanggukkan kepalaku ragu-ragu. “Silahkan dimulai! Di sini hanya ada kita bertiga! Aku sendiri yang akan menilaimu!”
Kulirik Yoo-chun dengan pandangan kesal. Sudah sampai di sini, apa lagi yang bisa kulakukan? Aku tidak mungkin kabur. Berusaha bernyanyi sejelek mungkin juga mustahil kulakukan. Aku hanya akan mempermalukan Yoo-chun dan diriku sendiri.
“Boleh pinjam gitar?” tanyaku, berusaha menghapus senyum grogiku. Yoo-chun menyeringai dan memberikan gitar yang tergeletak di ujung ruangan ke tanganku.
Perlahan tanganku memetik gitar itu, membayangkan masa kecilku, Mamaku yang wajahnya hampir kulupakan, dan kakakku. Lagu yang diajarkan Mamaku, lagu yang selalu kunyanyikan ketika aku merasa sendirian dan gelisah.
I've seen that ray of light
And it's shining on my destiny
Shining all the time
And I won’t be afraid
To follow everywhere it's taking me
All I know is yesterday is gone
And right now I belong
To this moment to my dreams
So I won't give up
No I won't break down
Sooner than it seems life turns around
And I will be strong
Even if it all goes wrong
When I'm standing in the dark I'll still believe
Someone's watching over me
It doesn't matter what people say
And it doesn't matter how long it takes
Believe in yourself and you'll fly high
And it only matters how true you are
Be true to yourself and follow your heart
“Selesai,” ujarku akhirnya. Kutundukkan kepalaku dalam-dalam dan menarik nafas panjang. “Terima kasih banyak untuk kesempatannya…”
Loh? Kenapa tidak ada tanggapan?
Ketika kuangkat wajahku, dua pria di depanku itu masih mematung. Tidak, ini tidak mungkin! Apa aku sudah melakukan kesalahan lagi? Astaga… bagaimana ini!
―Lee Ah, Januari, 2011, Gedung Audisi DSP Entertainment, Studio 2―
“Hyun-joong?” tanya pria itu lagi.
“Eh, oh, ya, maaf…” Hyun-joong menoleh dan buru-buru tersenyum pada para juri itu seraya memperbaiki posisi duduknya. “Menurutku suaranya cocok dengan image yang ingin kutampilkan… Aku menyukainya…”
Jantungku seperti dipompa lebih cepat mendengar pujian pendek dari Hyun-joong. Aku menyukainya… Sekalipun aku tahu pujian itu ditujukan untuk suaraku, aku sangat senang ketika ia mengucapkannya. Seperti mengatakan kalau ia menyukaiku.
“Baiklah, bagaimana pendapat juri lain?” tanya juri wanita itu. Semua juri lain mengangguk setuju dan bertepuk tangan. “Selamat, kau diterima, Nona Lee-ah!”
“Apa…”
Seorang juri berlari keluar ruangan dan berteriak mengumumkan. “Maaf, kami tidak mengadakan audisi lanjutan! Pemenang sudah diputuskan pada nomor 165! Terima kasih, kalian sudah boleh pulang!”
“Benarkah?” perlahan-lahan senyum mengembang dari bibirku. “Benarkah? Aku menang? Astaga…” Kakiku melangkah maju untuk menyalami para juri di depanku. “Terima kasih banyak…”
Ketika tiba pada juri terakhir, Hyun joong, sejenak langkahku membatu. Pria itu menyunggingkan senyuman khasnya padaku. “Aku senang kau ingat padaku dan pada lagu itu…” bisiknya sambil menarik tanganku untuk mendekat. “Selanjutnya, mohon kerja samanya!” seru pria itu seolah baru pertama kali melihatku.
“Ya,” anggukku, senang. Berarti benar! Hyun-joong adalah pria itu! Dan mulai detik ini, aku akan berada di panggung yang sama dengannya!
―Jae Shi, Januari 2011, Gedung S.M entertainment―
“Nona Jae-shi? Ehm…” Tuan Kim berdehem beberapa kali. “Kau bisa nyanyikan lagu lain untukku? Misalnya… lagu SM-town? Bait pertama saja…”
“Baiklah,” tanganku sedikit gemetar sambil memetik gitar.
Kuputuskan untuk menyanyikan lagu leave for vacation. Setelah itu, Tuan Kim memintaku menyanyikan lagu film yang kusukai. Kali ini kumainkan lagu Perhaps Love by Howl and J. Belum puas juga, Tuan Kim memintaku menyanyikan lagu yang sering kunyanyikan. Akhirnya kunyanyikan lagu Only Hope by Mandy Moore.
“Selesai…” tukasku. Baiklah, ini mulai melelahkan…
Tuan Kim perlahan bangkit dari duduknya dan maju untuk menepuk pundakku. Wajahnya yang semula serius sekarang kelihatan senang. “Yoo-chun benar! Suaramu memang unik! Ya, kau punya kemampuan beradaptasi dengan lagu! Suaramu bisa berubah sesuai lagu yang kau nyanyikan! Bahkan aku kira tadi sedang mendengar penyanyi aslinya!”
“Bagaimana menurut Tuan Kim?” tanya Yoo-chun sambil menyeringai di sampingku. “Aku sudah membuat lagu yang pas untuknya…”
“Baiklah, tentu saja! Kita tidak bisa membuang waktu! Siapkan kertas kontraknya!”
“Hah…” Mulutku ternganga kaget sementara kedua pria di depanku asyik membicarakan hal yang tidak kumengerti. Kontrak apa? Kenapa sekarang jadi serumit dan se-complicated ini? jadi… apa aku belum boleh pulang???
-to be continued-
Note: lirik yang dipakai dalam chapter ini berasal dari lagu Hillary duff berjudul Someone watching over me. Lagunya sangat berkesan untukku, jadi kuputuskan memakainya di FF ini. Kalian bisa mendengarnya di film Raise Your Voice.
Cast:
Liana Wijaya as Kim Lee Ah
Kim Hyun Joong
Author as Kim Jae shi (Lee Ah’s younger sister)
Micky Yoo-chun
Hero Jae-joong
Xiah Jun-su
―Lee Ah, Januari, 2011, Gedung Audisi DSP entertainment, Studio 2―
“Nomor 163….” Panggil petugas penjaga pintu. Kutatap kembali nomor di tanganku. Giliranku semakin dekat. Astaga… aku tidak boleh lupa lirik yang akan kunyanyikan nanti. Ya, ya, akan kunyanyikan lagu only one day, salah satu lagu kesukaanku.
Dengan lagu itu, akan kuutarakan perasaan sedihku soal perpisahan kami. Hyun-joong pasti akan mengerti…
“Nona Kim Lee-ah?” suara panggilan itu membuyarkan lamunanku. “Apa Nona Kim Lee-ah tidak hadir? Nona Kim Lee-ah nomor 165?” ulangnya.
“A-ah! Iya, aku hadir!” seruku sambil mengangkat tangan dan buru-buru bangkit dari kursiku. Terdengar tawa mencemooh di belakangku. Iih… tidak. Tidak. Aku tidak akan kalah hanya karena hal semacam ini.
“Silahkan masuk,” ujar petugas itu sambil membukakan pintu untukku. Begitu pintu terbuka, rasanya seperti masuk ke dunia lain. Ada enam orang juri. Hyun-joong… dia duduk di kursi paling ujung kanan. Matanya sekilas kaget melihatku.
“Aduh!” seruku ketika kakiku tidak sengaja tersandung mike. “Ma-maaf…” dengan gugup aku membetulkan posisi berdiriku. Bisa kulihat beberapa juri menahan senyum dan yang lainnya berdehem. Hyun-joong juga ikut menahan tawanya.
“Silahkan dimulai, Nona Lee-ah…”
“Ah, ya…” kakiku berjalan ke arah keyboard dan mencoba mengingat-ingat nada pembukanya. Tidak… tidak mungkin! Karena kejadian memalukan bertubi-tubi, semua yang ada di otakku langsung blank total.
Melihat kegugupanku, spontan Hyun-joong bertanya dengan mike di depannya. “Ada yang salah, Nona Kim?”
“T-tidak…” sahutku.
Mungkin aneh, tetapi bisa kulihat bibir Hyun-joong bergerak sedikit. Seperti isyarat… jangan-jangan… benarkah dia menyuruhku memainkan lagu itu?
Baiklah, ini pertaruhan. Mungkin aku benar akan gagal, tapi, akan kumainkan lagu yang diajarkan Mamaku dulu!
―Jae Shi, Januari 2011, Salon (entah dimana)―
“Bagaimana?” tanya Yoo-chun dari luar ruangan dengan tidak sabar.
“Sebentar… aku kesulitan menarik ritsleting-nya…” tukasku. Begitu akhirnya kutarik ritsleting itu sampai ke ujung, rambutku ikut tertarik ke sana. “Aduh!”
Pria itu mengetuk pintu kamar ganti. “Kau sudah selesai ganti baju, belum? Kalau sudah, biar kubantu…”
“Tolong…” pintaku sambil setengah meringis karena rambutku masih tersangkut di sana. “Kenapa aku harus pakai baju seperti ini…” omelku.
“Karena badanmu mungil, jadi dengan mini dress, kakimu akan terlihat lebih jenjang. Tahu itu?” Pria itu meraih ritsleting yang terdapat di leherku dan membantu melepaskan rambutku perlahan-lahan. “Nah, selesai. Coba kulihat penampilanmu…”
“Bagaimana?” tanyaku tidak sabar ketika pria itu masih saja diam melihatku. Jun-su masuk dan bersiul kecil. “Tidak cocok, kan?” erangku.
“Cocok,” puji Jun-su sambil tersenyum. Ia menyenggol Yoo-chun sedikit. “Cocok sekali dengan seleramu, bukan?”
“Diam kau!” sergah Yoo-chun. Wajahnya memerah malu sampai telinga. “Aku lebih suka gadis yang dewasa,” gumamnya dengan suara parau. “Ayolah.,..” ia menarik tanganku dan terburu-buru memasukkanku ke mobil.
“Aku juga lebih suka tipe yang dewasa…” gumamku setengah berbisik.
“Apa katamu? Mau membalasku?” Pria itu membalik badan dan tersenyum menggoda lagi. Memang yang paling menarik dari pria ini adalah senyumannya. Tapi aku tidak mau keburu memujinya, nanti dia jadi ge-er.
“Ternyata cukup dipoles sedikit, dia sudah terlihat menarik. Iya kan, Jae?” tanya Jun-su sambil bersenandung dengan suara uniknya di kursi depan.
“Lumayan…” pria itu menarik senyum samar sambil melirikku.
―Lee Ah, Januari, 2011, Gedung Audisi DSP Entertainment, Studio 2―
Pelan jariku menyentuh tuts-tuts keyboard itu dan memainkan intro. Lagu yang tidak akan pernah pupus dari ingatanku. Lagu ini menghubungkanku dengan Mama, dengan Jae-shi, dan dengan Hyun-joong.
Found myself today
Oh I found myself and ran away
Something pulled me back
The voice of reason I forgot I had
All I know is you're not here to say
What you always used to say
But it's written in the sky tonight
So I won't give up
No I won't break down
Sooner than it seems life turns around
And I will be strong
Even if it all goes wrong
When I'm standing in the dark I'll still believe
Someone's watching over me
“Wow, ini bagus sekali!” puji seorang juri. Kuangkat wajahku dengan ekspresi tidak percaya.
Juri lain berkomentar lebih pedas. “Kau sepertinya menyukainya. Tapi, penampilannya perlu banyak diubah…”
“Penampilan bukan masalah… Hal itu bisa diubah. Suara tidak…” bela juri lain.
:Bagaimana menurutmu, Hyun-joong?” tanya juri yang tertua pada Hyun-joong. Pria itu menatapku lama, sebelum akhirnya membuka mulutnya untuk bicara. Jantungku berdebar kencang sampai terasa mau lepas.
―Jae Shi, Januari 2011, Gedung S.M entertainment―
“Tunggu! Mau apa kau bawa aku ke sini?”
Yoo-chun tidak menggubris protesku. Ia terus saja menarik tanganku dan menuntun jalanku. “Sudah sampai,” katanya setelah kami―menaiki lift, beberapa kali berbelok dan―akhirnya tiba di sebuah ruangan.
“Tunggu. Kau harus bilang ini ruangan apa. Aku tidak mau masuk ke sana…”
“Masuk saja. Ini ruangan tempatmu memulai karirmu…”
“A-apa…”
Pintu sudah terlanjur dibuka sebelum kakiku bersiap kabur dari sana. “Kau membawanya?” tanya seorang pria. Ia mengenakan setelan jas yang rapi dan terlihat formal.
“Ya, Tuan Kim…” sahut Yoo-chun sambil membawaku ke tengah ruangan. “Aku sudah dengar suaranya dan kurasa suaranya memang unik… Sedikit kekanakan, namun, yah, unik…”
Kekanakan? Itu pujian, ya? Kenapa rasanya seperti ejekan? Sebal….
“Seperti suara Xiah?” tanya Tuan Kim dengan alis terangkat.
“Tidak, bukan seperti itu. Ada ciri khas tertentu dalam suaranya. Ini masih prediksiku… tapi…” Yoo-chun mendekat ke Tuan Kim dan membisikkan sesuatu di sana. Pria itu menarik ujung bibirnya dan tersenyum.
“Baiklah,” Tuan Kim menepuk tangan dengan tidak sabar. Nona Kim Jae-shi, bukan?” Kuanggukkan kepalaku ragu-ragu. “Silahkan dimulai! Di sini hanya ada kita bertiga! Aku sendiri yang akan menilaimu!”
Kulirik Yoo-chun dengan pandangan kesal. Sudah sampai di sini, apa lagi yang bisa kulakukan? Aku tidak mungkin kabur. Berusaha bernyanyi sejelek mungkin juga mustahil kulakukan. Aku hanya akan mempermalukan Yoo-chun dan diriku sendiri.
“Boleh pinjam gitar?” tanyaku, berusaha menghapus senyum grogiku. Yoo-chun menyeringai dan memberikan gitar yang tergeletak di ujung ruangan ke tanganku.
Perlahan tanganku memetik gitar itu, membayangkan masa kecilku, Mamaku yang wajahnya hampir kulupakan, dan kakakku. Lagu yang diajarkan Mamaku, lagu yang selalu kunyanyikan ketika aku merasa sendirian dan gelisah.
I've seen that ray of light
And it's shining on my destiny
Shining all the time
And I won’t be afraid
To follow everywhere it's taking me
All I know is yesterday is gone
And right now I belong
To this moment to my dreams
So I won't give up
No I won't break down
Sooner than it seems life turns around
And I will be strong
Even if it all goes wrong
When I'm standing in the dark I'll still believe
Someone's watching over me
It doesn't matter what people say
And it doesn't matter how long it takes
Believe in yourself and you'll fly high
And it only matters how true you are
Be true to yourself and follow your heart
“Selesai,” ujarku akhirnya. Kutundukkan kepalaku dalam-dalam dan menarik nafas panjang. “Terima kasih banyak untuk kesempatannya…”
Loh? Kenapa tidak ada tanggapan?
Ketika kuangkat wajahku, dua pria di depanku itu masih mematung. Tidak, ini tidak mungkin! Apa aku sudah melakukan kesalahan lagi? Astaga… bagaimana ini!
―Lee Ah, Januari, 2011, Gedung Audisi DSP Entertainment, Studio 2―
“Hyun-joong?” tanya pria itu lagi.
“Eh, oh, ya, maaf…” Hyun-joong menoleh dan buru-buru tersenyum pada para juri itu seraya memperbaiki posisi duduknya. “Menurutku suaranya cocok dengan image yang ingin kutampilkan… Aku menyukainya…”
Jantungku seperti dipompa lebih cepat mendengar pujian pendek dari Hyun-joong. Aku menyukainya… Sekalipun aku tahu pujian itu ditujukan untuk suaraku, aku sangat senang ketika ia mengucapkannya. Seperti mengatakan kalau ia menyukaiku.
“Baiklah, bagaimana pendapat juri lain?” tanya juri wanita itu. Semua juri lain mengangguk setuju dan bertepuk tangan. “Selamat, kau diterima, Nona Lee-ah!”
“Apa…”
Seorang juri berlari keluar ruangan dan berteriak mengumumkan. “Maaf, kami tidak mengadakan audisi lanjutan! Pemenang sudah diputuskan pada nomor 165! Terima kasih, kalian sudah boleh pulang!”
“Benarkah?” perlahan-lahan senyum mengembang dari bibirku. “Benarkah? Aku menang? Astaga…” Kakiku melangkah maju untuk menyalami para juri di depanku. “Terima kasih banyak…”
Ketika tiba pada juri terakhir, Hyun joong, sejenak langkahku membatu. Pria itu menyunggingkan senyuman khasnya padaku. “Aku senang kau ingat padaku dan pada lagu itu…” bisiknya sambil menarik tanganku untuk mendekat. “Selanjutnya, mohon kerja samanya!” seru pria itu seolah baru pertama kali melihatku.
“Ya,” anggukku, senang. Berarti benar! Hyun-joong adalah pria itu! Dan mulai detik ini, aku akan berada di panggung yang sama dengannya!
―Jae Shi, Januari 2011, Gedung S.M entertainment―
“Nona Jae-shi? Ehm…” Tuan Kim berdehem beberapa kali. “Kau bisa nyanyikan lagu lain untukku? Misalnya… lagu SM-town? Bait pertama saja…”
“Baiklah,” tanganku sedikit gemetar sambil memetik gitar.
Kuputuskan untuk menyanyikan lagu leave for vacation. Setelah itu, Tuan Kim memintaku menyanyikan lagu film yang kusukai. Kali ini kumainkan lagu Perhaps Love by Howl and J. Belum puas juga, Tuan Kim memintaku menyanyikan lagu yang sering kunyanyikan. Akhirnya kunyanyikan lagu Only Hope by Mandy Moore.
“Selesai…” tukasku. Baiklah, ini mulai melelahkan…
Tuan Kim perlahan bangkit dari duduknya dan maju untuk menepuk pundakku. Wajahnya yang semula serius sekarang kelihatan senang. “Yoo-chun benar! Suaramu memang unik! Ya, kau punya kemampuan beradaptasi dengan lagu! Suaramu bisa berubah sesuai lagu yang kau nyanyikan! Bahkan aku kira tadi sedang mendengar penyanyi aslinya!”
“Bagaimana menurut Tuan Kim?” tanya Yoo-chun sambil menyeringai di sampingku. “Aku sudah membuat lagu yang pas untuknya…”
“Baiklah, tentu saja! Kita tidak bisa membuang waktu! Siapkan kertas kontraknya!”
“Hah…” Mulutku ternganga kaget sementara kedua pria di depanku asyik membicarakan hal yang tidak kumengerti. Kontrak apa? Kenapa sekarang jadi serumit dan se-complicated ini? jadi… apa aku belum boleh pulang???
-to be continued-
Note: lirik yang dipakai dalam chapter ini berasal dari lagu Hillary duff berjudul Someone watching over me. Lagunya sangat berkesan untukku, jadi kuputuskan memakainya di FF ini. Kalian bisa mendengarnya di film Raise Your Voice.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar