Sabtu, 20 Maret 2010

Fanfic The Future and the Past 7

-------------------------------------------------------------------------------------------------
SEVENTH SCENE
*urutan dari kiri ke kanan: nama di QSD, nama asli, nama di FF)
Bidam: Kim Nam Gil (memakai nama asli di FF)
ChenMyeong: Park Ye Jin (Lee Ye Jin)
Deokman: Lee Yo Won (memakai nama asli di FF)
Young Bakui: Joo Sang Won as Wolya brother (real name: Seo Sang Won)
Yushin: Uhm Tae Wong, Kim Tae Wong as KNG brother
Alcheon: Lee Seung Hyo (memakai nama asli di FF)
-------------------------------------------------------------------------------------------------

─ Kim Nam Gil, Seoul, 2008 ─

Test masuk berjalan dengan baik, demikian pula pertemuanku dengan kawan lamaku. Kupikir semua itu akan menjadi pertanda baik bagiku. Hari ini mungkin langkah awalku untuk menorehkan nama di West High, tempat di mana Tae Wong menjadi instruktur karate. Dimana ia melangkah, aku akan menghapus bayangannya. Akan kubuktikan kalau aku bisa melebihi kemampuannya sebagai instruktur karate. Aku akan mengalahkannya di depan umum.

Tapi sepertinya rencanaku mulai kacau balau karena waktu kedatanganku tidak tepat. Begitu kakiku memasuki aula latihan, ia ternyata tidak berada di sana dan entah dimana dia. Tentu saja aku tidak akan membiarkan waktuku terbuang percuma.

Aku melangkah dan bertanya ke seorang gadis yang terlihat cukup menarik, duduk di ujung dengan mengenakan kaos putih dan name tag bertuliskan manajer. ”Apakah kau menajer di sini?” Pertanyaan konyol, Nam Gil, pikikrku geli.

Gadis itu mengangguk dan tersenyum. ”Ada yang bisa kubantu?” tanyanya sopan.

”Dimana Tae Wong?” tanyaku sambil menatap sekeliling. ”Dia tidak kulihat di sini...”

”Kak Tae Wong? Umm.. dia sedang menghadap kepala sekolah, ada rapat evaluasi,” jawabnya singkat. Ia tersenyum. ”Ada apa, ya?”

”Apa aku boleh mencoba melawan anak-anak di sini?” tanyaku sambil tersenyum terpaksa. Sialan, timingnya kurang tepat. Bisa-bisanya dia menghilang saat aku ingin menguji perkembangan taekwondo ku.

”Bukannya tidak boleh, tapi, bukankah seharusnya kau bicara dulu pada Kak Tae Wong?” tanyanya ragu. Tapi aku segera berjalan ke anak yang terdekat denganku. ”Hei, tunggu!” teriak gadis itu gugup.

Aku tersenyum pada anak di depanku dan bertanya apa aku boleh membantingnya. Tampaknya ia tersinggung dan dengan segera anak-anak itu berkeliling di sekitarku, menyerangku bersamaan. Hah! Mudah sekali menghasut mereka. Gadis itu berteriak menghentikan, namun usahanya sia-sia.

Aku bersiap di posisiku dan bergerak menghindar setiap kali mereka menyerang. Laki-laki hampir semuanya begitu. Walaupun para gadis melarang, kalau mereka terlanjur merasa diremehkan, mereka tidak akan menerimanya, dan itu wajar. Dalam sekejap kami sudah terlibat adu kekuatan di tengah lapangan.

Satu per satu kubanting dan berjatuhan. Namun semangat mereka lumayan juga. Ada satu yang paling lumayan di antara mereka. Cowok itu menatapku dengan matanya yang sipit. ”Kau tampaknya yang paling lumayan di sini,” pujiku. Bisa dibilang itu pujian tertinggiku hari ini. ”Siapa namamu?” tanyaku lagi.

”Seung Hyo,” jawabnya sambil tersenyum. Dan ia maju bergerak. Butuh waktu lebih untuk membantingnya.

”Akan kuingat namamu, Seung Hyo,” ujarku sambil berdiri. Lalu, tiba-tiba setelah beberapa anak berikutnya kubanting, terdengar suara seperti kursi dan benda lainnya jatuh. Semua perhatian teralih ke sana. Pertandingan usai, atau paling tidak, babak pertamaku selesai. Semua karena seorang gadis yang berdiri di sebuah kursi dekat gadis manajer itu jatuh.

Sejenak dadaku berdebar keras. Apakah gadis itu tidak apa-apa? Hhmm, aneh juga ya? Kenapa tiba-tiba ia jatuh? Ia tampaknya menoleh dan mengatakan pada manajer itu kalau ia tidak apa-apa, namun begitu kakinya bergerak, ia terhuyung ke arahku. Otomatis aku menangkapnya. Dan saat itu pula, tubuhku terasa kaku dan membeku.

Di dalam kilasan itu aku adalah seseorang, entah siapa. Dan dihadapanku ada seorang wanita. Dalam pelukanku, dan ia mendorongku, melepaskan pelukanku.

“Selama saya adalah penguasa tidak ada yang bisa memilikiku”, tegasnya. Aku merasakan perasaan aneh, seperti perasaan tersingkirkan, dan penolakan. Bisa kulihat bagaimana aku terhenyak dan terluka.

Namun kilasan lain muncul. Kali ini di dalam sebuah tempat yang rasanya asing sekaligus tidak asing. Sebuah ruangan dimana pendar cahaya lilin memenuhi ruangan itu. Wanita yang sama, dan kali ini ia tidak menolak pelukanku.

Kepalaku sedikit pusing saat kesadaranku kembali. Kutatap gadis yang masih berada dalam pelukanku. Ia juga tidak bergeming. Mungkin jatuhnya keras sekali tadi? Aku bahkan tidak melihat apakah ia jatuh dengan bokong terlebih dulu atau badan terlebih dulu? Well, dua-duanya sama sakitnya, tapi kalau boleh memilih, mungkin lebih baik jatuh dengan bokong lebih dulu.

”Kau tidak apa-apa?” tanyaku ragu. Ia mengangkat wajahnya dan dalam sekejap darahku naik ke kepala. Dia kan gadis yang waktu itu menendang selangkanganku!? ”Kau!?” tanyaku terkejut. ”Kau rupanya!?” dengan cepat aku melepaskan pelukanku. Ia sedikit terhuyung namun berhasil berdiri tegak. Dengan kesal kutatap matanya yang menatapku. ”Kalau aku tahu itu kau...”

”Kau tidak akan menolongku?” tanyanya, memotong kalimatku. Aku terdiam dan menatapnya. Apakah aku setega itu, tidak akan menolongnya? Rasanya tidak. Hah, Nam Gil, kau benar-benar anak baik! Pujiku pada diriku sendiri.

”Lupakan kalimatku! Kau baik-baik saja?” tanyaku cepat, sambil berusaha menekan nada suaraku sewajar mungkin. Jangan sampai ia mengira aku sudah memaafkan perbuatannya waktu itu.

”Tidak usah khawatir,” jawabnya pelan. ”Tidak apa-apa,” balasnya sambil tersenyum. Anehnya, perasaanku terasa sangat lega mendengar jawabannya. Buru-buru kutepis perasaan konyol itu.

”Siapa yang khawatir!” ujarku sengit. ”Bagus kalau tidak apa-apa! Konyol sekali tiba-tiba jatuh saat pertandinganku berlangsung!”

”Hei, kenapa sih kau kasar sekali!” tanyanya ketus. ”Baru saja aku merasa kau orang yang baik! Eh, nggak tahunya begini!”

”Terserah seperti apa aku di matamu! Yang jelas, penilaianku atas dirimu belum berubah, dasar gadis barbar!”

”Aku bukan gadis barbar!!” gadis itu menjawab dengan wajah memerah. Ia menatap sekeliling dengan malu. Beberapa berbisik, sepertinya membicarakannya. Membicarakan kami. Dan membicarakan apapun itu yang membuat mereka tertarik.

”Kau mengenalnya?” tanya si manajer. Kalau ia berdiri berdampingan dengan gadis itu, mereka berdua terlihat dekat. Dan rasanya ada sesuatu... mungkin mereka bersaudara?

”Ya, Ye Jin, dia pria yang kuceritakan itu. kau tahu, yang kutendang...” gadis itu berbisik pada si manajer. Oh, jadi namanya Ye Jin?

”Minta maaflah podanya,” bujuk si manajer. Lantas ia menatapku. “Apakah Yo Won ada hubungannya dengan kekacauan ini?” tanyanya heran.

“Tidak juga,” tukasku sambil menatap semua mata yang memandangku.

Aku baru ingat, namanya Yo Won. Yo Won... rasanya ada yang menggelitik saat mencoba menyebut namanya. Baiklah, sementara kupanggil gadis barbar saja. lagipula melihat wajahnya merah padam, rasanya lucu juga.

”Tae Wong masih lama tidak? Urusanku hari ini hanya dengannya. Tidak ada hubungannya dengan gadis itu..” ujarku sambil menunjuknya dengan daguku.

”Biasanya sih kalau bertemu kepala sekolah kami, paling tidak makan waktu satu jam...” jawab si manajer, maksudku, Ye Jin sambil melihat arlojinya. ”Yo Won,” ia menyenggol gadis barbar itu lagi. ”Minta maaf sana...”

”Tapi dia sudah mempermalukanku...” ujar si barbar dengan wajah merah padam. Tiba-tiba terdengar suara dari salah satu kerumunan.

”Ah!!” seru suara itu. ”Aku ingat sekarang!!” ujar seorang anak lelaki yang lantas maju dan menghampiriku, Ye Jin, dan si cewek barbar. ”Kau cowok yang waktu itu datang waktu pertandingan kan?” tanyanya. Ia masih ngos-ngosan dan berkeringat. ”Kalau tidak salah, yang waktu itu bersitegang dengan Kak Yo Won?” tanya anak itu lagi.

Aku menatap wajah itu dan mengenalinya. Ia anak laki-laki yang menghampiriku pada adegan paling memalukan dalam hidupku. Berlutut kesakitan karena bagian vitalku ditendang seorang gadis di depan WC pria. Sialan!




─ Lee Yo Won, Seoul, 2008 ─

“Oh, Sang Won, tidak perlu mengulangi kejadian itu…” tegurku sambil menatapnya marah. “Kalau kau membeberkan semuanya di sini, masalah bisa jadi lebih rumit,” ujarku kesal.

Sang Won menggaruk kepalanya malu. “Maafkan aku, Kak Yo Won, hanya saja aku baru ingat. Dia pria yang waktu itu kan? Yang berlutut di depan WC karena....”

”Sang Won!! Stop kataku!!!” teriakku kesal. Aku semakin terkejut karena cowok itu ikut menghardik Sang Won. Dan bahkan ia mengucapkan kalimat persis sama denganku. Dan memanggil Sang Won dengan nama seolah memang mengenalnya. Kebetulan yang aneh, sekaligus menyebalkan.

“Ups, sebaiknya aku menyingkir…” ujar Sang Won pada dirinya sendiri. Ia lantas tertawa dan tersenyum kagum pada si pria aneh. “Tapi, harus kuakui, kau sangat hebat! Teknik bantingan dan tendangan yang bagus! Kau belajar apa?”

“Taekwondo,karate, basket…” jawab cowok itu sambil menatap Sang Won dengan pandangan menyelidik. Sepertinya ia bersikap waspada, mengantisipasi agar Sang Won tetap menjaga mulutnya. “Kau juga punya kecepatan pukulan kanan yang bagus,” pujinya.

Aku menatap Ye Jin yang dengan segera menahan nafas. ”Kenapa?” tanyaku sambil meliriknya yang sedang menatap si pria aneh dengan sebutan kagum.

“Dia tahu kalau kelebihan utama Sang Won adalah kecepatan pukulan kanannya, padahal mereka hanya bertanding cepat..” jawab Ye Jin sambil melihat catatan yang dibuat oleh Kak Tae Wong sebagai pelatih.

Berarti dia bukan cowok sembarangan, pikirku. “Siapa sih dia?” tanyaku pada Ye Jin. Ye Jin hanya mengangkat bahunya, bingung. Kurasa ia sama penasarannya denganku.

“Apa-apaan ini!!” ujar seseorang dari arah pintu. Kami semua serentak menatap Kak Tae Wong yang berdiri dengan pandangan bingung sekaligus tampak berang karena suasana aula latihan benar-benar kacau.

“Hai, Kak...” sapa si pria aneh dengan senyuman samping. Harus kuakui, senyumannya sangat menarik. Entah kenapa, mataku tidak bisa berhenti melihat senyumannya, sekalipun senyum itu adalah senyum mencemooh untuk Kak Tae Wong.

”Nam Gil!” seru Kak Tae Wong sambil berjalan cepat ke arahnya. ”Apa-apaan ini! Kenapa kau di sini dan apa yang baru saja kau lakukan!?” tanyanya kesal, menuntut penjelasan dan merenggut bagian bahu baju cowok itu.

Oh, jadi ia bernama Nam Gil? Dan kelihatannya ia bersaudara dengan Kak Tae Wong. Tunggu, apa ya marga Kak Tae Wong? Hmm... Kang? Bukan. King? Bukan, oh ya, Kim. Jadi namanya... Nam Gil, Kim Nam Gil?

Entah kenapa sambil berpikir, kurasakan jantungku berdebar aneh. Kenapa sih hanya memikirkan namanya perasaanku jadi aneh.

”Hanya sekedar memberikan salam,” ia menepis tangan Kak Tae Wong sambil tersenyum tenang. ”Kapan-kapan aku datang lagi,” ujarnya sambil melenggang pergi begitu saja. ia membungkuk untuk mengambil tas ranselnya dan berjalan ke pintu lalu pergi.

Tanpa salam apapun, ia pergi begitu saja. Rasanya sebagian hatiku terasa jengkel. Sebagian lagi dipenuhi rasa penasaran yang begitu kuat. Bukankah mereka keluarga? Apa tujuannya bersikap begitu ke kakaknya sendiri? Benar-benar lelaki tidak sopan!!

”Cowok yang aneh,” gumamku, disusul anggukan Ye Jin.

”Tapi, menurutku dia keren!” puji Sang Won kagum. ”Dan dia benar-benar kuat!” lagi-lagi Ye Jin mengangguk.

Kali ini ia memandangku dengan serius. ”Menurutmu, kalau berhadapan dengan Kak Tae Wong, siapa yang menang di antara mereka?”

”Apa itu penting?” tanyaku bingung. Ye Jin kenapa malah tertarik hal semacam ini sih?

”Menurutku, mereka akan seimbang...” jawab Sang Won.

”Tapi, coba lihat dia! Dia mengalahkan murid sebanyak ini dan tidak terlihat lelah! Aku jadi ragu, jangan-jangan dia bisa mengalahkan Kak Tae Wong!!”

Aku mengangkat bahu dan diam. Tapi dalam hati, aku menyetujui pendapat Ye Jin. Cowok bernama Kim Nam Gil itu tampaknya benar-benar misterius. Dan selain itu, wajahnya tampan, walaupun tidak mirip sedikitpun dengan Kak Tae Wong.

Semakin kupikir, rasanya otakku semakin berkabut. Ah, masa bodohlah. Pertemuan pertama adalah bencana. Yang kedua musibah. Tidak akan ada yang ketiga!! Tidak akan!!

---to be continued---

PS: sumber dialog Deokman dan Bidam:
http://nana-catatanku.blogspot.com/p/queen-seon-deok.html
www.imperor-angel.blogspot.com

Tidak ada komentar: