Minggu, 12 Oktober 2014

FF Lovely You, Hye Ri

Udah lama banget aku ga nulis FF...
Kali ini cast nya Lee Dong-hae super junior, si oppa tampan (hheehe...) kupersembahkan untuk temanku yang jujur dan lucu, Felicia F :)
 



Lovely You, Hye Ri

“Kali ini, pertimbangkan calon yang Mama ajukan…”
Dong-hae menghela nafas. Mamanya mengakhiri telepon sambil berjanji akan mengirimkan foto gadis yang disukainya. Dong-hae menghela nafas lagi mengingat ini kesekian kalinya Mamanya mengajukan calon potensial untuknya.
Usianya sudah 27 tahun. Sudah berapa lama ia tidak pacaran? Hmm... mungkin ia hanya terlalu sibuk dengan karirnya sebagai member Super Junior.
Semenjak syuting Extravagant Challenge rampung, ulah Mamanya semakin menjadi-jadi. Isu adanya adegan ciuman dengan seorang Choi Si-won, betapa banyaknya foto adegan ciuman mereka yang beredar―dari hasil kreatifitas fans―menambah sakit kepala Dong-hae.
Mamanya mungkin ketakutan anak tersayangnya ini homo, karena itu terburu-buru mencarikannya wanita setiap kali ada kesempatan. Padahal Dong-hae sudah berulang kali mengatakan pada Mamanya kalau dia masih pria normal yang menyukai wanita. Mamanya tampaknya makin hari makin meragukannya. Dong-hae kehabisan akal. Ia menghela nafas lagi.
Tetapi foto yang ditunggu tidak kunjung datang. Sebagai gantinya, Mamanya mengeluarkan ultimatum untuk datang ke sebuah café yang terletak di kawasan Apgujeong. Tidak masalah sebenarnya, aku akan sekaligus mengunjungi restoran milikku, pikir Dong-hae sambil menatap layar ponselnya. Hanya saja, bagaimana kau akan mengenali gadis yang bahkan fotonya saja tidak pernah kau lihat?

Hari Sabtu yang cerah. Langit terlihat biru dan udara tidak panas menyengat. Hari yang sempurna untuk kencan, sementara Dong-hae menatap arlojinya. Kalau memang ini bisa disebut kencan dan bukannya perjodohan paksa, pikirnya pahit.
Dong-hae memutuskan untuk memesan gelas kopi kedua ketika pintu berayun terbuka dan seorang gadis berwajah masam masuk. Gaunnya selutut berayun lembut di tungkainya ketika ia berjalan memasuki café.
Rambutnya panjang sepunggung, selaras dengan penampilannya yang feminim. Hanya saja, wajahnya yang masam mengurangi keseluruhan poin penampilannya yang menarik, pikir Dong-hae sambil lalu. Matanya kembali menatap menu. Bukannya ia peduli, ia hanya sekejap mengamati dan menganalisa, itu saja. Sampai suara itu menyapanya.
“Permisi, Lee Dong-hae ssi…”
Dong-hae mengangkat wajah dan tertegun. Gadis yang baru saja memasuki café itu menatapnya tajam dan tidak senang. Semua rasa tidak suka terlukis jelas di wajahnya.
Dong-hae segera memasang senyum sopan seribu watt nya. “Ada yang bisa saya bantu?”
Sejenak mata itu mengerling jenaka. Namun tampaknya perasaan itu kembali tertutup rapat, digantikan delikan kesal. “Kau akan sangat membantuku kalau kau mau menyetujui semua saranku.”
“Eh.. ehm… nona…”
“Park Hye-ri,” gadis itu mengulurkan tangan dan Dong-hae menyambutnya dengan sigap. “Boleh aku duduk di sini?”
“Ehm… sebetulnya saya ada janji…”
“Denganku,” ucap gadis itu sambil memaksakan sebuah senyum di bibirnya.
“Oh…” Dong-hae menatap gadis di depannya. “Ohhh…” Lagi-lagi hanya gumaman bodoh itu yang keluar dari bibirnya.
“Bibi Hyang baik sekali karena memikirkanku, tetapi sebenarnya tidak perlu. Aku merasa terhormat dikenalkan padamu, tetapi aku tidak menyukai situasi ini. Aku tidak mau dijodohkan dengan homo, apa kau paham perasaan itu?”
“Apa…”
Dong-hae merasakan mulutnya terbuka lebar. Apa yang baru saja gadis ini katakan?
“Aku paham keinginan Bibi untuk membersihkan namamu. Tapi aku hanya gadis biasa. Aku tidak suka popularitas. Aku tidak mau dikaitkan dengan media. Aku ingin menjalani hidupku dengan cara normal, wajar, menyenangkan apa-adanya.”
“Eh… Ehmmm… Park Hye-ri ssi?”
“Karena itu, aku mohon maaf padamu, aku tidak bisa membantumu. Kau kan idola terkenal, kau bisa minta banyak gadis lainnya, misalnya dari band SNSD. Bukankah kalian akrab? Ahh.. atau dari F(x) saja?”
“Tapi.. aku tidak…”
“Benar!” Park Hye-ri berhenti bicara dan mendadak tersenyum. Spontan ia menggenggam tangan Dong-hae dengan rasa sukacita luar biasa di wajahnya. “Aku tahu kau tidak akan memaksaku! Aku senang mendengarnya. Lagipula, aku punya banyak pekerjaan untuk diurus! Terimakasih banyak mau mengerti keadaanku!”
“Ah.. iya…” Dong-hae merasa agak linglung. Wajah gadis itu saat masam benar-benar tidak menyenangkan. Hanya saja ketika ia tertawa… Yah, ketika ia benar-benar tertawa tulus, seluruh senyum itu mengubah wajahnya. Bahkan Dong-hae bisa melihat kilauan matahari memandang balik padanya dari senyum itu.
“Karena itu, apakah aku bisa pamit sekarang? Pekerjaanku banyak dan..”
“Ehm…” Dong-hae hanya bisa menggaruk kepalanya yang tidak gatal. “Yah…”
“Baiklah! Selamat siang dan sampai jumpa!”
Gadis itu bangkit dari duduknya, menyambar tasnya dan berlari meninggalkan café dengan wajah gembira. Dong-hae sejenak melamun di tempatnya, berusaha mereka ulang apa yang baru saja terjadi.
Aku tidak mau dijodohkan dengan homo, apa kau paham perasaan itu?
Dong-hae menggebrak meja dengan keras, baru saja menyadari apa yang Park Hye-ri ucapkan panjang lebar sedari tadi.
“Aku bukan homo, dasar sial…” umpatnya.
Dong-hae melirik kiri kanan dan menyadari semua mata memandang kaget padanya. Ia merapatkan bibir dan mengeluarkan lembaran dari dompetnya. Ia berlari pergi mengejar gadis konyol itu. Satu gossip lagi dan predikatnya sebagai laki-laki normal akan hilang selamanya.
Seorang gadis berinisial PHR menolak seorang idol berinisial LDH karena mempertanyakan ketertarikan gender pria tersebut.
Dong-hae merasakan kepalanya berubah pusing. Ia mempercepat larinya tetapi tetap saja kehilangan jejak Park Hye-ri.
Kedua kakinya lebih pendek dariku, bagaimana bisa dia berlari sekencang itu? Keluh Dong-hae dalam hati.

Hye-ri mengangkat kertas yang baru diguntingnya dengan bangga. “Kalian harus menggunting mengikuti polanya, setelah itu Bu Guru akan mengajarkan cara melipat yang benar!”
Hye-ri menatap langit dan tersenyum. Anak-anak duduk di atas kursi-kursi kecil yang disusun rapi di atas halaman berumput. Mereka memandangnya dengan wajah antusias, gembira dengan kelas yang diadakan di halaman sekolah yang sejuk.
Anak-anak di depannya berseru setuju. Sampai seorang anak perempuan tiba-tiba menjerit. Disusul jeritan anak perempuan lainnya. Dan kegaduhan segera saja semakin parah ketika anak lelaki menunjuk-nunjuk sambil ikut bersorak.
 “Anak-anak… tenang dulu!”
Tetapi satu sama lain saling berteriak, bersorak, menjerit, dan berseru. Hye-ri kesulitan mengartikan ucapan mereka. “Lee Dong-hae!” cetus seorang anak.
“Super junior!”
Hye-ri merasakan tepukan ringan di bahunya dan menoleh. Pria itu menyunggikan senyuman lebar yang manis. Sejenak jantung Hye-ri berhenti berdetak. Pria ini jauh berbeda dengan pria yang terlihat bodoh di café tadi. Pria yang hanya bisa menggumamkan kata ya dan oh di depannya.
“Lee Dong-hae!” desis Hye-ri kaget.


Dong-hae menikmati pertunjukkan kecil itu sebagai akibat dari popularitasnya. Keuntungannya terkenal di kalangan anak kecil adalah tidak akan ada yang meneriakimu dengan sebutan homo, tentu saja.
Sampai gadis itu menoleh dan kaget melihatnya.
“Lee Dong-hae,” desisnya.
Dong-hae bisa melihat dua kata menari-nari di mata Park Hye-ri. Si homo. Si homo. Si homo. Terus dan berulang-ulang.
“Ehmmm… bagaimana kau menemukanku?” tanya Hye-ri gugup.
“Suara teriakan anak-anak ini kurasa bisa terdengar sampai desa sebelah. Aku kebetulan lewat, mendengar suara ribut-ribut dan kemudian memutuskan untuk memperbaiki salah paham di antara kita.”
“Memangnya ada salah paham di antara kita?” Hye-ri memandangnya dengan alis bertaut bingung.
Tetapi Dong-hae dengan jelas melihat Hye-ri masih memandangnya dengan tatapan menyebalkan itu. Si homo. Si homo. Si homo. Terus dan berulang-ulang.
“Kau salah paham,” ujar Dong-hae lantang. “Aku bukan homo, aku pria normal, aku masih tertarik pada wanita cantik dan walaupun kau bukan satu-satunya wanita paling menyebalkan dan aneh yang mengira aku homo, masih ada Mamaku…. Kalian berdua sama menyebalkannya. Tapi anehnya… ehmm… anehnya, aku tertarik padamu.”
Dong-hae menarik nafas panjang lalu melihat Hye-ri menganga kaget memandangnya. Kemudian teriakan anak-anak kembali heboh.
“Wahhh!! Apakah Bu Guru baru saja dilamar?”
“Selamat Bu Guru!”
“Semoga bahagia, Bu Guru!”
Hye-ri memandang sekeliling dengan bingung, kemudian memandang Dong-hae, dan sekejap kemudian, tawanya meledak. “Pfftt… Hahahahaha….”
Ahh… aku memang tidak memahami wanita…
Pikir Dong-hae sambil melihat Hye-ri tertawa terbahak-bahak sambil memegangi perutnya. Hye-ri bahkan sedikit mengeluarkan air mata dan buru-buru menghapusnya.
“Kau menarik,” ucap Hye-ri.
Senyum merekah di wajah gadis itu. Tanpa sadar, Dong-hae ikut tersenyum bersamanya. “Err… Terimakasih?”
“Kurasa, aku bisa menyukaimu…” ucap Hye-ri lagi.
Kali ini Dong-hae merasakan wajahnya ikut memerah. Gadis satu ini benar-benar tidak bisa ditebaknya. Tetapi ia tidak bisa membencinya, sebaliknya ia justru menikmatinya. Tidak setiap hari kau bisa diomeli, diberikan muka masam, dan kemudian tawa seriang itu. Semua dalam beberapa jam yang terasa singkat.
“Kurasa, aku juga bisa menyukaimu…” senyum Dong-hae.
Hye-ri tersenyum lagi. “Bagaimana kalau kau menemani kami belajar menggunting dan menempel?” Hye-ri menjejalkan gunting dan kertas warna berpola ke tangannya.
Dong-hae menatap benda di tangannya dan berbagai protes bergema di kepalanya. Katakan saja kau sibuk, ini hari libur berharga yang jarang bisa kau dapatkan, dan besok kau masih ada show di luar Seoul.
Tetapi sebaliknya, Dong-hae malah tersenyum dan mengambil tempat duduk di sebelah gadis itu. “Aku sudah lama tidak bermain sesantai ini.” Ucapnya tulus.
Angin memainkan rambut Hye-ri sementara gadis itu menyelipkannya di belakang telinga. “Tidak setiap hari kau bisa mendapatkan cuaca seindah ini untuk bermain di halaman… Ini hari yang berharga.”
Dong-hae menatap langit, menghirup udara yang berbau rumput dan tanah, kemudian menatap sekilas gadis di sampingnya. Senyum tersungging di bibirnya. “Ya,” ujarnya menyetujui. “Ini hari yang berharga…”


Tamat

Tidak ada komentar: