Udah lama banget aku ga nulis FF...
Kali ini cast nya Lee Dong-hae super junior, si oppa tampan (hheehe...) kupersembahkan untuk temanku yang jujur dan lucu, Felicia F :)
Lovely You, Hye Ri
“Kali ini, pertimbangkan calon yang Mama ajukan…”
Dong-hae menghela nafas. Mamanya
mengakhiri telepon sambil berjanji akan mengirimkan foto gadis yang disukainya.
Dong-hae menghela nafas lagi mengingat ini kesekian kalinya Mamanya mengajukan
calon potensial untuknya.
Usianya sudah 27 tahun. Sudah berapa
lama ia tidak pacaran? Hmm... mungkin ia hanya terlalu sibuk dengan karirnya sebagai member Super Junior.
Semenjak syuting Extravagant Challenge
rampung, ulah Mamanya semakin menjadi-jadi. Isu adanya adegan ciuman dengan
seorang Choi Si-won, betapa banyaknya foto adegan ciuman mereka yang beredar―dari
hasil kreatifitas fans―menambah sakit kepala Dong-hae.
Mamanya mungkin ketakutan anak
tersayangnya ini homo, karena itu terburu-buru mencarikannya wanita setiap kali
ada kesempatan. Padahal Dong-hae sudah berulang kali mengatakan pada Mamanya
kalau dia masih pria normal yang menyukai wanita. Mamanya tampaknya makin hari makin
meragukannya. Dong-hae kehabisan akal. Ia menghela nafas lagi.
Tetapi foto yang ditunggu tidak
kunjung datang. Sebagai gantinya, Mamanya mengeluarkan ultimatum untuk datang
ke sebuah café yang terletak di kawasan Apgujeong. Tidak masalah sebenarnya,
aku akan sekaligus mengunjungi restoran milikku, pikir Dong-hae sambil menatap
layar ponselnya. Hanya saja, bagaimana kau akan mengenali gadis yang bahkan
fotonya saja tidak pernah kau lihat?
Hari Sabtu yang cerah. Langit
terlihat biru dan udara tidak panas menyengat. Hari yang sempurna untuk kencan,
sementara Dong-hae menatap arlojinya. Kalau
memang ini bisa disebut kencan dan bukannya perjodohan paksa, pikirnya
pahit.
Dong-hae memutuskan untuk memesan
gelas kopi kedua ketika pintu berayun terbuka dan seorang gadis berwajah masam
masuk. Gaunnya selutut berayun lembut di tungkainya ketika ia berjalan memasuki
café.
Rambutnya panjang sepunggung,
selaras dengan penampilannya yang feminim. Hanya saja, wajahnya yang masam
mengurangi keseluruhan poin penampilannya yang menarik, pikir Dong-hae sambil
lalu. Matanya kembali menatap menu. Bukannya ia peduli, ia hanya sekejap mengamati
dan menganalisa, itu saja. Sampai suara itu menyapanya.
“Permisi, Lee Dong-hae ssi…”
Dong-hae mengangkat wajah dan
tertegun. Gadis yang baru saja memasuki café itu menatapnya tajam dan tidak
senang. Semua rasa tidak suka terlukis jelas di wajahnya.
Dong-hae segera memasang senyum
sopan seribu watt nya. “Ada yang bisa saya bantu?”
Sejenak mata itu mengerling jenaka. Namun
tampaknya perasaan itu kembali tertutup rapat, digantikan delikan kesal. “Kau
akan sangat membantuku kalau kau mau menyetujui semua saranku.”
“Eh.. ehm… nona…”
“Park Hye-ri,” gadis itu mengulurkan
tangan dan Dong-hae menyambutnya dengan sigap. “Boleh aku duduk di sini?”
“Ehm… sebetulnya saya ada janji…”
“Denganku,” ucap gadis itu sambil
memaksakan sebuah senyum di bibirnya.
“Oh…” Dong-hae menatap gadis di
depannya. “Ohhh…” Lagi-lagi hanya gumaman bodoh itu yang keluar dari bibirnya.
“Bibi Hyang baik sekali karena
memikirkanku, tetapi sebenarnya tidak perlu. Aku merasa terhormat dikenalkan
padamu, tetapi aku tidak menyukai situasi ini. Aku tidak mau dijodohkan dengan
homo, apa kau paham perasaan itu?”
“Apa…”
Dong-hae merasakan mulutnya terbuka
lebar. Apa yang baru saja gadis ini katakan?
“Aku paham keinginan Bibi untuk membersihkan
namamu. Tapi aku hanya gadis biasa. Aku tidak suka popularitas. Aku tidak mau
dikaitkan dengan media. Aku ingin menjalani hidupku dengan cara normal, wajar,
menyenangkan apa-adanya.”
“Eh… Ehmmm… Park Hye-ri ssi?”
“Karena itu, aku mohon maaf padamu,
aku tidak bisa membantumu. Kau kan idola terkenal, kau bisa minta banyak gadis
lainnya, misalnya dari band SNSD. Bukankah kalian akrab? Ahh.. atau dari F(x)
saja?”
“Tapi.. aku tidak…”
“Benar!” Park Hye-ri berhenti bicara
dan mendadak tersenyum. Spontan ia menggenggam tangan Dong-hae dengan rasa
sukacita luar biasa di wajahnya. “Aku tahu kau tidak akan memaksaku! Aku senang
mendengarnya. Lagipula, aku punya banyak pekerjaan untuk diurus! Terimakasih banyak
mau mengerti keadaanku!”
“Ah.. iya…” Dong-hae merasa agak
linglung. Wajah gadis itu saat masam benar-benar tidak menyenangkan. Hanya saja
ketika ia tertawa… Yah, ketika ia benar-benar tertawa tulus, seluruh senyum itu
mengubah wajahnya. Bahkan Dong-hae bisa melihat kilauan matahari memandang
balik padanya dari senyum itu.
“Karena itu, apakah aku bisa pamit
sekarang? Pekerjaanku banyak dan..”
“Ehm…” Dong-hae hanya bisa menggaruk
kepalanya yang tidak gatal. “Yah…”
“Baiklah! Selamat siang dan sampai
jumpa!”
Gadis itu bangkit dari duduknya,
menyambar tasnya dan berlari meninggalkan café dengan wajah gembira. Dong-hae
sejenak melamun di tempatnya, berusaha mereka ulang apa yang baru saja terjadi.
Aku tidak mau dijodohkan dengan homo, apa kau paham perasaan itu?
Dong-hae menggebrak meja dengan
keras, baru saja menyadari apa yang Park Hye-ri ucapkan panjang lebar sedari
tadi.
“Aku bukan homo, dasar sial…”
umpatnya.
Dong-hae melirik kiri kanan dan
menyadari semua mata memandang kaget padanya. Ia merapatkan bibir dan
mengeluarkan lembaran dari dompetnya. Ia berlari pergi mengejar gadis konyol
itu. Satu gossip lagi dan predikatnya sebagai laki-laki normal akan hilang
selamanya.
Seorang gadis berinisial PHR menolak seorang idol berinisial LDH karena
mempertanyakan ketertarikan gender pria tersebut.
Dong-hae merasakan kepalanya berubah
pusing. Ia mempercepat larinya tetapi tetap saja kehilangan jejak Park Hye-ri.
Kedua kakinya lebih pendek dariku, bagaimana bisa dia berlari sekencang
itu? Keluh Dong-hae
dalam hati.
Hye-ri mengangkat kertas yang baru
diguntingnya dengan bangga. “Kalian harus menggunting mengikuti polanya,
setelah itu Bu Guru akan mengajarkan cara melipat yang benar!”
Hye-ri menatap langit dan tersenyum.
Anak-anak duduk di atas kursi-kursi kecil yang disusun rapi di atas halaman
berumput. Mereka memandangnya dengan wajah antusias, gembira dengan kelas yang
diadakan di halaman sekolah yang sejuk.
Anak-anak di depannya berseru setuju.
Sampai seorang anak perempuan tiba-tiba menjerit. Disusul jeritan anak perempuan
lainnya. Dan kegaduhan segera saja semakin parah ketika anak lelaki
menunjuk-nunjuk sambil ikut bersorak.
“Anak-anak… tenang dulu!”
Tetapi satu sama lain saling
berteriak, bersorak, menjerit, dan berseru. Hye-ri kesulitan mengartikan ucapan
mereka. “Lee Dong-hae!” cetus seorang anak.
“Super junior!”
Hye-ri merasakan tepukan ringan di
bahunya dan menoleh. Pria itu menyunggikan senyuman lebar yang manis. Sejenak jantung
Hye-ri berhenti berdetak. Pria ini jauh berbeda dengan pria yang terlihat bodoh
di café tadi. Pria yang hanya bisa menggumamkan kata ya dan oh di depannya.
“Lee Dong-hae!” desis Hye-ri kaget.
Dong-hae menikmati pertunjukkan
kecil itu sebagai akibat dari popularitasnya. Keuntungannya terkenal di
kalangan anak kecil adalah tidak akan ada yang meneriakimu dengan sebutan homo,
tentu saja.
Sampai gadis itu menoleh dan kaget
melihatnya.
“Lee Dong-hae,” desisnya.
Dong-hae bisa melihat dua kata
menari-nari di mata Park Hye-ri. Si homo. Si homo. Si homo. Terus dan
berulang-ulang.
“Ehmmm… bagaimana kau menemukanku?” tanya
Hye-ri gugup.
“Suara teriakan anak-anak ini kurasa
bisa terdengar sampai desa sebelah. Aku kebetulan lewat, mendengar suara ribut-ribut
dan kemudian memutuskan untuk memperbaiki salah paham di antara kita.”
“Memangnya ada salah paham di antara
kita?” Hye-ri memandangnya dengan alis bertaut bingung.
Tetapi Dong-hae dengan jelas melihat
Hye-ri masih memandangnya dengan tatapan menyebalkan itu. Si homo. Si homo. Si homo. Terus dan berulang-ulang.
“Kau salah paham,” ujar Dong-hae
lantang. “Aku bukan homo, aku pria normal, aku masih tertarik pada wanita
cantik dan walaupun kau bukan satu-satunya wanita paling menyebalkan dan aneh
yang mengira aku homo, masih ada Mamaku…. Kalian berdua sama menyebalkannya. Tapi
anehnya… ehmm… anehnya, aku tertarik padamu.”
Dong-hae menarik nafas panjang lalu
melihat Hye-ri menganga kaget memandangnya. Kemudian teriakan anak-anak kembali
heboh.
“Wahhh!! Apakah Bu Guru baru saja
dilamar?”
“Selamat Bu Guru!”
“Semoga bahagia, Bu Guru!”
Hye-ri memandang sekeliling dengan
bingung, kemudian memandang Dong-hae, dan sekejap kemudian, tawanya meledak. “Pfftt…
Hahahahaha….”
Ahh… aku memang tidak memahami wanita…
Pikir Dong-hae sambil melihat Hye-ri
tertawa terbahak-bahak sambil memegangi perutnya. Hye-ri bahkan sedikit
mengeluarkan air mata dan buru-buru menghapusnya.
“Kau menarik,” ucap Hye-ri.
Senyum merekah di wajah gadis itu. Tanpa
sadar, Dong-hae ikut tersenyum bersamanya. “Err… Terimakasih?”
“Kurasa, aku bisa menyukaimu…” ucap
Hye-ri lagi.
Kali ini Dong-hae merasakan wajahnya
ikut memerah. Gadis satu ini benar-benar tidak bisa ditebaknya. Tetapi ia tidak
bisa membencinya, sebaliknya ia justru menikmatinya. Tidak setiap hari kau bisa
diomeli, diberikan muka masam, dan kemudian tawa seriang itu. Semua dalam
beberapa jam yang terasa singkat.
“Kurasa, aku juga bisa menyukaimu…”
senyum Dong-hae.
Hye-ri tersenyum lagi. “Bagaimana
kalau kau menemani kami belajar menggunting dan menempel?” Hye-ri menjejalkan
gunting dan kertas warna berpola ke tangannya.
Dong-hae menatap benda di tangannya
dan berbagai protes bergema di kepalanya.
Katakan saja kau sibuk, ini hari libur berharga yang jarang bisa kau dapatkan,
dan besok kau masih ada show di luar Seoul.
Tetapi sebaliknya, Dong-hae malah
tersenyum dan mengambil tempat duduk di sebelah gadis itu. “Aku sudah lama
tidak bermain sesantai ini.” Ucapnya tulus.
Angin memainkan rambut Hye-ri
sementara gadis itu menyelipkannya di belakang telinga. “Tidak setiap hari kau
bisa mendapatkan cuaca seindah ini untuk bermain di halaman… Ini hari yang
berharga.”
Dong-hae menatap langit, menghirup
udara yang berbau rumput dan tanah, kemudian menatap sekilas gadis di
sampingnya. Senyum tersungging di bibirnya. “Ya,” ujarnya menyetujui. “Ini hari
yang berharga…”
Tamat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar