Rabu, 07 Juli 2010

Fanfic The Future and the Past 41

-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
FORTY FIRST SCENE
*urutan dari kiri ke kanan: nama di QSD, nama asli, nama di FF)
Bidam: Kim Nam Gil (memakai nama asli di FF)
Deokman: Lee Yo Won (memakai nama asli di FF)
ChenMyeong: Park Ye Jin (Lee Ye Jin)
Yushin: Uhm Tae Wong, Kim Tae Wong as KNG brother
Kim Yong Soo : Park Jung Chul(nama asli): Jung Yong Soo (nama di FF)
Seol Won : Jun Noh Min (Guru olahraga)
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
─Lee Yo Won, Gyeongju, 2008─

”Bagaimana perasaanmu?” tanya pria di sampingku.

Masih acara bebas. Kami bergabung dengan rombongan, berusaha menikmati semuanya, berusaha santai ketika difoto. Tetapi, rupanya benar kata orang. Sulit sekali menipu diri sendiri. Perasaanku masih luar biasa galau.

“Kak Nam Gil, Yo Won! Ayo, lihat ke sini!” tukas Shin Woo tiba-tiba. Ia memotret kami dengan kamera digitalnya, kemudian kembali memotret anak lain dan pemandangan yang menurutnya keren.

“Hei, aku belum memotret Ye Jin!” tukasnya kaget. “Kalian lihat dimana Ye Jin? Pacarnya juga belum kufoto...”

”Biar kami cari dulu...” ujar Nam Gil sambil menarik tanganku. Ia menelepon Yong Soo tetapi tidak ada yang mengangkatnya. ”Mungkin mereka juga sudah menemukannya...” senyuman Nam Gil terlihat perih.

”Menemukan apa?” tanyaku, bingung.

”Jati diri mereka di masa lalu...” jawabnya.

Aku mengangguk dan berjalan dalam genggaman tangannya. Dulu, tidak memungkinkan bagi kami untuk berjalan bersama seperti ini. Tidak memungkinkan baginya untuk memanggil namaku. Dan...

”Yo Won? Kenapa menangis lagi?”

Mendengarnya memanggil namaku, hatiku tambah perih. Dulu... hanya untuk memanggil namaku, ia menjadi penghianat dan ditusuk mati. Rasa panas tertahan dan membakar tenggorokanku. ”Dulu... kau bahkan nggak bisa memanggilku...” ujarku kacau. ”Maaf ya, Nam Gil...”

”Sssh... sudahlah, mari kita lupakan yang lalu...” Nam Gil tertawa sambil menepuk pipiku dan menghapus air mataku dengan jemarinya ”Sekarang aku sudah bisa menghapus air mata di pipimu.. Dan aku masih hidup.. bukankah ini sangat luar biasa?”

”Ya,” anggukku. Kami berjalan melewati tempat di mana kami sering kali berpapasan dan beberapa kekonyolan Bi Dam masih jelas terasa di depanku. Itu bukan mimpi. Seperti sebuah kenangan pahit dan sekaligus indah. Sebuah pedang bermata dua. Tetapi, sesuai kata Nam Gil, tidak ada yang perlu disesalkan.

”Bunga itu sudah tidak ada, ya?” celetuk Nam Gil tiba-tiba. Aku memandang wajahnya dan tertawa. Bunga yang dulu dia berikan padaku? Mana mungkin masih ada sampai sekarang? Ia tersenyum, tampak menikmati tawaku.

”Ada apa?” tanyaku, malu.

”Hm... ada satu hal yang membuatku penasaran...” ujarnya. Aku menuntutnya bercerita dengan tatapanku, tetapi ia malah tertawa dan mengelak. ”Sudahlah, tidak perlu...”

”Katakan,” ujarku tegas.

Nam Gil tertawa melihatku. ”Kau masih suka main perintah rupanya, sekarang kau bukan ratu lagi...” ujarnya sambil menggeleng. ”Yah, aku hanya penasaran soal... Yu Shin. Kim Yu Shin...”

”Kenapa dengannya?” entah bagaimana aku punya feeling akan tidak menyukai apapun yang ia katakan.


─Kim Nam Gil, Gyeongju, 2008─

”Bagaimana perasaanmu... pada Kak Tae Wong? Apa kau...” aku berusaha memilih kalimatku dengan hati-hati. ”Apa... aku tidak menjadi pengganggu?”

Emosi Yo Won kelihatannya naik sampai ke kepala. ”Nam Gil, kau meragukanku?” tanyanya, mulai merasa sewot dan marah.

”Tidak, maka itu kukatakan tidak jadi tadi.. tapi, kau memaksaku mengatakannya...” sahutku, berusaha tampak santai. ”Sudahlah, ayo kita cari mereka lagi...” aku meraih tangannya dan membawanya berjalan ke tempat yang hampir setiap hari ia kunjungi.

Kuil tempat Chen Myeong dimakamkan.

”Benar kan, itu mereka...” ujarku sambil tersenyum bersemangat ke arah Yo Won. ”He...” suaraku tertahan di tenggorokan, begitu pula suara Yo Won.

Ye Jin, adalah Chen Myeong, kakak perempuan Deok Man, sekaligus kakak kembarnya. Semua ingatan itu berkelebat di benakku. Dan Yong Soo, sahabatku... kelihatannya adalah suaminya yang sudah meninggal dulu. Mereka berciuman mesra di depan kuil, benar-benar ciuman yang luar biasa.

”Ngg... mmm...” kami berdua jadi salah tingkah saat melihat adegan yang beberapa waktu lalu kami lakukan. ”Kita tunggu dulu di sini, ya...” ujarku dengan tenggorokan kering.

”Oke, tidak masalah...” jawab Yo Won, dengan wajah yang juga memerah, tidak jauh berbeda dari wajahku.

”Kalau dipikir, semuanya aneh sekali bukan?” tanyaku sambil memposisikan diriku di sebelah Yo Won. . ”Semua pertemuan kita, semua jalinan takdir, dan semua kenangan yang menempuh jarak ratusan tahun... Sungguh luar biasa...”

”Aku... tidak mau kau meragukanku lagi, Nam Gil.. selamanya... selama apapun...” ujar Yo Won sambil memandang diam rerumputan di depannya.

”Tidak akan, aku janji...” ujarku sambil meraih tangannya dan menciumnya.

”Hei, kalian di sini rupanya!” seru Kak Tae Wong sambil setengah berlari ke arah kami. Aku tersentak kaget dan buru-buru menariknya ke balik semak-semak tempatku dan Yo Won sembunyi.

”Aduh, Nam Gil, ada apa?” tanyanya, kaget.

”Kau tidka lihat, Ye Jin dan Yong Soo sedang pacaran!?” tukasku, kesal. ia melongo dari balik semak-semak dan dengan segera menunduk malu. Wajahnya memerah sampai telinga.

”Aduh, hampir saja aku mengganggu Yang Mulia Putri Chen Myeong...” ujarnya sambil tersenyum kasual. Aku tertawa bersamanya. Ia terdiam sejenak saat melihat Yo Won.

”Yang Mulia Ratu...” tukasnya, lalu ia menutup mulutnya kaget. ”Bukan, maksudku... Yo Won...”

”Tidak apa-apa Kak Tae Wong...” sahut Yo Won sambil tertawa geli. ”Kau masih saja sekaku dulu...”

Aku memandang dua sosok di depanku dengan hati terluka. Dulu pun, di dalam perpustakaan, hanya ada tawa mereka, pertukaran pandangan di antara mereka. Dan aku.. hanya penonton.

Nam Gil! Sadarlah! Bukankah Yo Won memintamu mempercayainya? Bukankah ia memintamu tidak meragukannya?! Dan apapun yang terjadi.. sekarang Yo Won adalah pacarku, ya, pacarku!

”Kau... tidak menyesal kan karena Dae Chi bukan bagian dari masa lalu kita?” tanyaku tiba-tiba. Gumpalan pertanyaan itu muncul entah dari mana.

”Tentu saja tidak,” jawab Kak Tae Wong tegas. ”Aku tidak membutuhkan luka lama.. Dan Dae Chi, ia akan menjadi masa depan untukku...” jawabannya terdengar mantap dan yakin. Dan tatapan matanya masih sama. Sama seperti tatapan mata Panglima Kim Yu Shin saat memimpin tentaranya maju berperang.

Kulihat Yo Won tersenyum dan mengacungkan jempolnya ke arah Kak Tae Wong. ”Buat Dae Chi bahagia!” serunya senang. Dan... akhirnya aku bisa melihatnya. Tatapan mata Yo Won pada Tae Wong adalah tatapan hormat, dan begitu pula sebaliknya. Kurasa perasaanku selama ini telah membutakanku.

Bisa kurasakan tangan Yo Won meremas tanganku pelan. Kami bertatapan dan tersenyum. ”Kurasa mereka sudah selesai pacaran sekarang,” ujarnya sambil tersenyum manis.

”Biar kupanggilkan!” seru Kak Tae Wong sambil bangkit dari duduknya. ”Hai! Putri Chen Myeong dan Bangsawan Yong Soo!!”

Yo Won bangkit dan berjalan di sampingku. Bisa kulihat wajah Ye Jin dan temanku memerah mendengar nama masa lalu mereka disebut. Aneh dan kacau. Tidak kusangka dunia demikian sempitnya...

”Hei, Yo Won,” pelan aku berbisik di sampingnya. Ia menoleh, dan bisa kurasakan luapan emosi kebahagiaan mendorongku untuk memeluknya dan menciumnya, tapi tidak, jangan sekarang. ”Aku ingin... melamarmu, begitu kuliahku selesai nanti... Eh, maksudku, aku dapat pekerjaan tetap...”

Wajah Yo Won memerah sampai telinga. Ia mengangguk malu dan menarik lengan bajuku, memintaku menunduk agar ia bisa berbisik di telingaku.

”Aku akan menunggumu....” itu jawabannya. Artinya, iya kan? Oh, jangan bilang tidak! Kenapa sih, jawabannya masih tidak jelas? Ya sudahlah, nanti toh akan kukatakan lagi begitu saatnya tiba.

Pucuk-pucuk daun muda terlihat indah di hamparan tanah Gyeong Ju saat itu. Hari ini dan seterusnya, semuanya adalah memori yang tidak akan terlupakan. Selamanya.

-to be continued-

Tidak ada komentar: