Senin, 15 Maret 2010

Fanfic The Future and the Past 1

Finally Fanfics yang dimulai oleh Sista dangyunhaji dan diakhiri olehku selesai juga
senang banget karena banyak komen dan kesan menyenangkan yang kudapatkan.. apalagi respon sista2 sekalian juga bagus banget

Masih terkena sama era fanfics, kali ini aku mutusin untuk ngasih versi yang lebih berbeda dari fanfics sebelumnya yang cenderung bertema dewasa *secara, aku juga belom dewasa jadi masih konyol kalau bayangin dunia orang dewasa, masih belom bisa mengembangkan cerita dengan tepat deh istilahnya.*


Judul Fanfics kali ini The Future and The Past
Nama tokoh yang aku pakai kali ini nama aslinya, bukan nama pemain di QSD... lagi2 supaya nggak ada bentrok dengan kisah sejarah dan kemungkinan penyelipan adegan flash back... hehe.. kalau yang FF kemarin, itu aku cuma ngikutin sista Dangyunhaji yang udah memberikan ketetapan lebih awal

Anyway, that's it. ide cerita masih muter2 di otak aku.. dan sekarang aku masukin bagian pengantarnya dulu ya...

moga2 semuanya bisa lebih seneng sama cerita aku di sini dan moga2 aku juga lebih bisa berekspresi di sini ^^

oh ya. dan untuk aktor dan pemerannya, gak cuma terbatas sama yang ada di QSD. ada kemungkinan aku akan masukin beberapa dari yang terkenal di mata kalian ^^ moga2 berkesan

-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Title: THE FUTURE AND THE PAST
MAIN ACTOR: LEE YO WON and KIM NAM GIL
PLACE: Seoul, South Korea
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Ketika melihat matamu, aku tahu ada kebenaran di sana
Dan ketika menyentuh tangamu, aku tahu selalu ada harapan

Bahkan ketika roda nasib berputar
puluhan, ratusan kali, bahkan ribuan
aku tidak ingin tangan ku kau lepaskan
Dan aku tidak ingin air matamu kau tahan

Di hadapanmu aku mampu
Dan dihadapanmu aku adalah aku
Ketika seluruh dunia memandangku rendah
Kau disana, menarikku agar tidak menyerah

Aku ingin menjadi kekuatanmu
dan di saat lemah, menjadi airmatamu
di saat kesepian, menghangatkanmu
dan di saat gelap, menghapus ketakutanmu


aku menginginkan kebahagiaanmu
sesederhana itu,
namun bagiku,
itu lebih dari seluruh hidupku


─SEOUL, 2008, KIM NAM GIL─

“Tuan muda sudah pulang?” tanya pelayan setia keluargaku, Jukbang. Ia sudah bekerja di keluarga ini sejak usiaku masih kecil. Dan ia saksi hidup penderitaanku, kalau boleh kukatakan begitu.

“Ya,” sahutku datar. ”Mama Papa dimana?” tanyaku sambil memandang ke ruang keluarga.
”Mereka pergi?” tanyaku sambil mengangkat alis.

Jukbang mengangguk mengiyakan.”Tidak lama mereka akan kembali. Tuan muda pertama juga sedang pergi…”

”Baik kalau begitu,” ujarku sambil mengibaskan tangan pelan. ”Aku mau jalan-jalan sebentar...” ujarku sambil mengelilingi ruang tamu dan halaman. Mobil kami sudah diganti menjadi mode terbaru rupanya, seulas senyum sinis terbias di bibirku. Aku menatap dapur yang kini tertata lebih indah. Sudah berapa lama aku tidak ke sini? Pikirku sambil menyentuh perabot di sana. Tanpa sadar pikiranku kembali ke belasan tahun silam, saat usiaku baru 4 tahun.

─SEOUL, 1993, KIM NAM GIL─

Park Ji Bin as young Kim Nam Gil
Lee Hyun Woo as young Uhm Tae Wong
Im Ye jin as Kim Nam Gil and Uhm Tae wong mother
Jung Sung Mo as Kim Nam Gil and Uhm Tae Wong father

"Apakah ulangtahunku yang keempat akan dirayakan, Ma?" tanyaku pada mamaku yang sedang sibuk memasak untuk makan malam. Aku melihat ke dapur dan dengan insting anak kecil, aku menyadari bahwa makanan yang sedang dimasak saat itu tidak jauh berbeda dengan makanan yang kemarin kami makan. Sup dan ikan. Itu saja.

“Tidak,” jawab Mama singkat. ”Tidak akan ada pesta, dan kau, kembalilah ke kamarmu... dan jangan jadi anak nakal...”

Aku menggeleng cepat. ”Tapi Nam Gil tidak nakal seharian ini Ma...” jawabku sambil menunduk. Mama dengan cepat mengerling padaku, marah. Aku menutup mulutku dengan takut. Mama mudah sekali marah-marah padaku, entah apa penyebabnya. Aku menutup mata dan dalam sekejap, apa yang kutakutkan terjadi.

Aku menatap ke arah halaman. Jukbang sedang mencuci mobil kami yang jumlahnya banyak. Anak lain bahkan tidak punya mobil sebanyak kami. Tapi mereka bisa merayakan ulangtahun dengan meriah. Ada kue, ada balon, ada eskrim...

”Anak nakal! Dasar anak nakal! Beraninya melawanku!!” Mama memukul pantat dan pahaku bertubi-tubi. Aku menutup mata dan menangis memberontak. Mama sering memukulku sesepele apapun kesalahanku.

”Ada apa Ma?” tanya Kak Tae Wong sambil berjalan menghampiri kami. Mama menghentikan pukulannya dan berkacak pinggang. ”Apakah Nam Gil nakal?” tanyanya bingung saat melihat pahaku merah bekas pukulan.

”Aku tidak nakal!!” protesku. Lalu kulihat Mama kembali mendelikkan matanya padaku. Rasanya dadaku sesak. Aku berlari ke kamar dan menangis. Anak laki-laki harus kuat. Harus kuat. Begitu kata guru olahraga di sekolah. Tapi, aku tidak tahan. Apa salahku? Kenapa aku yang dipukul? Kenapa ulangtahun Kak Tae Wong selalu dirayakan sementara ulangtahunku tidak!!

Aku membenamkan kepalaku di bantal dan menangis sekeras-kerasnya. Malam itu aku tidak bisa tidur semalaman. Besok teman-teman akan mengejekku karena aku satu-satunya anak di TK yang ulangtahunnya tidak dirayakan. Dengan kesal aku mengambil bantal kepalaku dan memukulnya sampai puas.

”Dia sudah tidur...” sama-samar terdengar suara Mama dari luar. Aku buru-buru mengambil bantal dan berpura-pura tidur.

”Apakah kita akan merayakan ulangtahunnya, besok?” tanya Papa. Aku sayang papa!! Jeritku dalam hati. Papa tidak pernah memukulku. Kalau Mama mengatakan aku nakal, ia hanya akan mengajakku bicara dan memangkuku di pangkuannya, menasihatiku lama sekali. Aku lebih sayang sama Papa. Tetapi, kalau Mama mengatakan aku sangat nakal, Papa akan memukulku dengan ikat pinggang. Dan selama seminggu warna biru di paha dan betisku tidak akan hilang. Aku menutup mata cepat-cepat, rasanya terlalu seram membayangkannya.

”Pesta!?” suara Mama lagi-lagi terdengar marah. ”Tidak akan ada pesta untuk anak itu! Lagipula dia tidak minta padamu kan!!”

”Tapi anak-anak kan butuh pesta ulangtahunnya dirayakan...” ujar Papa sabar. Airmata membasahi bantalku. ”Dan Nam Gil, dia juga butuh kasih sayang. Sudah berapa tahun kau bersikap begitu kejam padanya?”

”Aku tidak pernah kejam padanya! Memang dia saja yang nakal!!” ujar Mama membela diri. Aku menarik selimut menutupi kepalaku. Besok Mama bisa lebih kesal lagi padaku kalau Papa membelaku. Entah apalagi bagian tubuhku yang bakal pedis-pedis besok? Tanpa sadar aku meringis.

Buru-buru kupejamkan mata sebelum Papa membuka pintu kamarku dan mengecek apakah aku sudah tidur atau belum. Namun sebelum pintu terbuka, terdengar suara Mama yang kesal. ”Daripada aku terus-menerus kau tuduh menyiksa anak jahanam itu, lebih baik kau masukkan dia ke asrama!!!”

Aku tersentak kaget. Asrama? Bukankah asrama adalah tempat anak-anak nakal? Tapi, tapi aku bukan anak nakal! Aku bukan anak nakal! Aku tidak mau kesana! Tidak ada siapa-siapa di sana! Aku tidak mau! Aku tidak mau!!

Aku buru-buru bangkit dan meraih handle pintu. Namun sebelum tanganku menyentuh dan memutar handle pintu, suara Papa terdengar berat dan bijaksana. ”Baiklah kalau itu maumu... Mungkin ia juga bisa mendapat pendidikan lebih baik di sana...” ujar Papa sambil menghela nafas panjang. Lalu langkah kaki mereka terdengar menjauh.

Aku menundukkan kepala dan menatap lantai di bawahku. Kakiku terasa dingin menginjak lantai rumahku. Mungkin sejak awal tidak ada yang menyukaiku di sini. Aku melihat air menetes dan jatuh di lantai. Kuangkat kepalaku, mengira air dari pendingin ruangan yang jatuh. Namun ternyata, begitu menyentuh pipi, air itu berasal dari air mataku sendiri. Sambil duduk memeluk lutut, aku menangis semalaman.

Aku teringat Mama pernah mengatakan satu hal padaku. ”Kehadiranmu tidak diharapkan di sini...” dan entah bagaimana, dadaku terasa begitu nyeri mendengarnya.


-----to be continued-------

Tidak ada komentar: